Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Belanda, Semangat Belajar dari Keterbatasan

Kompas.com - 17/04/2015, 15:45 WIB

Kecanggihan teknologi juga memudahkan Enza Zaden, salah satu produsen bibit sayur di kawasan Seed Valey, leluasa melebarkan sayap ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Lebih dari 60 persen penghasilan mereka ditujukan bagi beragam penelitian.

Tetangganya, Incotech, produsen bibit lainnya, juga tak ketinggalan. Mereka membuat bibit tanaman dalam pelet penuh nutrisi dan menerapkan pemilihan DNA bibit terbaik. Bahkan, mereka kini tengah mempersiapkan teknologi robotik pemanen sayur.

Tidak ketinggalan, ketekunan Koppert Biological System, perusahaan yang getol mengembangbiakkan pestisida alami, seperti kepik merah (Delphastus catalinae) untuk menghalau lalat putih (Trialeurodes vaporariorum) atau tungau spidex (Phytoseiulus persimilis) untuk melawan spider mite (Tetranychus urticae), membuat Belanda mampu menyandingkan teknologi tinggi tanpa melupakan kearifan lokal pertanian.

Beragam riset juga dilakukan lembaga penelitian pemerintah, seperti Universitas dan Research Wageningen, Den Haag, yang getol meneliti rumah kaca. Ada juga Brightbox, pusat penelitian hasil kolaborasi perusahaan pertanian Botany, HAS University of Applied Sciences, produsen lampu Philips, dan Provinsi Limburg.

Ada juga Priva dan Greenq, perusahaan swasta yang fokus pada penelitian teknologi ramah lingkungan. Mereka memperkenalkan penggunaan geotermal, penghematan air, hingga kontrol jaminan pasokan CO2, dan kini getol mempromosikan keunggulan light emitting diode buatan dalam negeri memberikan nutrisi cahaya bagi tanaman.

Saat keunggulan itu dipaparkan di depan mata, ingatan melayang menuju Indonesia. Dikelilingi 129 gunung api, republik ini punya sekitar 40 persen panas bumi dunia. Ada potensi panas bumi hingga 27.140 megawatt atau setara 219 miliar barrel minyak tetapi baru 4 persen yang digunakan. Sektor pertanian belum melirik kegunaan sumber energi ini.

”Misalnya saya harus mengebor hingga kedalaman hingga 500 meter, orang Indonesia mungkin hanya setengahnya,” kata salah seorang pengelola Duijvestijen Tomatoes, Ad van Adrichem.

Lembaga penelitian pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi juga banyak tersebar di negara yang mengklaim sebagai bangsa agraris ini. Ada yang fokus di bidang pertanian atau bahkan mengembangkan pengembangan teknologi canggih.

Saat alam Indonesia begitu murah hati dan banyak orang pintar, masyarakat Indonesia juga punya warisan hidup bersama alam sejak ratusan tahun lalu. Simak kearifan lokal warga adat Baduy pantang membunuh serangga sahabat petani. Masyarakat adat Kuta yang tegas melindungi hutan adat demi pasokan air sepanjang tahun atau masyarakat Kampung Naga yang setia menerapkan sistem daur ulang air untuk lahan pertanian.

Segala modal itu sesungguhnya bisa menjadi keunggulan Indonesia. Hanya butuh semangat untuk bersama menghidupkannya agar memberi manfaat bagi banyak orang.

Warisan

Kenangan kehidupan di Belanda ratusan lalu juga dirasakan Arie Hann (50), pemilik toko bahan pakaian di Rotterdam saat mengunjungi Museum Van Gogh di Amsterdam, pekan lalu. Lama ia tertegun di depan lukisan ”Potato Eaters” yang dibuat Van Gogh saat hidup di Neunen, Belanda, 130 tahun lalu.

Mengaku bukan penikmat seni, mata Arie awas melihat jari jemari kurus para petani kentang menyiapkan makan malam. Suasana suram dalam dapur berasap semakin membuat perasaan Arie terbawa lebih dalam.

Arie mengatakan seperti diajarkan lagi semangat orang Belanda zaman dulu lewat satu-satunya karya lukisan yang laku terjual semasa Van Gogh hidup itu. Petani makan dari hasil kreativitasnya sendiri. Hasil panen kentang menjadi tenaga menanam kentang lain keesokan harinya.

”Nenek moyang kami tak menyerah sejak ratusan tahun lalu. Sekarang semangat itu dibangun bersama menggunakan kreativitas bernama teknologi. Kalau kami bisa seperti sekarang, bangsamu juga pasti bisa,” begitu katanya saat saya bertanya apakah ada kesempatan Indonesia menjadi besar melebihi bangsa mana pun di dunia. (Cornelius Helmy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com