Berada di kaki Gunung Ciremai, Kuningan mengandalkan pada hasil pertanian, selain padi, juga palawija, seperti ubi jalar. Data dari dinas pertanian di Kuningan menunjukkan, produktivitas ubi jalar di kabupaten itu mencapai 19,5 ton per hektar (ha). Luas lahan yang ditanami ubi jalar 5.679 ha. Rata-rata, dalam setahun, dihasilkan 100.000 ton ubi jalar dari Kuningan, dengan Jakarta dan Bandung sebagai pasar terbesarnya.
Sejak masa Bupati Aang Hamid Suganda, Kuningan sudah menahbiskan diri sebagai daerah konservasi. Dampak dari hal ini ialah dominannya kawasan hijau daerah, dengan sekitar 20 taman atau hutan tengah kota yang total luasannya lebih dari 80 ha. Keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang sebagian masuk wilayah Kuningan seluas 8.931 ha juga memberikan dampak signifikan pada luasan lahan hijau di daerah tersebut.
”Luas kawasan itu belum ditambah 156 hektar lahan terbuka hijau baru dengan akan diresmikannya Kebun Raya Kuningan pada akhir tahun ini,” kata Bunbun Budhiyasa, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kuningan.
Bunbun mengatakan, setiap konsekuensi dari keputusan menjadi daerah konservasi itu telah dipikirkan masak-masak. ”Kami tidak bisa mengembangkan banyak kawasan sebagai sentra industri karena kami justru mengandalkan pertanian dan pariwisata. Dua sektor itu bergerak dari keberadaan lahan hijau, termasuk perikanan dan perkebunan,” katanya.
Bersikap arif kepada alam, juga adalah salah satu titik penting dari sikap hidup urang Sunda. Upaya memelihara alam serta mengambil manfaat darinya adalah hubungan timbal balik harmonis kendati keuntungan finansial tidak serta-merta langsung dinikmati.