Tanpa persiapan sebelumnya, sekelompok wisatawan bersyukur bisa mendapat tempat menginap malam itu di Desa Ngadisari, desa terakhir yang terdekat dengan obyek wisata di Pegunungan Bromo. Buru-buru mereka mencari informasi sewa mobil untuk berkelana dini hari itu.
Agus Rubiantoro (52) suka cita menyambut rezeki di tengah malam itu. Ia memacu Hartop-nya ke arah hotel dan bertemu calon penyewa. ”Kebetulan pas jatuh giliran saya untuk mengantar wisatawan. Harga sewa sama, Rp 600.000 untuk paket lengkap. Kalau untuk ke Panjakan bisa Rp 350.000 saja,” katanya.
Bisnis sewa Hartop di kawasan wisata Gunung Bromo dikelola dengan baik. Saat ini ada 600 unit Hartop dengan kapasitas angkut sampai delapan orang per mobil yang secara bergiliran melayani tamu. Menurut Agus, pamong desa mengatur agar pelayanan Hartop berdasarkan sistem antrean. Siapa pun mencuri kesempatan melayani wisatawan di luar antrean bisa didenda tiga kali dilewati gilirannya.
”Dengan sistem antrean, rezeki jadi merata. Tidak saingan,” kata Agus.
Agus, yang pekerjaan tetapnya adalah petani, mulai tertarik mendapat penghasilan tambahan dari bisnis wisata alam Bromo sejak tahun 1988. Kala itu, ia selaku pemilik dan penyewa kuda untuk berkeliling Bromo. Tak berapa lama, ia banting stir menjadi juru foto langsung jadi. Setelah terkumpul cukup modal, ia membeli Hartop. Kini, sudah dua unit Hartop dimilikinya dan siap disewakan.
Dengan penghasilan dari bertani dan sewa Hartop, hidup Agus dan keluarganya cukup sejahtera. Apa yang dirasakan Agus juga terjadi pada ratusan petani lain di Ngadisari, serta beberapa desa di sekitarnya.
Profesional
Cerita Agus membuat Bromo makin menarik. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Ngadisari Supoyo Taruno Supoharjo Joyo, kawasan wisata di Kecamatan Sukapura ini memang lebih tertata dan makin maju. Wisatawan merasa nyaman, tidak takut ”dikepruk” harga mahal yang tak standar saat menikmati Bromo.
”Bromo yang dikenal sebagai gunung tercantik di dunia sayang jika harus direcoki masalah pengelolaan wisata yang tidak profesional. Di sini, kami berupaya melatih dan menerapkan pelayanan profesional itu meskipun semua tenaganya adalah petani,” kata Supoyo.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.