Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Telur Berdiri hingga Cuci Perahu Keramat

Kompas.com - 14/06/2013, 15:06 WIB

FESTIVAL Cisadane kembali digelar Pemerintah Kota Tangerang mulai 12 sampai 16 Juni 2013. Festival yang berkaitan dengan perayaan Peh Cun ini diharapkan membangkitkan tradisi budaya dan kesenian masyarakat Tangerang yang lama hilang sekaligus menjadi pemikat bagi pengembangan dunia pariwisata Tangerang.

Ratusan warga, mulai dari anak-anak hingga dewasa, anak sekolah, mahasiswa, sampai pekerja dan ibu rumah tangga, tumpah ruah di Jalan Kalipasir, Kota Tangerang, Banten, tepatnya di bantaran kali belakang Wihara Boen Tek Bio, Rabu (12/6/2013). Sejak pagi, mereka sudah berkumpul dan memenuhi sepanjang jalan itu. Sebagian dari mereka, terutama warga keturunan Tionghoa, melakukan persembahyangan di kelenteng sekitar pinggir Sungai Cisadane.

Setelah melakukan sembahyang, sebagian dari mereka melanjutkan ritual dengan naik ke kapal menuju Sungai Cisadane. Di atas kapal yang di sekelilingnya dikawal sejumlah perahu naga, warga keturunan Tionghoa melempar bacang dan tabur bunga ke sungai yang membelah sebagian Kota Tangerang tersebut. Tak hanya itu, warga juga melakukan ritual membakar replika naga merah dan hijau, lalu abunya dibuang di tengah sungai.

Seusai ritual tersebut, bersama warga lain yang sudah menunggu di sepanjang jalan itu, mereka langsung mendirikan telur. Waktu itu, jarum jam menunjukkan angka 11.30. Ajaib! Warga bisa mendirikan telur ayam tegak di salah satu sisinya yang meruncing. Sejumlah wisatawan mancanegara juga terlihat ikut mendirikan telur ayam dan mengabadikan momen yang jarang terjadi ini.

Sebagian besar dari ratusan telur yang telah disediakan tersebut bisa dibuat berdiri di atas jalan, trotoar, bahkan di turap kali. Atraksi ini hanya berlangsung maksimal 30 menit.

Telur bisa berdiri bukanlah akibat kekuatan gaib. Akan tetapi, saat itu, fenomena alam unik terjadi karena posisi Matahari berada di titik kulminasi terdekat dengan Bumi sehingga pengaruh gravitasi Matahari terhadap Bumi lebih kuat.

Tradisi menegakkan telur ini dilakukan hanya pada hari tertentu, yakni saat Toan Ngo. Pada pukul 11.00 sampai 13.00 diyakini telur bisa berdiri. Saat itulah umat Tionghoa di Tangerang dan sekitarnya merayakan Peh Cun. Tradisi ini bertepatan dengan tanggal 5 bulan 5 dalam kalender Imlek. Ini salah satu tradisi masyarakat Tionghoa.

Selanjutnya, pada puncak perayaan dilakukan persembahyangan Twan Yang di mana warga keturunan Tionghoa akan melepaskan bebek ke Sungai Cisadane untuk diperebutkan. Pelepasan bebek dari sangkar ini bertujuan membuat hidup orang terbebas dari kesialan serta dapat melanjutkan kehidupan dengan damai dan tenteram.

Malam sebelum puncak perayaan Peh Cun, warga keturunan Tionghoa akan memandikan perahu keramat berupa perahu naga (liong) dan perahu pak-pak. Pemandian perahu keramat ini dilakukan di Kongco atau kelenteng kecil di Jalan Iman Bonjol, Karawaci, Tangerang. Ritual ini sangat dinanti-nanti warga. Mereka akan berdesak-desakan untuk mendapatkan air bekas pemandian perahu itu karena dipercaya membawa berkah.

Perahu keramat yang dimandikan ada empat, yaitu dua perahu naga dan dua perahu pak-pak berwarna merah dan hijau. Perahu keramat ini terbuat dari sepotong kayu keramat yang ditemukan seorang warga Tionghoa di Tangerang pada akhir abad ke-19. Selanjutnya, replika perahu keramat itu dibuat tahun 1912 yang kemudian digunakan untuk perlombaan Peh Cun.

Perayaan Peh Cun di Tangerang diperkirakan mulai dilaksanakan tahun 1910. Saat itu, sungai-sungai di Jakarta sudah mendangkal sehingga perayaan dipindahkan ke Tangerang. Sungai Cisadane juga cukup luas sehingga Tangerang dinilai memenuhi syarat melaksanakan perayaan Peh Cun. Tahun 2000, setelah mendapat kebebasan untuk berekspresi, Pemerintah Kota Tangerang mengangkat kembali tradisi ini yang dikemas dalam Festival Cisadane. Festival ini diselenggarakan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Tangerang bekerja sama dengan warga dan komunitas Tionghoa di Tangerang.

Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata Kota Tangerang, Nurulhuda mengatakan, festival ini terus berkembang dengan tetap mengusung slogan pesta rakyat dan budaya rakyat.

Karena itu, penyelenggaraan tahun ini tidak hanya menampilkan budaya Tionghoa yang ada di Tangerang, tetapi juga kebudayaan dari sejumlah wilayah lain, seperti Betawi, Kalimantan Tengah, dan Jawa. Ada 22 grup yang ikut memeriahkan festival budaya ini. ”Selain digelar tari Lenggang Cisadane, kemeriahan acara juga diisi wayang golek dan wayang kulit serta lenong Betawi,” kata Nurulhuda.

Acara tahunan

Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Tangerang, Hendrasah Reza mengatakan, tahun ini penyelenggaraan Festival Cisadane lebih spesial dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelumnya penyelenggaraan dibuka pada waktu siang, kali ini dilakukan pada malam hari.

”Selain dimeriahkan dengan 2.600 letupan kembang api, di atas sungai ini juga akan dimeriahkan dengan permainan cahaya sinar laser. Di sepanjang sungai ini akan dipasang lampion. Kalau kembang api dan lampion dipasang siang hari, rasanya tidak meriah dan kurang afdal,” kata Reza.

Sebanyak 300 lampion warna-warni dipasang, 150 lampion di antaranya dipasang di bagian turap Cisadane dan 150 lainnya di sepanjang Jalan Letda Dadang Suprapto. Selain itu, replika naga raksasa sepanjang 35 meter dengan diameter 1 meter dipasang di punggung jembatan Gerendeng.

Festival ini akan diisi, antara lain, dengan lomba adu cepat perahu naga, lomba dayung tingkat nasional, membuat bacang terbesar, mengikat bacang, dan perahu hias. Tak lupa pameran produk-produk dan kuliner khas Benteng (sebutan daerah Tangerang), seni budaya tradisional berupa liong, barongsai, gambang keromong, dan lain-lain.

Penyelenggaraan tahun ini adalah perayaan ke-10 kali sejak tahun 2003. Wakil Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah mengatakan, festival ini akan terus digelar sebagai upaya melestarikan keragaman budaya yang ada di Kota Tangerang. Keragaman sebuah kota yang dihuni pendatang dari China, Betawi, Jawa, dan kelompok etnis lainnya. Dengan adanya festival ini, masyarakat juga diajak untuk menjaga kebersihan Sungai Cisadane sekaligus menjaga, memelihara, dan melestarikan budaya setempat.

Penasihat Panitia Perayaan Peh Cun dari Boen Tek Bio, Sugianto, mengatakan, festival ini ingin menghidupkan kembali dan melestarikan kekayaan budaya Peh Cun seperti yang dilakukan puluhan tahun lalu.

Festival Cisadane sudah menjadi ikon bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam memberdayakan kebudayaan Tionghoa di daerah ini sekaligus melestarikan Sungai Cisadane. Tradisi ini akan terus dipertahankan dengan cara terus-menerus menggelar Festival Cisadane. Tak muluk-muluk. Paling tidak, pelestarian budaya dan wisata bahari Sungai Cisadane bisa menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan dalam dan luar negeri mengunjungi Kota Tangerang. (Pingkan Elita Dundu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taman Air Tlatar Boyolali: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Taman Air Tlatar Boyolali: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Jalan Jalan
10 Destinasi Wisata Global Paling Menarik Selama Setahun, Ada Bali

10 Destinasi Wisata Global Paling Menarik Selama Setahun, Ada Bali

Travel Update
4 Tips Hindari Lelah karena Cuaca Panas Saat Mendaki

4 Tips Hindari Lelah karena Cuaca Panas Saat Mendaki

Travel Tips
65 Persen Turis Indonesia Gemar Belanja Saat Berlibur ke Luar Negeri

65 Persen Turis Indonesia Gemar Belanja Saat Berlibur ke Luar Negeri

Travel Update
5 Destinasi Wisata di Asia Pasifik Paling Populer, Ada Indonesia

5 Destinasi Wisata di Asia Pasifik Paling Populer, Ada Indonesia

Travel Update
Minimarket dengan Panorama Gunung Fuji di Jepang Akan Dipasang Layar Gelap pada 21 Mei 2024

Minimarket dengan Panorama Gunung Fuji di Jepang Akan Dipasang Layar Gelap pada 21 Mei 2024

Travel Update
Mampir ke Galeri K-Pop di Seoul, Bisa Foto-foto ala Video Klip

Mampir ke Galeri K-Pop di Seoul, Bisa Foto-foto ala Video Klip

Jalan Jalan
Syarat Mendaki Gunung Fuji di Jepang Tahun 2024, Bayar Rp 206.000

Syarat Mendaki Gunung Fuji di Jepang Tahun 2024, Bayar Rp 206.000

Travel Update
10 Bandara Terbersih 2024, Tokyo Masih Memimpin

10 Bandara Terbersih 2024, Tokyo Masih Memimpin

Travel Update
Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Larangan Study Tour ke Luar Provinsi Disesalkan Pelaku Wisata di Bantul

Travel Update
5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

5 Wisata Alam di Purwokerto, Terdapat Kolam Alami di Tengah Hutan

Jalan Jalan
5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

5 Hotel Sekitar Dago Bakery Punclut Bandung, mulai Rp 190.000

Hotel Story
Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Makoya Pandaan: Daya Tarik, Tiket Masuk, dan Jam Buka

Jalan Jalan
5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

5 Peralatan yang Harus Dibawa Saat Camping di Pantai

Travel Tips
Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Kemendikbudristek Luncurkan Indonesian Heritage Agency, Kelola Museum dan Cagar Budaya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com