Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Terlindas Roda Zaman

Kompas.com - 03/04/2012, 11:30 WIB

Kapal tongkang digunakan untuk membawa penumpang dari kapal besar karena kapal berukuran besar tidak bisa merapat di Pelabuhan Bengkulu karena dasar alur pelabuhan dipenuhi karang.

Dua daerah

Warga keturunan Tionghoa yang bermukim di Kampung China Kota Bengkulu mayoritas berasal dari dua daerah, yakni Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Muara Aman, Kabupaten Lebong. Mereka yang datang dari Manna, seperti halnya Ho Liang dan orangtuanya, bermata pencarian dari sektor perkebunan. Sedangkan mereka yang datang dari Muara Aman kebanyakan bekerja di tambang emas.

Jika ditarik jauh ke belakang dari cerita Ho Liang, sejarah mencatat kawasan pecinan itu lengkap dengan pelabuhan dan Benteng Marlborough telah menjadi pusat kota sejak abad ke-19.

Kawasan Simpang Lima di ujung Jalan Suprapto yang menjadi pusat perdagangan saat ini (sekitar 1,5 kilometer dari pecinan), kala itu hanyalah batas kota tempat musafir berhenti melepas lelah. Selepas daerah itu, yang tampak hanyalah hutan belantara.

Prof Dr Abdullah Siddik dalam bukunya Sejarah Bengkulu 1500-1990 menyebutkan, warga keturunan Tionghoa mulai bermukim di Bengkulu sejak tahun 1689 setelah diizinkan oleh kongsi dagang kerajaan Inggris, East India Company (EIC), yang menjalin kerja sama perdagangan lada dengan sejumlah kerajaan di Bengkulu.

Pada tahun 1714, telah banyak bangsa keturunan China yang menetap di Ujung Karang (Kota Bengkulu sekarang). Mereka umumnya bekerja sebagai buruh perkebunan dan sebagian kecil ada juga yang berdagang. Mereka diberi kedudukan istimewa oleh Wakil Gubernur Joseph Collet saat itu. Warga keturunan China tersebut dipimpin oleh seorang kapitan.

Pelabuhan di Ujung Karang menjadi jantung perekonomian Bengkulu saat itu. Roda perekonomian berputar cepat sehingga menjadi magnet bagi orang-orang untuk berdatangan mengadu peruntungan. Pada tahun 1766, penduduk Kota Bengkulu sudah mencapai sekitar 10.000 jiwa. Penduduk tersebut terdiri dari etnis Melayu yang mayoritas, beberapa ratus orang China, orang-orang Bugis yang menjadi tentara kompeni dan pegawai kompeni Inggris, serta para budak dari sejumlah daerah.

Mantan Sekretaris Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Bengkulu Darman Lie (58) menuturkan, seiring perkembangan zaman, Kota Bengkulu terus mengalami perluasan. Pengembangan kota diarahkan ke jalan lingkar timur dan barat yang dibangun oleh Gubernur Bengkulu ke-3 Suprapto (menjabat di tahun 1979-1989).

Tak pelak, kedua jalan lingkar itu menjadi pusat perekonomian baru. Para pengusaha pun mengalihkan bisnisnya ke lokasi itu. Praktis, pecinan yang dulu ramai perlahan menjadi sepi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com