Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakpia Pathuk Kini Memiliki Varian Rasa

Kompas.com - 03/05/2016, 08:34 WIB

"Kita ke Pathuk yuk, istriku minta di-bawain oleh-oleh bakpia nih,” kata Arya, ketika kami bertemu di Jalan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (31/3/2016).

Kami satu almamater saat kuliah tahun 1980-1985 di ”Kota Pelajar” itu. Agaknya juga rekan yang menetap di Palembang, Sumsel, ini penasaran karena katanya bakpia Pathuk sekarang punya varian rasa, makanya saya pun ingin mencicipi.

Bakpia–selain gudeg—adalah kue khas Yogyakarta yang menjadi salah satu buah tangan bagi tamu atau wisatawan domestik dan mancanegara kawasan Asean.

Penganan itu umumnya diproduksi di Kampung Pathuk, Kelurahan Ngampilan, Kecamatan Ngampilan, DIY. Karena dibuat warga Kampung Pathuk di Jalan KS Tubun sehingga kampung itu melekat pada produk kue tersebut.

Di jalan itu berderet toko atau gerai yang menjual bakpia sebagai oleh-oleh bagi wisatawan. Kondisi itu semakin menguatkan kesan bahwa bakpia dengan berbagai merek dagang menjadi industri rumah tangga.

Di kampung itu, pembuatan bakpia tersebar di RW 004, 005, 007 dan RW 008. Malah apabila ingin mengetahui si pembuat bakpia, bisa dilihat dari kemasan kotak kertas dilengkapi angka 8, 21, 25, 51, 54, 75, dan 51, yang merujuk nomor rumah produsen bakpia.

Penganan itu berbahan dominan tepung terigu, sedikit garam, mentega, dan minyak kelapa. Bahan-bahan itu diadon setelah diberi air yang sudah direbus.

Setelah adonan menjadi elastis lalu digilas dan dibentuk menjadi bola-bola agak gepeng. Sebelum adonan dibentuk dimasukkan kacang hijau dicampur gula untuk selanjutnya dipanggang dalam oven.

Ada yang mengatakan, bakpia berasal dari Tiongkok dialek Hokkian: bak berarti daging dan pia sinonim kata kue, atau kue berisi daging.

Versi lain menyebutkan, bakpia berasal kata Tou Luk Pia berarti kacang hijau. Resepnya dibawa Kwik Sun Kok tahun 1940, yang kemudian menyewa tanah milik Niti Gurnito di Kampung Suryowijayan, Mantrijeron, DIY.

Resep aslinya lalu dimodifikasi dengan bahan halal mengingat konsumennya umumnya warga Muslim. Kwik meninggal tahun 1960, produksi bakpia dilanjutkan anak-menantunya dan berkembang saat ini (Marchaela, 15/4 2014).

Terus berubah

Zaman berkembang, selera konsumen pun beragam, sehingga perajin terpacu untuk memproduksi bakpia dengan varian rasa. Ini sekaligus membenarkan komentar rekan tadi.

Salah satu kuliner khas Yogya itu jauh berkembang dibandingkan tiga dekade silam. Saat itu bakpia umumnya berisi kacang hijau, kini diperkaya beragam rasa: cokelat, keju, nanas, durian, ketela ungu, dan green tea.

Harganya Rp 30.000-Rp 45.000 per kotak berisi 15 biji-20 biji. Harga itu berlaku apabila memakai jasa pengantar: tukang ojek dan tukang becak.

Namun, bisa lebih murah Rp 3.000 per kotak, jika Anda datang dengan kendaraan sendiri. Mungkin potongan harga itu—apabila tidak dikembalikan ke pembeli—jadi jatah bagi pengantar yang membawa konsumen berbelanja ke produsen.

Penganan ini masa expired-nya rata-rata empat hari, sedangkan produk yang premium bertahan 10 hari. Produsen ”buka warung”-nya tiap hari pukul 06.00-23.00 WIB.

Tidak perlu khawatir akan kesasar apabila menuju kampung itu. Tanya saja tukang becak, kusir andong, tukang ojek sepeda motor, ataupun warga Yogya lain, mereka pasti tahu, malah menunjukkan jalan ke lokasi kampung itu.

Kunjungan ramai ketika liburan sekolah, ditandai oleh banyaknya mobil pribadi dan minibus wisata yang berkunjung ke sentra industri penganan itu. ”Kalau musim liburan sekolah, wah macetnya luar biasa,” ujar Ardi, sopir mobil sewaan di Yogya.

Menurut dia, kendaraan roda empat parkir di halaman rumah produsen hingga pinggir jalan membuat macet lalu lintas di Jalan KS Tubun.

Konsumen bisa membeli bakpia dingin dalam kotak kemasan, juga yang hangat alias baru dikeluarkan dari tungku oven. Walhasil, mau bakpia hangat-dingin, rasa cokelat, durian, dan ketela ungu, tinggal pilih sesuai selera. (KHAERUL ANWAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com