Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Terlindas Roda Zaman

Kompas.com - 03/04/2012, 11:30 WIB

LAMPION lusuh yang menggelantung di sepanjang jalan seolah mewakili wajah kawasan Kampung China di Kota Bengkulu. Roda ekonomi yang dulu berputar kencang di kawasan ini memang terus melambat dan kini bahkan seolah terhenti.

Setidaknya suasana itu tampak pada awal Maret lalu menjelang Tahun Baru China 2536. Suasana semarak, yang mestinya menyambut perayaan tahun naga air, sama sekali tidak tampak. Padahal, keberadaan Kampung China itu tak lepas dari sejarah terbentuknya Kota Bengkulu.

Rumah dan toko di pecinan itu berderet di sepanjang Jalan Panjaitan dan Jalan Pendakian, Kota Bengkulu. Sedikit bangunan yang masih mempertahankan arsitektur lama berupa rumah berbahan kayu. Sebagian besar sudah berupa rumah tembok. Maklum, kebakaran pada tahun 1990-an telah menghancurkan rumah-rumah tua berbahan kayu itu.

Dari depan, rumah-rumah itu terlihat kecil. Namun, kalau kita melongok ke bagian dalam, rumah itu luas memanjang ke belakang. Ada pemandangan lain yang mencolok di pecinan itu. Di bagian belakang sejumlah rumah berdiri lebih tinggi lagi bangunan sarang burung walet.

Dari beberapa rumah toko (ruko) yang ada hanya sebagian kecil yang masih buka. Bahkan, tidak sedikit rumah yang dari depan tertutup rapat seperti tak berpenghuni.

Pecinan di Kota Bengkulu yang biasa disebut Kampung China terletak di Kelurahan Malabro, Kecamatan Teluk Segara. Terletak persis di depan gerbang Benteng Marlborough yang merupakan pusat pemerintahan kolonial Inggris sekaligus gudang penyimpanan rempah membuat Kampung China strategis.

Ho Liang (58) alias Iskandar, yang masih tinggal di Jalan Panjaitan bersama keluarga dan orangtuanya, mengisahkan, jauh sebelum ia lahir pecinan Bengkulu sudah menjadi pusat perniagaan Kota Bengkulu. Posisinya yang dekat dengan pelabuhan di Pantai Tapak Paderi membuat aktivitas warga berlangsung 24 jam tanpa henti. Aktivitas nelayan di sekitar pelabuhan pun sibuk dan ramai.

Bongkar muat kapal barang dan arus penumpang yang datang dan pergi dari pelabuhan menjadi pemandangan sehari-hari. Kawasan pecinan, pelabuhan, dan benteng Marlborough juga ramai dengan aktivitas pedagang.

Di sekitar pecinan berdiri gudang-gudang dengan pintu yang besar-besar untuk menampung hasil bumi yang dikirim dari pelosok Bengkulu. Kopi, cengkeh, sahang atau lada, dan karet adalah hasil bumi dari Bengkulu yang mendominasi perdagangan lintas pulau kala itu.

Sekitar 10 kapal kecil berkapasitas penumpang 20-30 orang yang melayani rute Padang- Bengkulu pun masih beroperasi. ”Saya ingat ada kapal besar bernama Kuan Maru yang berlayar dari Padang-Bengkulu-Jakarta. Saya biasa berenang hingga ke bawah kapal tongkang yang membawa penumpang dari kapal Kuan Maru ke pelabuhan,” kenang ayah empat anak itu.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com