LAUT di perairan Sulawesi ibarat kulkas raksasa. Cukup melangkah ke pantai, orang sudah mendapat kerang. Bergeser beberapa puluh meter ke laut dangkal, orang bisa menangkap cumi-cumi dan ikan-ikan karang. Masyarakat Bugis-Makassar bisa berpesta makan ikan.
Nurdin (28) duduk santai di atas sampan yang ditambatkan di pantai Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Jeneponto, Sulawesi Selatan. Dia bilang, sebentar lagi akan melaut di sekitar pantai. ”Tadi pagi sudah melaut. Sebentar saja dapat banyak cumi-cumi. Saya jual cumi-cumi itu Rp 80.000,” katanya, suatu siang pada pertengahan September 2013.
Tinggal di tepi pesisir selatan Sulawesi, mulai dari Takalar, Jeneponto, Bantaeng, hingga Bulukumba, sepertinya mudah. Jika ingin makanan laut, orang tinggal melangkah ke pantai. ”Kita pasti dapat kerang. Kalau mau makan cumi-cumi, tinggal bersampan 10 menit ke tengah laut dan menebar jala. Kalau ingin ikan sunu, lamuru, atau cakalang, tinggal bergeser beberapa puluh meter ke bagian laut yang lebih dalam,” ujar Nurdin yang sehari-hari bekerja sebagai buruh kasar.
Laut sudah seperti kulkas raksasa yang menyimpan miliaran ikan lezat. Kapan orang perlu ikan, tinggal mengambilnya. Bahkan, anak-anak yang tinggal di sekitar pantai jika ingin ngemil mereka tinggal melompat ke laut untuk mencari kerang dan bulu babi. Isi kerang dan bulu babi itu lantas dimakan mentah-mentah. Rasanya ternyata memang enak. Gurih dan manis.
Tumpah ke darat
Di Pangkalan Pendaratan Ikan Paotere, Makassar, kekayaan Laut Sulawesi dan sekitarnya seolah tumpah ke darat setiap hari. Ketika matahari belum muncul, kapal-kapal nelayan satu per satu merapat ke dermaga. Para nelayan kemudian menguras berton-ton ikan tangkapan yang memenuhi lambung-lambung kapal. Di antara mereka ada Daeng Jalla (41) beserta empat rekan kerjanya. Ia tampak senang karena tangkapan hari itu cukup baik. ”Cuaca sedang bagus. Ombak tak terlalu besar,” ujar pria yang mengarungi Selat Makassar selama sepekan itu.
Daeng dan teman-temannya lantas mengelompokkan ikan tangkapan berdasarkan jenis. Pekerjaannya berakhir, ikan lantas berpindah tangan ke Sangkala, juragan ikan yang memodali Daeng Jalla dan kawan- kawan berlayar. Ikan-ikan itu sebagian disisihkan untuk restoran yang berlangganan kepada Sangkala, sebagian lagi dijual di Pasar Ikan Paotere.
Hanya perlu waktu dua jam transaksi untuk meludeskan ikan yang dijual di sana. Menjelang sore nanti, aktivitas seperti itu berulang lagi. Dan, tempat pelelangan Paotere tidak pernah kehabisan ikan. ”Ikan selalu ada, hanya jenisnya yang berganti,” ujar Badrul, nelayan yang biasa mangkal di Paotere.
Setiap hari ikan yang tumpah di Paotere sekitar 70 ton. Ikan sebanyak itu mengalir ke pasar, rumah tangga, dan rumah makan seperti restoran nelayan dan restoran apong. Yuni, salah seorang pemilik restoran nelayan, mengatakan, setiap hari restorannya mendapat pasokan 500-700 ekor ikan dari Paotere dan Parepare. ”Ikan segitu selalu ludes terjual dalam sehari,” tambah Yuni.
Ikan laut dalam yang sulit didapat seperti escolar atau gindara juga tersedia di sini. ”Ikan yang kami jual kira-kira jumlahnya 30 jenis. Belum lagi cumi, kepiting, dan udang kipas,” ujar Apong.
Setiap hari, kata Apong, ia menerima sekitar 500 kilogram ikan dari para nelayan. Itu di luar ikan laut dalam yang sulit diperoleh. ”Kalau ikan escolar, berapa pun yang mereka pasok, saya tampung,” kata Apong.
Ikan escolar yang panjangnya bisa mencapai 2 meter itu, dimasukkan Apong ke dalam lemari pembeku berkapasitas 5 ton. Di sanalah sebagian penghuni Laut Sulawesi lebih mudah kita temukan daripada di laut lepas.
Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Nurhayati Rahman menjelaskan, ikan dalam kultur Bugis adalah makanan terhormat. ”Kalau makan tidak ada ikan, dianggap tidak ada siri’ (rasa bangga). Bisa diejek sama tetangga,” kata Nurhayati.
Karena ikan mengandung siri’, lanjut Nurhayati, orang banyak makan ikan. Satu ekor ikan hanya dimakan satu orang. ”Secara sosial, makan satu ikan ramai-ramai tidak diterima. Tangan kita bisa dicubit,” kata Nurhayati. (Be Julianery, Litbang Kompas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.