Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Musik Bambu

Kompas.com - 28/06/2014, 11:45 WIB

Di Jawa Barat, angklung mewakili musik tradisional berbahan bambu dari tatar Pasundan. Udjo Ngalagena, maestro angklung Sunda, dalam buku hariannya pada 3 Mei 2001, menuliskan, ”Saung angklung tak ingin hidup sesaat, tetapi dari generasi ke generasi”.

Alat musik bambu itu memang tak punah. Ada sekitar 400 komunitas angklung, salah satunya Saung Angklung Udjo (SAU) yang didirikan Udjo tahun 1966. SAU menjadi contoh sukses gerak ekonomi kreatif berbasis kesenian.

SAU kini menempati kawasan seluas 2 hektar di Jalan Padasuka 118, Kota Bandung. Awalnya, mereka hanya menempati rumah tinggal Udjo seluas 150 meter persegi.

Udjo belajar teori angklung dari Daeng Soetigna, ”Bapak Angkung Jabar”. Daeng menciptakan nada do-re-mi dengan angklung yang disebut diatonik. Sebelumnya, angklung memiliki nada tritonik atau tetratonik.

Wisatawan yang pertama kali datang ke SAU adalah enam turis asal Perancis yang dibawa biro perjalanan wisata Nitour. SAU pun kian dikenal. Kian banyak wisatawan yang datang.

SAU yang semula sanggar produksi alat musik bambu saja, berkat bantuan pemerintah dan swasta, berkembang menjadi tempat pertunjukan berkapasitas 500 orang dan pusat pelatihan angklung. SAU kini dikelola seorang anak Udjo, Taufik Hidayat Udjo. Ia menjabat Direktur Utama PT Saung Angklung Udjo.

Corporate Secretary PT Saung Angklung Udjo Bhawika Hikmat mengatakan, tren pengunjung ke SAU dari tahun ke tahun meningkat, sebagaimana pada 2013 yang mencapai 209.000 orang. SAU memiliki sekitar 300 anak didik.

Di Kota Cirebon, Jabar, alat musik tradisional dari bambu yang masih bertahan adalah suling dipadu gitar menjadi tarling. Tarling klasik, selain memakai suling dan gitar, membawakan lagu klasik yang diiringi gamelan pula.

Tokoh tarling klasik yang masih bertahan ialah Djana Partanain (77), pemimpin kelompok tarling Chandra Kirana. Bersama dengan sekitar 20 anggotanya, Djana masih membawakan tarling klasik dan drama. Beberapa kali ia masih diminta tampil dalam hajatan warga meski sudah tidak sesering dulu.

”Sebulan sekali ada tanggapan sudah beruntung,” ujar dia. Kini, kehidupan tarling mulai tergusur tardut, yaitu perpaduan gitar, suling, dan dangdut. (Gregorius Magnus Finesso, Samuel Oktora, dan Rini Kustiasih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com