Papan reklame, sekaligus kios dodol khas Kandangan, dapat ditemui pula di sepanjang ruas jalan Trans-Kalimantan, mulai dari Kota Banjarmasin hingga Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin. Pemandangan yang sama ditemui pula di Jalan Trans-Kalimantan setelah Rantau, yakni Barabai, Tanjung, hingga di perbatasan Kalsel dan Kalimantan Timur.
Papan reklame yang dipasang, baik di toko oleh-oleh maupun kios kecil, ditampilkan dalam huruf besar tentang produsen makanan itu. Di rute inilah pesepeda Jelajah Sepeda Banjarmasin-Balikpapan yang digelar harian Kompas melintas. Dodol khas Kandangan dengan rasa yang beragam dapat dinikmati siapa pun yang mampir ke tempat penjualan itu.
Dodol, yang menjadi salah satu buah tangan khas dari Kalsel itu, dibuat di industri rumah tangga di sejumlah lokasi di Kandangan. Salah satunya adalah Desa Kapuh, Kecamatan Simpur. Di desa di jalan kecil ini terdapat salah satu produsen dodol terbesar, yakni dodol Ibu Mita.
Sabtu (25/4/2015) lalu, empat pekerja sibuk mengaduk-aduk adonan dodol di wajan berdiameter sekitar 80 sentimeter. Setiap wajan yang disebut kawah itu bisa menampung bahan baku adonan dodol hingga 45 kilogram.
Di tempat produksi yang terbuka itu terdapat sembilan kawah. Pada hari itu, hanya enam kawah yang digunakan. Empat pekerja yang semuanya laki-laki mengaduk-aduk bahan dodol di kawah yang saat itu digunakan, dengan alat pengaduk yang disebut tusuk.
Iwan (22), seorang pekerja, mengatakan, adonan dodol harus selalu diaduk saat dipanggang selama 3-4 jam agar masak merata. ”Kalau tidak sering dibolak-balik, nanti gosong dan itu membuat rasa dodol kurang enak,” katanya.
Menurut Salam (38), pekerja lainnya, mengaduk dodol harus telaten. Api dari kayu bakar juga harus selalu diperhatikan agar tak membesar, tetapi tetap menyala. Tidak ada teknik khusus untuk mengaduk adonan. ”Ya, mengaduk seperti biasa saja,” jelas warga Kapuh, yang sudah 20 tahun bekerja sebagai tukang aduk adonan dodol ini.
Adonan dodol yang masak langsung dituangkan ke dalam wadah untuk didinginkan. Proses pendinginan itu berlangsung selama sehari semalam. ”Adonan odol yang selesai dimasak siang ini baru bisa dibungkus besok pagi,” kata Revan (22), pekerja lainnya.
Laila (20), menantu Ibu Mita, bertugas mengawasi pembuatan dodol. Dia juga melayani pedagang yang kulakan. Siang itu, seorang laki-laki datang dan mengambil tumpukan dodol yang berupa lembaran kemasan termurah yang dibanderol Rp 1.500 per lembar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.