Ceruk mulai dikembangkan sebagai desa wisata sejak 10 tahun lalu. Di dekat hutan desa, ada telaga dan air terjun yang oleh penduduk setempat disebut Ceruk Hiu. Berada di kaki Bukit Ranai, kawasan sekitar telaga itu tetap sejuk walau tengah hari.
Namun, dahulu akses ke sana sulit dan tidak ada fasilitas penunjang, seperti toilet, tempat parkir, dan tempat makan. Pilihan hiburan lain juga terbatas. Akibatnya, belum banyak warga melancong ke sana.
Sejumlah warga, dimotori oleh Zaharuddin, kemudian membuka kawasan wisata di ujung desa. Kebun yang lahannya disesaki batu dengan permukaan paling kecil 2 meter persegi dijadikan tempat wisata.
Fasilitas dibangun mengikuti ketinggian permukaan yang berbeda. Batu-batu besar tidak dipinggirkan, malah dijadikan bagian dari tempat wisata. Di bagian paling tinggi dibangun kolam renang. Air dari Ceruk Hiu dialirkan ke kolam itu. Limpasan air dari kolam renang dialirkan ke kolam-kolam ikan yang dibangun di tempat lebih rendah dari kolam renang.
”Air di sini tetap mengalir walau sedang musim kemarau. Airnya segar dan dingin,” ujar Zaharuddin.
Di lokasi itu juga dibangun tempat menginap, arena bermain, dan pondok-pondok untuk istirahat. Semua bisa dipakai dengan gratis oleh pengunjung. ”Imbalannya, beli makanan dan minuman dari penduduk sekitar,” ujarnya.
Warga sekitar arena wisata memang menyediakan makanan. Mereka juga menjual aneka hasil kebun sesuai dengan musimnya. ”Mau makan durian yang baru jatuh dari pohon, manggis, atau rambutan yang baru dipetik dari pohon, bisa di sini,” ujar Fathor, warga.
Desa Ceruk memang dikenal sebagai salah satu penghasil durian, manggis, rambutan, dan cengkeh. Seperti banyak desa lain di Natuna, warga desa juga memanen madu dari hutan.
Sebelum ada kawasan wisata di ujung desa, mereka membawa hasil kebun dan hutan itu ke pasar kelurahan atau kecamatan. Dengan demikian, harus keluar ongkos untuk mengangkut beberapa butir durian atau beberapa kilogram manggis dan rambutan.
Warga Ceruk memang petani yang sangat menghormati alam. Mereka hanya mengambil durian yang jatuh dari pohon, tanda buah sudah matang. Rambutan dan manggis diambil atau dipetik hanya saat dipastikan sudah masak.
Hasil penjualan kerap tidak sebanding antara waktu menunggu dan merawat tanaman serta biaya angkutnya ke pasar. Walau hanya menghabiskan tidak sampai 1 liter premium untuk sepeda motor, mereka tetap butuh biaya.
Sekarang, mereka cukup menjajakan hasil kebun tersebut di depan rumah dengan harga yang sama dengan harga di pasar. Bedanya, mereka tidak perlu menghabiskan waktu dan biaya untuk berdagang di pasar. Mereka bisa berdagang sembari melakukan pekerjaan lain di rumah.
Tidak hanya petani yang bisa menikmati Desa Wisata Ceruk. Para seniman juga bisa mendapatkan hasilnya. Secara berkala, mereka diundang pentas di kawasan wisata Ceruk. Undangan paling banyak biasanya pada musim liburan sekolah.
Pengelola kawasan wisata ingin sekaligus mengenalkan kesenian dan kebudayaan Natuna kepada anak-anak. Di tempat wisata, anak-anak bisa bermain sembari menyaksikan pencak silat khas Natuna, teater lokal berdasarkan cerita rakyat, hingga musik tradisional.
Infrastruktur
Bupati Natuna Ilyas Sabli mengatakan, Pemerintah Kabupaten Natuna mendukung desa itu dengan mengembangkan infrastruktur. Jalan dibangun sampai ke ujung desa untuk memudahkan pelancong mengakses tempat wisata.
”Sekarang sedang dibangun jembatan yang lebih layak. Jembatan lama sudah tidak kuat menahan kendaraan yang semakin ramai di sana. Kendaraan warga dan wisatawan banyak sekali,” ujarnya.
Listrik juga sudah menjangkau hingga rumah di permukiman paling ujung. Meski masih kerap padam seperti di seluruh Natuna, warga sudah bisa menikmati listrik yang disediakan negara.
Listrik juga memungkinkan warga menyediakan lemari pendingin untuk berdagang minuman dingin. Pengunjung yang lelah dan haus bisa memilih minum dari mata air atau membeli minuman dingin dari warga.
Kini, Pemkab Natuna dan sejumlah warga tengah melatih warga desa untuk melayani pelancong asing. Natuna memang salah satu tempat wisata potensial untuk disambangi pelancong yang datang dengan kapal pesiar. Ceruk dijadikan salah satu pilihan pelesir untuk para pelancong asing itu. Beberapa rombongan pelancong asing sudah pernah menginap di pondok yang dikelola warga. (Kris R Mada)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 September 2015, di halaman 23 dengan judul "Ceruk Berjaya dengan Pariwisata".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.