Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batubara, Geliat Kota Sawahlunto

Kompas.com - 03/04/2013, 03:39 WIB

Pagi harinya, kami menuju kawasan Kandis, yaitu areal pertambangan PT Bukit Asam (PTBA) yang kini dikembangkan menjadi Taman Satwa. Area kebun binatang dan permainan luar ruang serta gelanggang pacuan kuda berstandar internasional, seperti di Pulomas, Jakarta Timur. Di situ juga sedang dikembangkan dreamland, yakni taman bermain yang berisi beragam wahana permainan, seperti di Ancol, Jakarta Utara.

Kami hanya melewati wahana permainan itu karena tujuan utama adalah melihat bekas areal tambang terbuka milik PTBA. Setelah mendaki bukit, kami bisa melihat lubang menganga lebar dari atas bukit. Lubang itu seperti kawah besar gunung berapi atau seperti ada batu meteor raksasa yang baru saja menumbuk bumi. Di pinggir dinding kawah itu tampak guratan seperti ulir yang ternyata adalah jalan untuk truk pengangkut batubara.

”Kawasan ini sekarang dikelola oleh PT Tahiti Coal. Perusahaan rakyat yang menggali di bekas areal PTBA,” kata Medi. Setelah PTBA tak lagi menambang, Pemerintah Kota Sawahlunto memberikan izin pertambangan rakyat di areal terbatas. Sepuluh mantan petambang liar lalu membuat perusahaan.

Setelah melihat tambang yang masih aktif, kami kembali ke tengah kota untuk melihat lorong gelap tambang dalam perut bukit yang kini dibuka untuk wisatawan. Nama tambang itu adalah Lubang Mbah Soero.

Lubang Mbah Soero

Lubang Mbah Soero adalah tempat awal penambangan di Sawahlunto. Pembukaan Lubang Mbah Soero dilakukan pada 1891, tetapi pembangunannya dilakukan tahun 1898. Dalam lubang gelap itu tersimpan 45 juta ton cadangan batubara yang belum seluruhnya dieksplorasi. Nama Mbah Soero diambil dari nama mandor yang dulu bertanggung jawab terhadap pekerja di terowongan itu.

Tahun 1927, lubang itu ditutup. Belanda membangun permukiman di sekitar terowongan itu. Penambangan di Lubang Soero juga dihentikan karena lokasinya berdekatan dengan Batang (Sungai) Lunto sehingga ada rembesan dalam lubang.

Kini dengan membayar Rp 8.000, pengunjung bisa masuk dalam lubang sedalam hampir 200 meter. Lubang itu digali dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Panjang lubang itu konon mencapai 1,5 kilometer, berada di bawah permukiman penduduk. Namun, hanya sebagian yang bisa dimasuki pengunjung.

Di dinding terowongan terlihat bekas tempaan benda tajam pada dinding batu yang membentuk guratan alur hitam batubara. Lapisan batubara itu masih menyatu dengan lapisan tanah sehingga tampak kotor. ”Batubara ini bisa terbakar sendiri kalau tidak tertutup lapisan tanah,” kata Willison, penjaga Lubang Mbah Soero.

Terowongan yang lebarnya sekitar dua meter itu memiliki beberapa cabang, yang ditutup agar orang tak tersesat. Saat menyusuri terowongan, air tanah menetes dari ”atap” bahkan di beberapa tempat menyembur dari dinding terowongan. Udara segar diembuskan dari pipa besar ke dalam terowongan agar pengunjung tidak pengap.

Kami berjalan menyusuri terowongan sambil mendengarkan cerita Willison. Ia tak cuma bercerita tentang kisah pekerja paksa dalam Lubang Mbah Soero itu, tetapi juga tentang pengalaman mistis dalam lubang terkait banyaknya pekerja yang meninggal di dalamnya. Di salah satu ceruk lorong tambang, ia menemukan potongan kaki saat lubang itu dibenahi untuk pariwisata.(Lusiana Indriasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com