Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenun Toraja, Kain Tanda Cinta Kasih di "Rambu Solo"

Kompas.com - 25/05/2014, 19:33 WIB

Karena bisa menjual tenun yang mirip dengan tenun Toraja dengan harga lebih murah, pesanan pun mengalir mulai dari instansi pemerintah di Toraja hingga gerai oleh-oleh di Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar. Meski tenun Jawa laris manis, Tulen Arts tetap menyediakan tenun asli buatan tangan perajin Toraja.

Ludes terjual

Tenun asli Toraja sebenarnya mudah dikenali. Dengan sekali sentuh, bakal terasa bahwa tenun Toraja lebih kasar daripada tenun ATBM. Meski sama-sama berbahan baku benang poliester dengan motif serupa berupa aksen permainan garis, tenun Toraja lebih tebal dan berat. Karena dibuat langsung dengan tangan, lebar tenun Toraja tak akan melebihi 70 sentimeter. Bandingkan dengan tenun ATBM yang bisa mencapai lebar lebih dari 100 sentimeter.

Serbuan tenun dari luar Toraja ini bahkan menelusup hingga ke satu-satunya sentra tenun Tana Toraja, yaitu di Sa’dan To’barana. Sembilan kios yang ada di Sa’dan To’barana juga disesaki tenun-tenun dari Jawa dan Sumba. Produksi tenun dari para perajin yang menenun di kios-kios ini tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan sehingga mereka memilih mendatangkan tenun dari luar Toraja.

Tingginya minat wisatawan terhadap tenun Toraja belum diimbangi dengan regenerasi petenun. Kini, perajin juga sibuk memenuhi permintaan tenun dari warga lokal Toraja setelah adanya kebijakan wajib memakai tenun bagi pegawai negeri setiap satu pekan sekali. Akibatnya, produksi tenun khas Toraja ludes terjual dari tangan perajin. Pembeli bahkan harus antre hingga berbulan-bulan.

Tokoh masyarakat Toraja yang menerima anugerah kebudayaan tahun 2004 dari pemerintah pusat, Tinting Sarungallo (63), menilai lunturnya pemanfaatan tenun dalam tradisi dan keseharian masyarakat Toraja tak lepas dari perubahan zaman. Menurut dia, masyarakat Toraja mulai menjauh dari tenun untuk ritual sejak meninggalkan ajaran agama tua dan beralih ke agama Kristen yang kini dianut mayoritas warga Toraja.

Proses membungkus mayat dengan tenun, menurut Tinting, perlahan mulai ditinggalkan sejak 1990-an. ”Ada perubahan enggak harus dibungkus tenun. Kepercayaan leluhur sudah kurang. Keluarganya merasa terikat jika dibalut tenun,” ungkap Tinting.

Kini, perlahan tetapi pasti, masyarakat Toraja mulai kembali melirik tenun. Upacara keagamaan, seperti perayaan 100 tahun Injil masuk Toraja atau ibadat hari Minggu, mewajibkan jemaatnya memakai tenun. Kecintaan terhadap tenun dari tanah tinggi Toraja ini menempatkannya pada tempat tertinggi di hati dan tradisi masyarakat Toraja. (Mawar Kusuma & Dwi As Setianingsih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com