Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Terlindas Roda Zaman

Kompas.com - 03/04/2012, 11:30 WIB

Kini, tidak banyak lagi toko onderdil kendaraan yang dulu meramaikan Jalan Panjaitan. Begitu pula kondisi di Jalan Pendakian yang dulu merupakan sentra perdagangan perhiasan emas. Tinggal toko emas Surya dan Harmaini yang bertahan.

Pecinan semakin ditinggalkan penghuninya ketika pada tahun 2000-an, usaha sarang burung walet makin marak. Tidak sedikit rumah dan toko yang dulunya dihuni dijual kepada investor dari luar Kota Bengkulu untuk dijadikan sarang burung walet. ”Dulu harga rumah bisa sampai Rp 600 juta. Sekarang setelah walet sepi, rumah dijual Rp 250 juta saja susah laku,” ujar Ho Liang.

Menurut Ho Liang, sekarang rumah-rumah di Kampung China umumnya dihuni oleh orang-orang tua. Anak-anak mereka biasanya sekolah atau kuliah di luar Bengkulu. Pada umumnya, anak muda keturunan Tionghoa yang merantau itu enggan pulang kampung lagi ke Bengkulu. ”Kalau anak muda tinggal di Bengkulu kapan majunya? Di sini suasanya terlalu santai. Bisa-bisa mereka jadi malas,” kata Darman.

Sebenarnya, menurut Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Bengkulu Kurnia Lesandri Adnan, pecinan Bengkulu bisa dijadikan sebagai tujuan wisata sejarah. Apalagi lokasinya yang berdekatan dengan Benteng Marlborough dan peninggalan Inggris lainnya.

Sayangnya, kata Lesandri, pemerintah daerah tidak melihat ini sebagai peluang. Pemerintah lebih cenderung membangun pariwisata yang berorientasi proyek daripada berpikir kreatif memberdayakan potensi yang ada. Bisa ditebak, itu karena pada pariwisata berorientasi proyek itulah dimungkinkan pengambilan keuntungan pribadi pada lapisan elite pemerintahan.

Akhirnya, sekarang Kampung China di Kota Bengkulu pun seakan hidup segan mati pun enggan. Tebersit harapan kiranya tahun naga air ini membawa perubahan ke arah yang positif bagi keberadaan kampung bersejarah di Kota Bengkulu itu.... (Adhitya Ramadhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com