Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Tunasuara

Kompas.com - 30/07/2012, 02:29 WIB

Fatih Gama Abisono

Praktik perdagangan suara merupakan fenomena yang semakin jamak dalam dasawarsa terakhir di tingkat lokal, terutama setelah ada pilkada langsung.

Perdagangan suara (vote trading) melibatkan berbagai aktor, mulai dari politisi pemburu jabatan sebagai pembeli suara, para broker sebagai perantara pasar suara, dan para pemilih sebagai penyedia atau bahkan berperan aktif sebagai penjual suara.

Bekerjanya perdagangan suara ini mirip logika kerja sistem pasar: digerakkan oleh permintaan (demand side) dan penawaran (supply side). Ada permintaan karena para politisi ingin menang dan ada para pemilih yang ingin mendapatkan uang instan.

Dalam pasar suara, para kandidat menggunakan jasa perantara, baik tim sukses resmi maupun bayangan, atau memanfaatkan para elite penggalang suara di akar rumput. Para broker menjalankan fungsi ganda: representasi kandidat dalam membeli suara dan sekaligus pemilih untuk menjual suara.

Uang menjadi alat pertukaran utama karena karakter konvertibilitasnya membuat mudah ditransformasikan dari sarana pertukaran ekonomi menjadi sarana pertukaran politik. Dalam praktiknya, perdagangan suara tidak selalu menggunakan uang dalam arti harfiah, bisa juga dikonversi menjadi beras, minyak goreng, aspal, genteng, dan sebagainya.

Modus perdagangan suara

Perdagangan suara terjadi karena beberapa faktor. Pertama, praktik ini biasa digunakan para kandidat yang putus asa karena tidak memiliki modalitas politik lain, seperti modal personal atau sosial, yang meyakinkan untuk menang. Modalitas politik yang terbatas membuat kandidat mengambil jalan pintas: ”mengguyur” pemilih dengan uang.

Faktor kedua adalah keyakinan kandidat dan tim suksesnya bahwa kompetisi politik adalah kegiatan transaksional. Dalam logika ini, pemilih akan memberikan suara kepada penawar harga tertinggi. Maka, para kandidat pun menjadi tidak terlalu ”percaya diri” untuk tidak ikut-ikutan melakukan ”penawaran harga tertinggi”.

Faktor ketiga melacak akar kultural perdagangan suara. Misalnya, di beberapa daerah ada adat yang mengharuskan tamu memberi hadiah sebagai penghormatan terhadap tuan rumah. Tradisi lokal inilah yang digunakan kandidat untuk memberikan hadiah sebagai bagian dari kampanye rumah ke rumah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com