Patung Gus Dur semasa kecil tersebut, Sabtu (25/4/2015), diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bersama-sama dengan Nyonya Sinta Nuriyah Wahid (istri Gus Dur), anak kedua Gus Dur, Zanuba Wahid (Yenny Wahid), perwakilan penggagas pembuatan patung Gus Dur dari Komodo Dragon Foundation, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan sejumlah tokoh lainnya, Basuki menarik kain hijau yang semula menutupi patung Gus Dur kecil.
Mengapa Taman Amir Hamzah dipilih sebagai lokasi penempatan patung Gus Dur? Hal ini tak lepas dari sejarah hidup Gus Dur yang sempat tinggal di kawasan tersebut. Taman Amir Hamzah adalah tempat Gus Dur bermain ketika tinggal di Jakarta antara tahun 1949 dan 1954. Saat itu, keluarga Gus Dur pindah ke Jakarta karena ayahnya, Wahid Hasyim, menjadi anggota kabinet, yaitu sebagai Menteri Agama. Wahid Hasyim membeli rumah tepat di depan Taman Amir Hamzah, yang sekarang menjadi Kantor The Wahid Institute. Bersama Marsilam Simanjuntak yang juga tetangganya, Gus Dur banyak menghabiskan siang harinya di taman tersebut.
Di taman itu pula, seniman instalasi Yani Mariani Sastranegara membuat patung perunggu menggambarkan Gus Dur sedang berdiri sambil membaca buku. Patung itu menghadap ke sebuah lapangan kecil dengan tinggi 1,2 meter yang berdiri di atas penyangga batu setinggi 80 sentimeter. Pembuatan patung seberat 400 kilogram tersebut sebenarnya digagas sejak tahun 2013 oleh Ron Mullers dan Dalton Tatonaka dari Komodo Dragon Foundation.
Ron Mullers mengungkapkan, patung Gus Dur merupakan patung kedua yang dibuat oleh Komodo Dragon Foundation. Sebelumnya, mereka pernah membuat patung Barack Obama semasa kecil di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Patung itu sekaligus untuk mengingat bahwa Obama pernah tinggal dan bersekolah di Indonesia.
”Obama itu anak kecil yang pernah sekolah di sini dan bisa menjadi presiden di Amerika Serikat. Lalu kita berpikir, Gus Dur dulu juga main di Menteng. Dia juga layak dibuat patung, tapi bukan patung dia sebagai presiden, tetapi saat dia masih anak-anak,” kata Mullers.
Baca buku sejak kecil
Mullers berharap patung Gus Dur tersebut bisa memberi inspirasi bagi anak-anak. Posisi tengah membaca buku mencerminkan kesukaan Gus Dur semenjak kecil gemar membaca.
”Dia mulai belajar sendiri dengan membaca buku. Sama seperti Presiden Soekarno, dia juga membaca. Otomatis punya pengetahuan yang banyak,” ujar Mullers.
Sejak kecil, Gus Dur memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya dan kerap berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta. Meski baru berusia 10 tahun, Gus Dur sudah akrab dengan novel-novel sastra dan juga buku-buku serius, seperti filsafat dan sejarah. Bahkan ketika masih duduk di sekolah menengah pertama (SMP), ia sudah melahap sejumlah buku berbahasa Inggris, seperti Das Kapital-nya Karl Marx, buku-buku Plato, Thalles, serta sejumlah karya Ernest Hemingway, dan John Steinbeck.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.