Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran dari Tepian Sungai Cinta

Kompas.com - 23/05/2013, 13:37 WIB

Pada 1908, dibangunlah pelabuhan laut persis di muara sungai. Keadaan ini berlanjut ketika Formosa jatuh di bawah kendali Republik China-Taiwan dengan tokoh legendarisnya: Chiang Kai-Shek.

Seiring perubahan ekonomi Taiwan dari pertanian ke industri, tahun 1960-an, pabrik-pabrik mulai bermunculan di sekitar Kaohsiung. Urbanisasi pun menyertainya. Sejak itu pula Sungai Cinta mulai tercemar berat. Limbah industri dan limbah domestik mengalir ke badan sungai, menghadirkan pemandangan tak sedap disertai bau sangat menyengat.

Pada 1979, sebuah gerakan untuk menormalisasi Sungai Cinta digulirkan oleh pemerintah kota Kaohsiung. Satu set pintu air dibangun untuk ”menangkap” sampah dan limbah cair. Sampah hasil ”tangkapan” tadi kemudian dikirim ke instalasi pengolahan di Distrik Cijin, sebuah pulau kecil di lepas pantai Kaohsiung.

Hasilnya memang menunjukkan kemajuan. Sungai Cinta mulai enak dipandang, tetapi belum maksimal. Sistem ”penangkapan” dan pengolahan limbah yang diterapkan pada tahap awal tersebut hanya efektif di luar musim hujan, Oktober-April. Ketika musim hujan tiba, Mei-September, pintu-pintu air harus dibuka seiring terjadinya peningkatan muka air di badan sungai.

Namun, pemerintah kota Kaohsiung seperti tak mengenal kata menyerah. Berbagai langkah ditempuh dengan beragam upaya. Meski kerap terkendala oleh siklus alam, termasuk fenomena pasang surut air laut yang datang dari muara sungai, program normalisasi dan restorasi sungai terus berlangsung: hingga kini! Saat ini sedikitnya ada sembilan pintu air ”penangkap” sampah domestik dan limbah industri di kedua sisi tepian Sungai Cinta.

Berkat upaya gigih dan terus-menerus tanpa henti, sungai yang dulu kotor dan bau itu kini seperti kehilangan jejaknya. Terlebih ketika pemerintah kota membangun taman penuh pepohonan rindang, bunga-bunga aneka warna, serta jalur sepeda dan ruas bagi pejalan kaki, Sungai Cinta pun terus bersolek menata diri.

Di sanalah malam itu kami ”terdampar” dalam sepenggal perjalanan di Taiwan selatan. Ketika malam kian larut, suara musik jazz dan blues kian terdengar sayup, langkah kaki kami pun melangkah menjauh, sembari menyisakan tanya: mungkinkah ada pejabat di negeri kepulauan ini yang mau memetik pelajaran berharga dari tepian Sungai Cinta? (Kenedi Nurhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com