Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rayakan Nikmatnya Santapan Rakyat

Kompas.com - 06/06/2013, 08:58 WIB

Oleh Nur Hidayati dan Aryo Wisanggeni

Senja sudah turun sempurna saat kami duduk lesehan beralas tikar di trotoar bilangan Kratonan, Solo. Di tengah suasana remang, segenap rasa lezat tersuguh dalam sepincuk nasi liwet.

Seperangkat menu nasi liwet Bu Parmi (55) diwadahi tenggok alias bakul anyaman tempat makanan. Panci sayur dan bakul kedua yang berisi ketan bubuk juruh dan cabuk rambak digelar juga di sampingnya. Ditemani anak perempuannya, Sarmini, Bu Parmi cekatan melayani pembeli yang meramaikan tepi jalan itu.

Nasi liwet memang ikon Kota Solo, seperti juga gudeg jadi ikon Yogyakarta. Nasinya gurih karena dimasak dengan santan, salam, dan garam. Paduan penyajiannya sudah pakem: dengan sayur sambal goreng labu yang berkuah, suwiran daging ayam atau potongan besar (bergantung pada selera pembeli), areh santan, dan kukusan telur. Boleh juga ditambah telur utuh yang dimasak pindang.

Seperangkat sajian nasi liwet itu seperti ”perayaan” rasa gurih. Selain dari nasinya, olahan ayamnya juga berkontribusi penting. Untuk memasaknya, daging ayam direbus dengan bawang merah, bawang putih, salam, lengkuas, kunyit, jahe, garam, dan sedikit ketumbar, tanpa santan, juga tanpa gula.

Di Solo, nasi liwet adalah sajian sarapan pagi atau makan malam. Begitu fajar menyingsing, pedagang nasi liwet biasa berkeliling permukiman sambil memanggul bakul nasi liwet di punggung. Sementara pada malam hari, di sejumlah sudut Kota Solo, para pedagang nasi liwet mangkal dan tak pernah kekurangan pembeli. Salah satunya Bu Parmi, yang menjajakan nasi liwet sejak 30 tahun lalu.

Sejarawan dari Universitas Sebelas Maret, Solo, Heri Priyatmoko, bahkan menyebutkan, nasi liwet adalah ”kemenangan citarasa asli Jawa” dalam kancah kuliner di kota itu. ”Uniknya, nasi liwet paling enak itu, ya, yang di pinggir jalan. Kalau sudah masuk restoran, malah enggak enak,” ujar Heri.

Keunikan lainnya, hampir tak ada rumah tangga di Solo yang memasak sendiri nasi liwet di rumah untuk sarapan atau makan malam sekeluarga. Nasi liwet seolah menu khusus untuk jajan atau dibeli.

Melimpah

Menu lain yang tenar untuk jajan sarapan bersama keluarga di Solo adalah soto. Soto di kota ini, baik yang menggunakan daging sapi maupun daging ayam biasa disebut soto bening karena memang tak bersantan.

Warung Soto Mbok Giyem, Soto Kirana, Soto Gading, Soto Bu Hadi, dan masih banyak lagi warung soto di Solo diramaikan pembeli setiap pagi. Pada akhir pekan, apalagi pada musim liburan, suasana warung-warung soto itu lebih cocok digambarkan dengan dua kata: sesak dan antre. Meski begitu, di Solo, semangat untuk jajan berburu sarapan tak mudah dipatahkan.

”Kalau akhir pekan, sarapannya enggak cuma dalam kota. Berburu soto bisa sampai Kartasura dan Tawangmangu,” ujar Anna (44) bercerita tentang tradisi keluarganya.

Solo juga menawarkan jajanan malam yang tak kalah banyaknya. Bestik, bakmi, gudeg, dan jenang lemu adalah sebagian di antaranya. Gudeg Bu Mari di Singosaren, Solo, bahkan buka 24 jam. Dalam satu siklus harian, menu yang paling cepat tandas di warung ini adalah gudeg ceker. Mengunyah ceker yang sudah diolah empuk dan gurih memberikan keasyikan khas.

Suasana dan jerih payah untuk bersantap seolah jadi ”bumbu”. Itulah yang dirasakan Diana (36). Ia sabar menunggu penjual pukis langganannya di seberang Pasar Gede Solo mengolah pukis. Baginya, duduk di bangku kayu di pinggir jalan sambil menikmati suasana pagi yang meriah di depan pasar sungguh mengasyikkan.

”Enggak apa-apa pukisnya belum matang. Kita bisa menunggu sambil duduk-duduk lihat suasana. Ini, kan, Solo, bukan Jakarta,” ujarnya.

Kepala kambing

Kenikmatan memang tak harus mewah. Dari pinggir jalan, sudut-sudut kampung, atau di balik keriuhan pasar tradisional, kenikmatan bisa disuguhkan. Bahannya pun tak harus yang ”kelas satu”. Di Solo, tengkleng membuat bagian-bagian kambing yang dulu tidak dilirik orang menjadi hidangan yang diburu. Seperti itu pula di Yogyakarta, baceman kambing menawarkan kenikmatan yang dicari-cari orang.

Suatu petang di Kampung Babadan Baru, Jalan Kaliurang, Yogyakarta, Sujinten (67) mengupas daging dan bagian tulang lunak yang menempel di kaki kambing yang sudah dibacem. Bagian kambing yang biasanya dibacem adalah kepala—termasuk lidah, mata, kuping, otak yang ada di situ itu—dan kaki-kaki.

Sujinten menjelaskan, dibacem artinya bagian kambing itu direbus dengan bumbu bawang merah, serai, daun salam, lengkuas, jahe, gula kelapa, dan jeruk nipis. Setelah empuk—biasanya membutuhkan waktu sekitar dua jam—barulah bagian-bagian kambing itu ditiriskan. Ketika akan dihidangkan, rebusan itu akan digoreng lebih dulu.

Setelah digoreng, irisan baceman kambing pun tersaji panas-panas, ditemani kuah gula kelapa berbumbu salam, lengkuas, serai, jahe, dan daun jeruk purut. Tak ketinggalan, ulekan cabai rawit dengan bawang putih. Rasa gurih, manis, dan pedas berpadu sempurna di situ. Suguhan sedap ini juga tak menyisakan jejak bau prengus kambing.

Bersama suaminya, Sukirman, Sujinten berjualan baceman kambing sejak tahun 1970-an. Pasangan ini adalah generasi ketiga penjaja baceman kambing. ”Dulunya Mbah Kasan, eyangnya Pak Sukirman, jualan ini juga di daerah Demangan,” ujar Sujinten.

Kampung Babadan Baru punya sejarah lama sebagai tempat penjagalan. Pada masa lalu, kepala kambing sempat sekadar material buangan yang tak laku. Akan tetapi, mendiang Mbah Kasan yang warga asli kampung itu meramu resep baceman untuk mengolahnya.

Seperti juga tengkleng, baceman kambing adalah kenikmatan yang lahir ketika rakyat diimpit kesusahan dan keterbatasan. Mereka mesti bersiasat untuk ikut merasakan aroma sedap yang biasa datang dari olahan daging. Hasilnya, sungguh tak kalah menggiurkan.

Mau menu ”ekstrem” lain? Jajal saja brongkos. Jika belum tahu rasanya, ingatlah rawon, sup segar Jawa Timur yang kuahnya hitam oleh keluak. Nah, bayangkanlah rawon itu berkuah santan kental, lalu dimanisi gula kelapa, itulah brongkos.

Citarasa masakan rumahan berisi kacang tolo, tahu, dan kulit melinjo, kadang diimbuhi telur ayam atau daging, itu barangkali memang ”terlalu Yogya” sehingga susah ditemukan di luar Yogyakarta. Buat yang belum pernah menjajal, Warung Ijo Bu Padmo di Jalan Turi, kawasan Pasar Tempel, Sleman, Yogyakarta, boleh jadi pilihan.

Kekhasan brongkos Bu Padmo yang sejak tahun 1950 berjualan di Pasar Tempel itu adalah memisahkan antara sayuran dan daging. Kacang tolo dan tahu putihnya justru disayur dengan santan tanpa keluak. Sementara tetelan, koyoran, dan daging disantan kental, lalu diimbuhi keluak.

Menantu Bu Padmo, Enni Nugroho (47), menuturkan, cara memasak yang meneruskan resep Bu Padmo itu membuat pembeli punya banyak pilihan rasa. Buat yang tidak suka kacang tolo dan tahu, bisa memilih brongkos tetelan, koyoran, atau daging. Kalau tak suka daging, pesanlah lodeh kacang tolo dan tahu, yang di warung Bu Padmo kondang sebagai sayur tolo.

Buat yang ingin menjajal brongkos tempo doeloe, pesanlah sayur tolo diimbuhi kuah brongkos. ”Sampai sekarang banyak juga pelanggan yang memesan sayur tolo diimbuhi kuah brongkos dan dagingnya. Kalau kulit melinjo, sejak dulu Bu Padmo memang tak pernah memakainya,” tutur Enni.

Akhirnya, demi rindu brongkos masa lalu, sepiring nasi sayur tolo yang banjir kuah brongkos berpindah tangan. Seseruput santan kental hitamnya tercicipi, sebenang rasa seperti jahe atau kencur? Santan manisnya, berpadu dengan rasa khas keluak dan..., hmm..., lezatlah pokoknya. Orang Jawa bilang nyamleng. (Helena Nababan/Sri Rejeki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

    8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

    Hotel Story
    Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

    Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

    Travel Update
    Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

    Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

    Travel Tips
    3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

    3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

    Travel Update
    4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

    4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

    Travel Update
    Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

    Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

    Travel Update
    10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

    10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

    Travel Tips
    5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

    5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

    Jalan Jalan
    5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

    5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

    Travel Tips
    Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

    Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

    Jalan Jalan
    Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

    Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

    Jalan Jalan
    Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

    Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

    Jalan Jalan
    Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

    Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

    Travel Update
    Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

    Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

    Jalan Jalan
    Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

    Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com