Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teater Alam Bernama Floriade

Kompas.com - 17/07/2012, 08:16 WIB

Myrna Ratna & Denny Sutoyo-Gerberding

INI bukan sekadar pameran hortikultura. Ajang yang berlangsung setiap 10 tahun sekali di Belanda itu memvisualisasikan kampung global yang asri. Penuh imajinasi futuristik. Paduan antara arsitektur, seni, dan keindahan alam.

Setelah delapan bulan dirundung cuaca kelabu, matahari musim panas akhirnya bersinar di pekan pertama bulan Juni di Belanda. Namun, itu tak berlangsung lama. Pagi itu hujan kembali deras mengguyur. ”Inilah Belanda. Cuaca selalu berubah dengan cepat,” kata seorang perempuan yang ikut berteduh di bawah atap stasiun kereta api Den Haag Centraal.

Awan hitam terus bergelayut di sepanjang perjalanan dari Den Haag menuju kota Venlo di Provinsi Limburg. Jendela kereta terus berkabut. Tetes-tetes air tak henti mengalir di tepi kaca. Dari kejauhan, sapi-sapi terlihat berkelompok di ladang-ladang peternakan. Mungkin saling menghangatkan. Gerombolan kuda berteduh di bawah pohon rindang. Hamparan alang-alang bergoyang keras mengikuti empasan angin.

Dengan kereta api cepat, Venlo ditempuh sekitar 2,5 jam. Kota yang berbatasan dengan Jerman ini sudah dipersiapkan sejak lima tahun lalu untuk menjadi tuan rumah Floriade yang berlangsung selama bulan April sampai Oktober 2012.

Suasana ”penyambutan” untuk wisatawan sudah terasa sejak memasuki pusat kota. Plang, poster, penunjuk jalan, hadir di berbagai sudut stasiun untuk memudahkan orientasi. Tersedia juga bus khusus dengan rute langsung ke arena Floriade.

Hampir semua jalan utama terlihat meriah dengan hiasan bunga warna warni. Pemerintah setempat sudah menanam sekitar 120 jenis tanaman sejak lima tahun lalu sehingga pada tahun ini ketinggiannya telah cukup untuk meneduhkan.

Untunglah matahari kembali memancar. Wajah-wajah riang bergegas menuju pintu masuk Floriade, melintasi patung sepatu bot raksasa yang dikelilingi hamparan bunga lavender. Dari atas jembatan yang rancangannya mencerminkan spirit ultramodern itu terlihat bangunan segi empat Innovatoren Jo Coenen yang menjulang.

Tak ayal, kita seperti memasuki dunia antah berantah. Inilah the imagined world, sebuah tempat ketika desain, alam, dan flora selaras berpadu. Ketika manusia berlaku adab dan penuh hormat pada sekelilingnya. Di sini, sebatang pohon eik pun dibalut dengan rajutan benang warna-warni nan indah buatan tangan manusia.

Paul Beck, Direktur Utama Floriade, menggarisbawahi soal itu. Menurut dia, konsep Floriade mengambil pendekatan terpadu sehingga semua produk yang dihasilkan bisa didaur ulang 100 persen. ”Dibutuhkan suatu teknologi berkesinambungan yang berusaha menjaga keseimbangan alam dan menghindari residu. Sistem ini dinamakan C2C atau cradle to cradle,” kata Beck, merujuk pada konsep teknologi yang ditemukan Prof Michael Braungard dari Hamburg, yang intinya semua harus bisa didaur ulang 100 persen. Our waste is our food.

Lihatlah paviliun kayu Belgia yang menyatu dengan alam dalam arti sebenarnya. Dengan desain yang khas, seluruh atap paviliun yang menjorok ke tanah itu ditanami rumput dan bunga. Atap itu berfungsi ganda sebagai taman.

Begitu juga dengan paviliun Spanyol yang di cat dengan warna-warni permen. Ruang pamernya serba digital, serba praktis, sekaligus indah. Sesuai dengan warna benderanya yang berwarna jingga kemerahan, bias warna muncul lewat pantulan botol-botol anggur yang dijejerkan sebagai ”dinding”. Tak perlu juru penerang di sini. Setiap pengunjung dapat berkomunikasi interaktif dengan layar-layar televisi raksasa. Produk hortikultura Spanyol dibeberkan dengan cara inovatif. Lewat sentuhan dan ilustrasi video yang menawan.

Kebinekaan Indonesia

Dikelilingi danau buatan dan hutan pinus, paviliun Indonesia menempati sudut yang asri. Dengan luas lahan sekitar 1.000 meter persegi, paviliun Indonesia merupakan nomor dua terbesar setelah paviliun China yang letaknya berdampingan. Kali ini Indonesia mengetengahkan sembilan bangunan yang mewakili sembilan provinsi di Indonesia, di antaranya, rumah Toraja, bale bengong Bali, rumah Betawi dan Papua.

Di antara bangunan-bangunan kayu yang ramah lingkungan itu diletakkan miniatur Candi Borobudur yang menjadi pusat perhatian pengunjung yang memadati arena paviliun. Dari dalam arena terdengar bunyi gendang bertalu-talu yang berasal dari tarian Papua yang dibawakan putra-putri daerah. Alunan gendang ini terdengar sampai jauh ke arah danau, menyedot keingintahuan para wisatawan yang berada di sekitar Floriade boulevard.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com