Saat senja itu mau beralih, bergegaslah sekelompok warga Suku Rongga dengan pasukan kudanya menuju ke Jembatan Waemokel. Jembatan Waemokel adalah pintu masuk tamu-tamu dan wisatawan dari arah Flores bagian Timur. Jembatan Waemokel merupakan jembatan perbatasan antara Kabupaten Ngada dengan Kabupaten Manggarai Timur.
Ada apa di jembatan Waemokel sehingga warga bergegas dengan kudanya? Oh, ternyata, ada kunjungan Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere. Biasa disapa Frater Ledalero itu sedang mengadakan liburan di Paroki Santo Arnoldus Waelengga selama seminggu.
Umat Paroki Santo Arnoldus Waelengga sudah menunggu di pinggir Jalan di sekitar Jembatan tersebut. Sebagian menggunakan sepeda motor.
Berbeda dengan umat dari kampung Lekolembo menjemput kunjungan para Frater itu dengan pasukan kuda. Warga Suku Rongga merupakan peternak sehingga mereka memiliki tradisi menjemput tamu dengan menggunakan kuda.
Ritual “Kepok”
Sebelum rombongan para Frater itu diarak, Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung menggelar ritual kepok. Ritual Kepok merupakan satu cara orang Manggarai Timur menyapa tamu yang memasuki wilayah ulayatnya.
Sesudah ritual ini dilaksanakan, mulailah konvoi menyambut Frater dari Jembatan Waemokel menuju ke Pastoran Gereja Santo Arnoldus Waelengga.
Pertama-tama kendaraan bermotor berada di paling depan, diikuti pasukan berkuda dengan hiasan bendera Merah Putih di kudanya. Penunggangnya berpakaian adat khas Suku Rongga. Di bagian terakhir, bus Halleluya bersama rombongan para frater.
Pastor Ignas Ledot, SVD kepada KompasTravel menjelaskan, penjemputan dengan pasukan berkuda dari Suku Rongga sangat luar biasa. Selama saya berpendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero sampai menjadi Imam, saya pertama merasakan penjemputan dengan berkuda.
“Penjemputan dari Umat Paroki Santo Arnoldus Waelengga dengan pasukan kudanya sangat berkesan. Sangat terasa nuansa budaya dengan penjemputan pasukan. Saya bangga dengan umat Paroki Santo Arnoldus yang masih melestarikan budaya menjemput tamu dengan berkuda,” jelasnya.
Pastor yang sering disapa Romo Roy menjelaskan, awalnya pasukan berkuda dari Suku Rongga ini ditampilkan saat menjemput tamu dari Keuskupan Ruteng pada kegiatan Hari Pangan Sedunia (HPS) pada Oktober 2015 lalu. Dari situ, rasa percaya diri umat untuk menggiatkan kembali tradisi menjemput Tamu dengan berkuda terus ditingkatkan.
“Potensi yang unik serta tradisi yang diwariskan leluhur terus dikembangkan sejalan berkembangnya promosi pariwisata di wilayah Pulau Flores. Di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat terkenal dengan komodonya. Sementara di Kabupaten Ende terkenal dengan Danau Tiga Warna. Untuk itu di Kabupaten Manggarai Timur dikembangkan tradisi menyapa tamu dengan pasukan berkuda dan pakaian khasnya,” katanya.
“Kami masih ingat, jemputan Duta Vatikan Indonesia, Uskup Ruteng zaman dulu serta Pastor Paroki Pertama di Waelengga, Pater Armin Matier, SVD dijemput dengan pasukan kuda dengan pakaian khas Suku Rongga. Ini adalah satu kekhasan warga masyarakat Suku Rongga,” ujar Markus Bana.