Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Sisi Istimewa Singapura untuk Berlibur... 1

Kompas.com - 12/08/2015, 17:22 WIB
MAU ke Singapura? Ke Universal Studio ya? Mau shopping dong pastinya! Jujur! Pada saat keluarga saya mengajak ke Singapura, ada rasa malas. Singapura saya kenal saat saya kecil, tapi bukan untuk permainan atraksi dari Amerika. Saat itu masih banyak yang dilihat dari segi budaya.

Pulang ke tanah air untuk lebaran dipakai kesempatan untuk orang tua mengajak anak, mantu dan cucu liburan ke Singapura. Bromo pun akhirnya mengalah untuk tahun ini, demi mendapatkan liburan bersama keluarga ke negara tetangga. Anak-anak kami penggemar berat alam dan museum, semakin aneh semakin semangat mereka untuk mendatangi.

Budaya ini didapat dari ayahnya, Kang Dadang alias David. Saya sejak kecil juga sudah senang dengan masuk ke dalam gedung tempat peninggalan disimpan, ada cerita dibalik benda mati yang terpajang, itu selalu membuat saya terpaku. Dan kabarnya di Singapura banyak beberapa daerah dan museum yang menarik bisa kami datangi.

DINI KUSMANA MASSABUAU Bangunan di daerah Little India yang juga menjadi tempat berniaga warga keturunan Tiongkok di Singapura.
Hari pertama berada di negeri singa ini, tentu saja dengan keluarga mengunjungi taman atraksi ingar bingar yang tersohor itu. Benar, kebanyakan bahasa yang saya dengar bahasa Indonesia, turis sebangsa yang membuat padat tempat ini. Tak ada yang ingin saya sampaikan di Pulau Sentosa, pulau buatan ini. Karena atraksi dan pertunjukan yang tersaji pasti sudah banyak diceritakan.

Hotel tempat kami menginap berada di daerah Orchad Place, gedung dengan banyak kaca, mendapat bintang, sarapan riweuh (kalau kata orang Sunda) karena terlalu ramai turis. Kami memang tak memilih penginapan, karena semua sudah diatur oleh orang tua dari travel langgananya. Jadi jangan aneh jika kali ini kami tak bisa bercerita mengenai keunikan tempat kami bermalam.

Melihat anak-anak mulai tak semangat, kami orang tua harus menemukan kegiatan yang membuat mereka melek. Daerah India menjadi incaran kami. Karena sebuah masjid di daerah itu kabarnya sangat cantik berdiri.

DINI KUSMANA MASSABUAU Berbagai pernak-pernik menarik di Little India, Singapura.
Kami pun berpisah dengan orang tua dan keluarga kakak saya. Mereka akan shopping, sementara saya dan keluarga akan memulai perjalanan wisata. Untuk menghemat waktu dan mengejar shalat Jumat, kami memilih menggunakan taksi menuju daerah India. Taksi di Singapura lumayan murah, ini sangat menguntungkan bagi kami.

Taksi memberhentikan kami di depan sebuah toko yang katanya wajib saya masuki. Mustafa! Kami hanya mengangguk tersenyum. Tentu saja kami tahu, karena sudah membaca buku panduan. Kami pun turun, begitu taksi pergi kami segera meninggalkan Mustafa tempat orang membeli oleh-oleh di belakang kami. Bila ada waktu pastinya akan kami datangi, mengisi rasa penasaran akan reputasi pusat perbelanjaan ini.

Distrik India yang ada sejak kedatangan Sir Stamford Raffles, pendiri Singapura, mulai kami jelajahi. Penuh warna yang menjadi sentuhan pertama dari mata kami. Bangunan bercat warna menyala, jalanan penuh penjual.

DINI KUSMANA MASSABUAU Dalam Kuil Sri Veeramakaliamman, kuil bagi umat Hindu di Singapura.
Beberapa penjual mencoba menawarkan barang dagangan mereka, membuat si kecil Bazile selalu saja berhenti, karena terkagum dengan benda yang dipegang oleh penjual.

Adam, si sulung, penggemar berat Mahabrata bahkan untuk ujian akhir SMP-nya dia memilih makalah dari tokoh Mahabrata sebagai topik ujian lisannya, berhenti melihat beberapa lembaran Mahabrata tegeletak di meja dengan dua orang berbaju khas agama hindu dengan cepol kepala. Rupanya keduanya anak muda Perancis yang kini sedang memperdalam agama di Singapura.

Di Jalan raya utama dari Serangoon Road, salah satu tempat berjalan-jalan, hidung akan dipandu oleh bau dupa dan rempah-rempah berbaur dengan harum melati. Tentu saja melihat ini rasa ingin tahu akan semakin terpancing, membuat kami beberapa kali berhenti atau tepatnya gagal untuk tidak mengubriskan apa yang ada di sekitar kami.

Produk india, kain sutra, batik, sarung semuanya bagaikan dekor. Padahal memiliki berarti membelinya. Keasyikan suasana ini membuat kami sempat merasa tersasar karena daerah India tiba-tiba saja menjadi penuh dengan toko-toko China dan masyarakatnya yang berbahasa China.

DINI KUSMANA MASSABUAU Bangunan warna-warni khas India di Singapura.
Rupanya memang mereka yang memilih tinggal di daerah India. Musik India kencang selalu terdengar, dari satu toko atau tempat hanya liriknya yang berganti, irama dan hentakan rasanya mirip dari satu lagu ke lagu lainnya.

Perjalanan kami lanjutkan, sambil menuju Masjid Abdul Gafoor yang terletak di jalan Dunlop Street. Menuju ke masjid, pria memakai sarung dengan baju putih semakin mendekati semakin banyak terlihat. Tak mungkin salah jalan, kami hanya mengikuti arus para jemaah yang di siang itu akan menghadap Allah.

Sebuah bangunan indah, hijau, warna krem muda yang menjadi dominan. Menara kecil dan besar di atap dengan bulan sabit menghias, semakin membuat masjid ini menjadi sangat istimewa bagi kami.  Kang Dadang, Adam dan Bazile segera mengambil wudhu.

DINI KUSMANA MASSABUAU Kuil Sri Veeramakaliamman, Kuil Hindu tertua di Singapura.
Saya menunggu di luar untuk sementara waktu menjaga barang dan tas kami. Saya sendiri ragu untuk shalat Jumat karena saat itu tak melihat wanita, mungkin saya yang salah memasuki tempat.

Dari tempat duduk di halaman masjid, kenikmatan mendengarkan lantunan imam memimpin para jamaah membuat panas terik di siang itu menyegarkan kalbu. Lantunan sangat berbeda bagi saya dengan imam di Indonesia. Terasa lebih lembut sedikit mendayu.

Sambil menunggu ketiga pria Massabuau usai shalat seminggu sekali itu, saya mulai membaca kembali mengenai masjid yang menawan ini. Bagunan kokoh berwarna krem, hijau dan sapuan kuning ini rupanya dulu adalah bangunan dengan sebagian besar dari kayu dan nama sebelumnya adalah Masjid Al-Abrar yang dibangun tahun 1846.

Dulunya memang didirikan untuk para pedagang muslim India Selatan bahkan dari Bawean dan pelatih kuda di Kampong Kapor. Bila masjid ini berganti nama rupanya karena masjid lama dihancurkan dan dibangunlah masjid baru demi menghormati Sahik Gafoor yang memberikan wakaf dan juga mengurus manajemen masjid maka namanya menjadi Masjid Gafoor.

Saya rasa masjid ini wajib didatangi, apalagi kini sudah menjadi monumen bersejarah. (DINI KUSMANA MASSABUAU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com