Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Ngelawar, Blusukan Dulu ke Pasar Ubud

Kompas.com - 10/05/2013, 08:27 WIB

UBUD, KOMPAS.com - Suasana Ubud di Kabupaten Gianyar, Bali, pada Selasa pagi terlihat cerah. Matahari pagi mulai menampakkan sinarnya untuk mengiringi aktivitas warga Ubud. Kehidupan di obyek wisata itu pun mulai menggeliat. "Pagi ini kita ke Pasar Ubud," kata Director Sales and Marketing Kamandalu Resort and Spa, Francisca Widjaja kepada empat media yang pagi itu sudah siap menunggu di lobi resort.

Ditemani pakar kuliner, William Wongso, kami lantas menuju Pasar Ubud yang letaknya tak jauh dari Kamandalu Resort. "Kalau sedang berada di Ubud dan ingin tahu makanan tradisional khas Bali, datanglah ke Pasar Ubud untuk melihat langsung seperti apa makanan Bali," ujar William Wongso yang terlihat energik itu.

Tiba di Pasar Ubud, suasana pasar tradisional sebagaimana biasa mulai terasa. Ada penjual dan ada pembeli, otomatis terjadi transaksi. Yang unik setiap memasuki pasar di Bali adalah para penjual bunga dan berbagai perangkat persembahan untuk persembahyangan umat Hindu. Tercium harum bunga yang begitu segar di pagi hari yang cerah.

yogi-chef

I Ketut Yogi Artana, Sous Chef Kamandalu Resort and Spa mempraktikkan cara membuat lawar di Yoga House. (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)

Di tengah hiruk pikuk pembeli dan penjual di Pasar Ubud, setiap pengunjung pasar mencari keperluannya masing-masing. Rombongan dari Kamandalu Resort and Spa justru blusukan mencari makanan khas Bali di pasar tersebut. "Ini namanya urap. Beragam sayuran dan bumbunya dicampur menjadi satu dengan parutan kelapa," ujar William Wongso.

Penjual urap terlihat sibuk melayani pembeli. Nasi dicampur dengan sayur kacang panjang, tauge dan singkong lantas dibungkus dengan daun pisang. Praktis. Pembeli yang mau menikmati urap di pasar atau dibawa pulang, tinggal memberitahukannya saja kepada pedagang. Makan nasi urap di pasar tradisional memiliki sensasi tersendiri. Suasana ramai di pasar tidak mempengaruhi niat pembeli yang dengan lahap menyantap makanan khas Bali itu.

"Kalau itu tum. Daging cincang yang pilihannya bisa menggunakan ayam atau babi. Kalau yang itu 'pesan' lindung. Bisa juga menggunakan bahan ikan atau ayam," kata I Ketut Yogi Artana, Sous Chef Kamandalu Resort and Spa yang juga ikut menemani rombongan di Pasar Ubud.

Makan nasi plus urap dicampur sambal goreng, pengunjung tinggal mengeluarkan uang Rp 1.500. Harga tum sekitar Rp 1.000. Sementara harga 'pesan' ada yang Rp 1.500 (dibungkus daun pisang ukuran kecil) dan Rp 3.000 (ukuran besar).

lawar-klungah

Lawar kelungah. (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)

Pagi itu, Pasar Ubud tidak hanya dipenuhi penduduk lokal untuk berbalanja keperluan sehari-hari, namun juga diramaikan oleh kunjungan wisatawan mancanegara yang didampingi pemandu wisata masing-masing. Selain melihat langsung berbagai makanan khas Bali, wisatawan pun juga diajak mengenal lebih dekat berbagai bahan-bahan bumbu khas Bali, seperti kunyit, lengkuas, daun salam, jahe, kemiri, ketumbar, kelapa dan sebagainya.

Para wisatawan yang mengunjungi Pasar Ubud terlihat begitu antusias dan mendengarkan dengan tekun penjelasan yang diberikan oleh pemandu wisata, seperti soal sate, 'pesan' sampai lindung atau belut yang masih bergerak-gerak dalam ember.

Bagi rombongan Kamandalu yang ditemani Ketut Yogi dan William Wongso pun juga tak kalah antusias mencoba makanan khas Bali, termasuk ayam betutu yang juga dijajakan di Pasar Ubud. "Makanan di sini masih fresh," kata William.

Setelah puas blusukan di Pasar Ubud, rombongan kembali ke Kamandalu Resort and Spa. Francisca lantas mengajak kami menuju Yoga House guna melihat langsung cara Ketut Yogi memasak makanan khas Bali.

praktik-sate

Praktik membuat sate lilit di Yoga House. (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)

Kami pun menuruni tangga menuju Yoga House yang terletak di tepi resort yang memiliki pemandangan indah pedesaan Ubud itu. Ketut Yogi pun mulai beraksi. Bumbu atau basa (bahasa Bali) sudah siap di atas meja yang dikenal dengan basa genep atau bumbu dasar masakan Bali. Basa genep yang merupakan campuran dari bawang putih, bawang merah, garam, cabai merah, kencur, jahe, lengkuas, kemiri, selai, daun salam sudah ditumbuk menjadi satu.

Pihak Kamandalu hari itu sudah menyiapkan paket membuat soup gerang asem ayam, lawar nangka, lawar gedang, lawar klungah, sate lilit ikan, sate komoh, sate ayam rica-rica, sate manis daging sapi. Sebagai dessert-nya, Ketut Yogi menyiapkan pisang lawe.

Untuk membuat soup gerang asem ayam, Ketut Yogi, memasukkan daging ke dalam mangkuk sup. Selanjutnya basa genep, kaldu ayam, dan sereh yang dirajang. Lantas dimasukkan daun jeruk yang diiris halus dan daun salam. "Setelah itu masukkan sayur atau tomat atau wortel atau kentang sesuai dengan keinginan Anda. Lantas beri garam dan merica. Selesai sudah," kata Ketut Yogi. Cuma 5 menit Ketut Yogi sudah selesai membuat soup gerang asem ayam.

Menurut William untuk memasak memang lebih bagus menggunakan bumbu asli ketimbang MSG, karena lidah orang Indonesia sudah terbiasa. "Kita tidak pakai MSG (monosodium glutamat)," kata Ketut Yogi.

William menambahkan, kalau menggunakan bumbu asli, rasa enaknya di tengah. "Kalau menggunakan MSG, rasa enaknya di depan," katanya.

bumbu-bali

Aneka bumbu masakan Bali. (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)

Selanjutnya untuk membuat lawar tersedia berbagai pilihan. Ketut Yogi memperlihatkan cara membuat lawar nangka yang bahannya dari nangka muda. Dia memasukkan madam ayam yakni daging ayam memakai bumbu bali plus santan. lantas kelapa yang sudah diparut, bawang goreng, cabe, terasi, limau, daun jeruk.

"Aduk kelapa sama madamnya. Lantas masukkan nangka yang sudah direbus dan dipotong-potong. Aduk sampai rata. Yang penting, ada madam, bumbu goreng, santan. Jadi. Silakan cicipi," kata Yogi seraya menyodorkannya kepada awak media yang mengelilinginya.

Kami pun menyodorkan tangan untuk mencicipinya. "Bagaimana? Enak kan?" kata GM Kamandalu Resort and Spa, Darmawan P Drajat sambil tersenyum.

Sementara pembuatan lawar gedang menggunakan pepaya muda dan lawar klungah menggunakan isi kelapa yang masih muda. Yogi pun mempersilakan awak media yang ingin membuat lawar untuk mempraktikkannya langsung. Satu persatu kami pun mencoba membuat lawar dengan dipandu Ketut Yogi.

Yang lebih menarik adalah pembuatan sate. Bahannya boleh beda, tapi cara pembuatannya secara umum sama. Di mana bahan-bahan tadi seperti ikan dan daging ayam yang sudah dipotong-potong dicampur dengan bawang goreng, bawang putih, cabai, terasi, bumbu genep diaduk. Selanjutnya masuk daun jeruk, garam, lada dan gula merah. "Diaduk dengan gemes ya," kata Yogi sembari tertawa.

Setelah adukan merata, barulah daging tadi siap ditusuk dan dibakar. Memang untuk mengaduk daging dan menusuknya lebih praktis menggunakan tangan tanpa sarung tangan, sehingga merasakan bumbu-bumbu meresap ke dalam daging. Awak media yang mencoba pun begitu antusias. Meski tangan belepotan dengan bumbu, mereka melakukannya dengan serius disertai di alam pedesaan Ubud yang masih asri itu.

Terakhir, Ketut Yogi mempraktikkan cara pembuatan pisang lawe. Bahannya pisang kepok yang sudah dipotong-potong diaduk dengan tepung beras, santan dan garam, lantas direbus di air yang mendidih. "Kalau sudah matang, pisang tersebut akan terapung ke permukaan. Kemudian diangkat, selanjutnya dicampur dengan kelapa parut dan gula jawa," kata Yogi.

sate-lilit

Proses membuat sate lilit. (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)

Lengkap sudah acara memasak hari itu. Berikutnya semua menu masakan yang dibuat tersebut disantap bersama-sama di Yoga House Kamandalu Resort and Spa.

Ketut Yogi menjelaskan, inilah salah satu paket yang ditawarkan Kamandalu kepada tamu yakni cooking class. Paket dibagi dua, tamu bisa memilih ikut tur ke Pasar Ubud atau tidak. Kalau memilih cooking class dan tur ke pasar bisa menghabiskan waktu sekitar 3 jam. Tanpa tur ke pasar hanya 2 jam.

Paket ini sangat disukai turis dari Eropa. "Mereka tahu masakan Bali, pernah merasakan, tetapi belum tahu bagaimana cara membuatnya. Apalagi dalam cooking class ini para tamu akan mengetahui bagaimana cara penyajian makanan khas Bali dan memakan apa yang telah mereka buat," tambah Ketut Yogi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

    Memaknai Tradisi Thudong, Lebih dari Sekadar Jalan Kaki

    Hotel Story
    Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

    Pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 Digelar mulai 30 Mei

    Travel Update
    10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

    10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

    Jalan Jalan
    Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

    Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

    Travel Update
    Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

    Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

    Travel Update
    Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

    Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

    Travel Update
    Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

    Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

    Travel Update
    Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

    Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

    Hotel Story
    10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

    10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

    Jalan Jalan
    Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

    Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

    Travel Update
    Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

    Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

    Travel Update
    3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

    3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

    Travel Update
    Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

    Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

    Hotel Story
    iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

    iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

    Travel Update
    9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

    9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

    Jalan Jalan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com