”Namun saat penyeretan hendak menyeberangi teluk, mukjizat datang. Air lautnya tiba tiba surut hingga upaya penyeretan berhasil menyeberangi teluk tanpa halangan berarti,” tutur Hona Leko.
Ritual Marapu
Kampung adatnya sendiri– entah sejak kapan pula–sudah dipindahkan ke lokasi lain di sekitarnya. Tetap dengan nama sama, Ratenggaro, lokasi kampung penggantinya kini bertengger di puncak dinding tebing dalam lengkungan muara Sungai Waiha. Lokasinya menjauh sekitar 200 meter dari lokasi lama.
Pergeseran lokasi kampung itu semata-mata akibat keganasan abrasi. Gempuran ombak Lautan Hindia secara perlahan namun pasti terus menggerus kawasan pantai yang merupakan wilayah kampung adat Ratenggaro, hingga akhirnya harus dipindahkan ke lokasi sekarang.
”Kalau menurut cerita para tetua, dulu ketika kampung adat Ratenggaro masih di lokasi lama, daratannya dari titik kuburan hingga sekitar 1 kilometer (km) ke arah lautan. Sekarang lautnya sudah hampir menyentuh kuburan,” tutur Daniel Winyo Bela, yang sehari-hari sebagai guru SMA Negeri I Kodi. Ia petang itu juga berkunjung ke Pantai Ratenggaro bersama sejumlah warga lainnya.
Rupanya petaka terus menghantui kampung adat Ratenggaro. Jika kampung adat lama harus bergeser akibat gerusan abrasi, kampung adat yang sekarang malah tertimpa musibah kebakaran awal Juni 2011. Dilaporkan 13 unit rumah berarsitektur unik itu ludes di lalap api.
Atas inisiatif dan usaha budayawan Sumba, Pastor Robert Ramone CSsR, perkampungan adat Ratenggaro berhasil dibangun kembali Agustus 2011. Pembangunannya itu didahului ritual adat Marapu, kepercayaan tua Sumba.
Lisa Tirto Utomo, pendiri sekaligus pemilik perusahaan air mineral Aqua, ikut berpartisipasi dalam pembangunan kembali perkampungan adat tersebut. Kontribusinya berupa sumbangan dana senilai Rp 55 juta.
Pada saat hampir bersamaan, Robert Ramome-biarawan Katolik kelahiran Kodi Bangedo, 29 Agustus 1962-itu juga berusaha merampungkan museum yang sekaligus menjadi pusat budaya Sumba di Weetabula, SBD.
Bagi Robert, perjuangan membangun kembali rumah adat Ratenggaro dan museum tersebut adalah bagian dari upaya agar orang Sumba tidak sampai tercerabut dari akar budayanya.