Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikayat Dagang dan Perang dalam Kari Aceh

Kompas.com - 03/04/2013, 08:29 WIB

BAGI masyarakat Aceh, kari adalah makanan istimewa. Kenduri tanpa kari ibarat pesta tanpa kegembiraan. ”Seperti orang keling kehilangan ketumbar. Orang akan bertanya-tanya jika tak ada kari dalam kenduri,” kata Nurdin.

Kari, ujar Nurdin, harus ada dalam setiap kenduri yang menyertai tiga siklus dalam kehidupan manusia, yakni kelahiran, perkawinan, dan kematian. Kari juga disuguhkan dalam acara-acara kenduri lain, seperti sunatan dan maulid. Biasanya daging yang digunakan untuk kari adalah ayam, sapi, kerbau, bebek, dan kambing. Selain itu, biasanya ditambahkan pula pisang kepok mengkal, hati batang pisang, kluwih, kentang, atau labu, bergantung wilayahnya.

Populernya kari di Aceh menggambarkan bahwa pengaruh kuliner India mengakar kuat di sana meski istilah kari tidak ditemukan dalam catatan-catatan lama. Dua jilid buku The Achehnes (1906) yang ditulis antropolog yang bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda, Snouck Hurgronje, hanya mencatat tiga jenis gulè yang populer di Aceh, yakni gulèmasam keu’euéng, yakni aneka sayur yang direbus dalam air dan dicampur bawang merah, lada, cabai, garam, dan boh slimèng atau asam sunti.

Menu kedua adalah gulè leuma, yakni campuran aneka rempah, seperti jahe, temurui, dan serai. Sebagai lauknya digunakan ikan kering (eungköt tho) atau karéng (ikan kecil dari jenis biléh), atau ikan keumamah, yaitu ikan tongkol kering yang diimpor dari Kepulauan Maladewa di Samudra Hindia. Selain menggunakan asam sunti, kuah ini juga menggunakan santan.

Menu ketiga adalah kuah pi u (pliek u). Kuah ini dibuat dari ampas kelapa yang telah diambil minyaknya lalu dicampur bóh panaïh (nangka muda) dan ikan kering atau ikan kecil. Pada acara kenduri, menurut Snouck, menu yang wajib ada adalah nasi kuning (bu kunyit) dengan lauk gule ikan keumamàh teunaguën. ”Kerbau, sapi, atau kambing jarang dimasak kecuali pada acara-acara sangat besar,” tulis Snouck.

Absennya istilah kari dalam literatur lama tidak mengherankan. Pasalnya, penggunaan istilah kari secara global memang relatif baru. Colleen Taylor Sen dalam bukunya, Curry: A Global History (2009), menyebutkan, istilah kari awalnya tidak digunakan orang India. Mereka menyebut aneka hidangan berempah itu dengan nama lebih spesifik, seperti korma, rogan josh, molee, vindaloo, dan doh piaza.

Kata kari berasal dari bahasa India bagian selatan (Tamil), yakni keril yang dikaitkan dengan tumis sayuran dan daging berempah. ”Tetapi, sekarang orang India sering menggunakan kata kari untuk banyak masakan rumah dengan saus, khususnya ketika mereka bicara dengan orang asing,” tulis Taylor.

Globalisasi istilah kari dimulai saat terjadinya penghapusan perdagangan budak di Kerajaan Inggris pada 1807, yang diikuti penghapusan perbudakan pada 1833. Sebagai penggantinya, Inggris membawa lebih satu juta buruh dari India untuk bekerja di perkebunan-perkebunan di wilayah jajahannya, dari Afrika hingga Malaysia. Para pendatang baru itu mengintegrasikan bumbu-bumbu lokal ke dalam kebiasaan makan mereka untuk menciptakan berbagai kari jenis baru. Fenomena serupa terjadi di koloni Belanda di Indonesia.

Walaupun penyebutan kari secara global relatif baru, menurut Taylor, tradisi kuliner India telah lama merembes dalam kuliner Asia Tenggara, termasuk Indonesia. ”Sejak awal abad ketiga sebelum Masehi, pedagang India dan misionaris Buddha membawa asam jawa, bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, dan lada ke wilayah itu,” sebut Taylor.

Bahkan, menurut Taylor, jenis makanan berempah dan bersantan yang di Indonesia populer disebut sebagai gule sebenarnya bisa digolongkan sebagai kari. Tentu saja, kari yang telah diindonesiakan.

Pengaruh India, terutama dalam penggunaan rempah dan santan, itu jelas terlihat dari tiga jenis masakan Aceh di masa lalu, seperti dicatat Snouck. Sampai sekarang, ketiga jenis masakan itu masih sangat populer di Aceh. Bahkan, menurut Azhari, budayawan Aceh, gulè leuma (gule leumak) memiliki banyak sekali variasi, dari leumak sayuran sampai ikan teupelumak atau udang teupeulemak.

Ikan keumamah—saat ini diproduksi sendiri oleh orang Aceh—juga menunjukkan, lamanya interaksi perdagangan dan kebudayaan antara Aceh dan ”Negeri Atas Angin”, yakni sebutan untuk negeri India, Persia, Arab, dan sekitarnya. Sebaliknya Kepulauan Nusantara di masa lalu dikenal sebagai ”Negeri Bawah Angin”. Penggunaan istilah ”Negeri Bawah Angin” dapat ditemukan pada naskah Hikayat Raja-raja Pasai untuk merujuk wilayah Asia Tenggara, dari Sumatera Utara sampai Maluku. (Ahmad Arif, Budi Suwarna, Aryo Wisanggeni Gentong)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

    Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

    Jalan Jalan
    Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

    Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

    Jalan Jalan
    Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

    Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

    Travel Update
    5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

    5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

    Travel Tips
    Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

    Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

    Travel Update
    Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

    Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

    Travel Update
    Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

    Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

    Travel Tips
    Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

    Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

    Travel Update
    Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

    Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

    Jalan Jalan
    7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

    7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

    Travel Tips
    Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

    Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

    Travel Tips
    Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

    Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

    Travel Update
    Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

    Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

    Travel Update
    Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

    Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

    Travel Update
    Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

    Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

    Travel Tips
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com