Sore di bulan Agustus 2013 itu angin bertiup kencang. Kapal-kapal motor cepat yang ditambatkan di Marina berayun-ayum dipermainkan ombak. Seorang laki-laki yang baru saja pulang memancing di Teluk Jakarta mengingatkan, semakin malam ombak akan semakin besar. ”Tingginya bisa 2 meter. Siap-siap basah kuyup diguyur air laut, ya,” katanya.
Kapal bergerak meninggalkan Marina yang terlindung dari ombak besar. Semakin menjauh dari Marina, semakin besar ombak yang datang. Kapal meliuk di antara ombak di laut yang tampak bergejolak. Teriakan kecil penumpang yang senang bercampur waswas mulai terdengar bersahutan, dan teriakan itu terdengar memuncak ketika ombak besar menggempur kapal. Air menciprat masuk dan membasahi penumpang yang duduk di bagian atas kapal.
Perjalanan ke Pulau Kelor sore itu memakan waktu 30 menit dari seharusnya 20 menit. Namun, tak mudah bagi kapal untuk segera merapat ke dermaga di tengah terjangan ombak. Beberapa penumpang mulai mabok akibat diombang-ambing ombak.
Perjalanan yang cukup menantang itu langsung terlupa ketika kaki melangkah ke Pulau Kelor yang berpasir putih. Dari pulau itu, kita bisa melihat kapal-kapal yang melintasi Teluk Jakarta, bahkan gedung-gedung di kawasan Ancol. Pulau itu ternyata begitu dekat. Jaraknya hanya sekitar 2 kilometer dari Ancol, tetapi suasananya tidak menyisakan sedikit pun wajah Jakarta.
Benteng Martello terbuat dari batu bata merah. Warnanya menjadi tembaga jika terkena sinar matahari sore. Benteng bulat itu anggun dan cantik. Namun, di luar keanggunannya ia tetaplah bagian dari sejarah gelap peperangan. Dari lubang-lubang besar itu meriam-meriam Belanda memuntahkan peluru ke kapal-kapal Portugis yang akan menyerang Batavia pada abad ke-17. Di pulau ini pula, sejumlah tahanan politik Belanda yang dihukum mati dikuburkan.
Dikubur waktu
Kisah kelam masa perang itu telah lama dikubur waktu. Yang tampak sekarang di Pulau Kelor adalah keindahan kala senja. Langit berwarna biru gelap dengan semburat jingga di ufuk barat. Kapal-kapal dan perahu nelayan di laut tampak seperti siluet yang belum sempurna.
Ketika malam hadir sempurna, lampu-lampu berwarna kuning dinyalakan di beberapa sudut pulau. Meja-meja berisi makanan lezat telah ditata rapi. Tetamu menikmati jamuan makan malam di bawah langit yang menyelinap di sela awan, di antara alunan lagu-lagu cinta yang dilantunkan kelompok Be3: Nola, Widi, dan Cynthia. Semua tamu yang hadir tampaknya sepakat, itu adalah pesta pernikahan yang romantis dan indah.
Pesta pernikahan berlangsung sekitar dua jam. Tetamu kembali berbaris di dermaga untuk menunggu kapal yang akan membawa pulang ke Marina. Ancol terasa begitu dekat, kerlap-kerlip lampunya seolah ada dalam genggaman. Kawasan itu hanya dipisahkan laut yang kini tampak seperti benda cair raksasa berwarna hitam.
Setelah satu jam menunggu, satu per satu kapal datang. Seperti sore tadi, kapal-kapal itu sulit merapat ke dermaga lantaran terus diempas ombak. Penumpang harus melompat dari dermaga ke dalam kapal. Seperti perjalanan datang, perjalanan pulang ini juga menantang. Kami tiba sekitar pukul sembilan malam dengan membawa kisah menyenangkan tentang sebuah upacara pernikahan yang indah.
Tak berpenghuni
Pulau Kelor termasuk dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau mungil tak berpenghuni itu terletak tidak jauh dari Pulau Bidadari, Pulau Kelapa, dan Pulau Onrust. Belakangan pasir putih pulau itu menarik minat calon pengantin untuk membuat foto prapernikahan atau pre-wedding. Namun, kata seorang polisi pariwisata Kepulauan Seribu, baru Atiqah dan Rio yang menggelar acara pernikahan dan makan malam di pulau ini.
Tampaknya pemerintah mesti bekerja keras jika serius ingin menjadikan gugusan Kepulauan Seribu, seperti Pulau Kelor, sebagai lokasi wisata pernikahan. Pemerintah mesti melengkapi fasilitas pendukung, mulai dari kapal, dermaga, tempat berteduh, sumber listrik, dan pengolahan sampah.
Jika itu tersedia, pasti banyak pasangan pengantin yang ingin mengikat janji di sana, di pulau yang indah kala senja. (Budi Suwarna)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.