Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Gerhana Kembali Lagi?

Kompas.com - 12/03/2016, 22:28 WIB
Laporan: Frans Pati Herin

PEKIKAN takbir menyelinap di antara bunyi musik tradisional dolo-dolo yang dimainkan puluhan bocah di pelataran Dhuafa Center, Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (9/3/2016) pagi.

Kegelapan yang baru saja menghilang tiga jam lalu itu seakan kembali menyergap. Di tengah suhu yang terus menurun, cahaya matahari pun meredup dihalang bulan yang menyisir dari sisi timur laut matahari.

Sambil memainkan dolo-dolo, rombongan bocah berpakaian muslim putih-putih itu keluar dari pelataran dan menyusuri Jalan Sultan M Djabir Sjah menuju panggung utama acara gerhana matahari total (GMT) yang berdiri tak jauh dari Dhuafa Center.

Sepanjang jalan yang berada di pesisir pantai itu terdapat puluhan ribu orang menanti detik-detik berlangsungnya GMT.

(BACA: Menanti Gerhana Matahari, Turis Lihat Koleksi Kesultanan Ternate)

Suasana semakin riuh ketika gerhana matahari mencapai fase total pukul 9.52 WIT. Bunyi dolo-dolo pun terdengar kian keras. Dalam keseharian warga, bunyi dolo-dolo mengandung arti mengusir sesuatu atau memberi tanda telah terjadi sesuatu.

Menurut mitos masyarakat Ternate atau Maluku Utara pada umumnya, gerhana terjadi ketika ada naga raksasa yang menelan matahari. Bunyi dolo-dolo dimainkan warga untuk mengganggu naga tersebut agar segera memuntahkan kembali matahari.

AFP PHOTO / BAY ISMOYO Gerhana matahari total terlihat di Ternate, Maluku, 9 Maret 2016. Gerhana matahari total di Indonesia berlangsung selama 1,5 menit-3 menit. Di pusat jalur gerhana, gerhana total terpanjang terjadi di Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, selama 3 menit 17 detik.
Selama fase gerhana total berlangsung, warga berteriak mengagumi keindahan fenomena alam yang langka itu. Bahkan, beberapa laki-laki paruh baya melakukan sujud syukur. Namun, keindahan itu hanya berlangsung sesaat, yakni selama 2 menit 36 detik.

Ekspresi ketidakpuasan pun terpancar di wajah mereka setelah fase gerhana total berakhir. Semacam ada rasa kehilangan. Mereka masih ingin melihat keindahan itu lebih lama lagi. Namun, tak ada yang bisa menghentikan alam.

”Kapan gerhana kembali lagi?” teriak seorang warga. Butuh waktu sekitar 375 tahun kemudian, gerhana kembali melintasi daerah itu. Di titik lain Nusantara, gerhana matahari akan menyambangi lagi pada 2023.

Nurdin Hamid (51), salah satu di antara yang sujud syukur itu, berurai air mata. Melihat gerhana seperti suatu yang menyempurnakan perjalanan hidupnya.

Ia datang ke tempat itu bersama istri dan empat cucunya. Mereka tiba sekitar pukul 06.30 atau lebih kurang dua jam sebelum gerhana dimulai.

Kekaguman yang sama dirasakan warga di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Warga berbondong-bondong menyaksikan gerhana matahari total.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Wisatawan mancanegara mengunjungi Benteng Tolucco di Ternate, Maluku Utara, Selasa (15/4/2014). Benteng yang dibangun oleh Francisco Serao pada 1540 ini juga sering disebut Benteng Holandia atau Santo Lucas.
Ribuan warga Kalteng bercampur dengan para turis, baik asing maupun lokal, juga berkumpul di Bundaran Besar, Palangkaraya. Orang tua, anak-anak, remaja, berpasang-pasangan, semuanya ingin menjadi saksi gerhana matahari total 2016.

Saat detik-detik langit mulai gelap, serempak semua orang menggunakan kacamata dan menyiapkan kamera masing-masing. Selama 10 detik suasana berubah hening, hanya nyanyian sang Basir, pemuka adat Dayak Kaharingan, yang terus bernyanyi.

Begitu langit benar-benar gelap dan cahaya matahari perlahan surut, gemuruh sorak-sorai, tepuk tangan, dan pukulan salakatok atau kenthongan memecah keheningan.

Eko Sunardi (29), pengunjung asal Jawa Timur, mengatakan, selama hidupnya belum pernah melihat gerhana, baik bulan maupun matahari. Meski tidak memiliki kacamata GMT, ia dan istrinya menggunakan lembar plastik kaca berwarna hitam untuk melihat gerhana.

”Ini momen yang enggak boleh dilewatkan. Saya senang sekali apalagi ada ritual adatnya,” kata Eko yang bekerja di salah satu hotel di Palangkaraya.

Selain Eko, wisatawan asing yang berasal dari Jepang, Yuriko Hikamaru, datang dengan membawa berbagai peralatan, mulai dari kamera lengkap dengan berbagai ukuran lensa sampai teropong.

Ia dan teman-temannya terlihat sibuk mencatatkan berbagai macam angka dan catatan di buku yang dipegang masing-masing.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Pengawal di acara pembukaan Festival Legu Gam ke-13 di Ngara Lamo, Ternate, Maluku Utara, Minggu (13/4/2014). Festival yang berlangsung hingga 26 April ini menampilkan berbagai kegiatan budaya seperti kirab, fashion street, jelajah Samudera Kie Raha, yang sekaligus menjadi perayaan hari ulang tahun ke-79 Sultan Ternate.
”Matahari itu dewa. Saya sangat kagum dengan ritual adat yang ada di sini. Selain itu, tari-tarian mereka yang seperti burung itu sangat unik,” ungkapnya sambil tersenyum.

Momentum wisata

GMT disambut berbagai jenis kegiatan. Di Ternate, gerhana disambut Festival Legu Gam yang mulai digelar sejak awal Maret lalu. Biasanya, Festival Legu Gam digelar setiap tahun mulai awal April dengan puncak acara pada 13 April sesuai hari ulang tahun mediang Sultan Ternate Mudaffar Sjah.

Sejumlah pertunjukan budaya dan pameran ditampilkan dalam festival itu untuk memeriahkan GMT. Dipercepatnya festival itu sebagai bentuk dukungan Kesultanan Ternate terhadap momentum GMT. Warga dan wisatawan asing pun antusias menyaksikan acara itu.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate Anas Konoras mengatakan, momentum GMT menjadi ajang promosi bagi daerah itu.

Ia yakin, sajian alam dan budaya di pulau itu dapat memikat hati wisatawan asing untuk kembali lagi atau mengabarkannya kepada orang lain. Sebanyak 1.157 wisatawan asing menyaksikan GMT di Ternate.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Para peserta kirab budaya bersiap-siap di lapangan Ngara Lamo, Ternate, Maluku Utara, Senin (14/4/2014). Kirab tersebut merupakan bagian dari Festival Legu Gam ke-13 yang berlangsung hingga 26 April. Festival menampilkan berbagai kegiatan lainnya seperti fashion street dan jelajah Samudera Kie Raha, yang sekaligus menjadi perayaan hari ulang tahun ke-79 Sultan Ternate.
Berlalunya GMT menjadi awal memperkuat industri pariwisata di daerah itu. Masih banyak perlu dibenahi.

”Kami kesulitan karena tidak ada peta penunjuk jalan di kota ini. Tetapi alam di sini indah,” ujar Jeany, wisatawan asal Australia. (Megandika Wicaksono/Dionisius Reynaldo Triwibowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com