BERSAMA istrinya, Makdin (53) memindahkan ikan bilis dari perahu ke kuali besar yang sudah siap di atas tungku. Ikan-ikan yang mengisi separuh perahu itu baru ditangkap Makdin di pesisir Pulau Berhala, salah satu pulau di Lingga, Kepulauan Riau.
Ia mulai menjalankan perahu pukul 19.00 dan berlayar 1,3 kilometer dari pantai. Lampu petromaks dipasang di haluan dan menerangi perahu serta perairan dalam radius 2 meter. Di laut, Makdin mengetuk- ngetuk lambung perahu. ”Bunyinya ditambah cahaya dari lampu bisa menarik ikan,” ujarnya.
Setelah ikan berkumpul di sekitar perahu, Makdin segera menyiapkan jaring dan mulai menangkap ikan. Kurang dari 90 menit, separuh perahunya sudah terisi ikan dan ia kembali ke pantai.
Di pantai, anak dan istrinya sudah menanti dan siap mengolah ikan hasil tangkapan berukuran sepanjang 5 cm dan tebal kurang dari 0,5 cm. Dimulai dari memindahkan ikan ke keranjang cuci, dicuci dengan air laut, lalu ditiriskan di keranjang lain.
Sembari menanti istrinya mencuci ikan, Makdin menyiapkan tungku bersama anaknya. Dalam beberapa waktu, air sudah mulai mendidih. Air laut yang dicampur garam itu siap untuk merebus ikan bilis.
”Kalau siang ada matahari, bisa segera dijemur. Kalau tidak, direbus lagi dan mudah-mudahan besoknya panas. Kalau tetap tidak panas, ya diikhlaskan saja. Dibuang...,” ujarnya.
Ia tidak khawatir kehilangan hasil. Laut di sekitar Pulau Berhala amat kaya ikan. Setiap malam, paling sedikit 20 perahu mencari ikan bilis. Semua berpendapat sama seperti Makdin.
Tidak hanya ikan bilis dikirim ke Dabo. Ikan-ikan lain hasil tangkapan warga Pulau Berhala juga dibawa ke Dabo. Dari sana, ikan dikirimkan ke tempat-tempat lain.
Nelayan memang menjadi pekerjaan utama warga pulau dengan luas 60 hektar itu. Laut di sekitar pulau yang didiami 50 keluarga itu masih bersih, bebas polusi, dan belum terjamah penangkapan masif.
Nelayan Berhala cukup berlayar kurang dari 3 kilometer sudah bisa menjaring dan memancing ikan berukuran hingga 5 kg per ekor. Para nelayan ikan besar biasanya berlayar lima jam dan membawa pulang rata-rata 50 kg ikan. Setiap perahu lazimnya diawaki tiga orang.
Di Pulau Berhala, setiap kilogram ikan rata-rata dijual Rp 25.000. Potong biaya operasional rata-rata Rp 300.000 setiap berlayar, masing-masing nelayan bisa membawa pulang Rp 300.000 setiap kali usai berlayar.
”Kalau musim sedang bagus, kadang bisa mendapat lebih banyak. Kadang bisa juga mendapat lebih sedikit kalau musim angin kencang,” ujar Madjid.
Memang, hasil tangkapan tidak dapat diuangkan seketika. Kapal pengangkut ikan ke Dabo datang tiap dua hari sekali. Karena alasan efisiensi, ikan diambil paling tidak setelah empat kotak penyimpanan penuh.
Selain dikirim ke Dabo, ikan juga dikirim ke Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dari Berhala, hanya perlu berlayar paling lama dua jam untuk mencapai Tanjung Jabung Timur. Namun, pembeli dari Dabo lebih banyak dibandingkan dari Tanjung Jabung Timur.
Pariwisata
Selain ikan, laut di sekitar Pulau Berhala juga memberi berkah lain. Kekayaan bahari itu menjadikan Pulau Berhala sebagai salah satu tujuan wisata di antara Jambi dan Kepri. Setiap akhir pekan, pelancong dari arah Jambi dan Kepri memadati pulau kecil itu.
Sebagian pelancong menyewa perahu penduduk setempat untuk menjemput mereka di Tanjung Jabung Timur atau di Pulau Singkep. Keberangkatan dari Singkep bisa lewat Resang ataupun Dabo.
Penyewaan perahu juga disediakan jika pelancong ingin berkeliling pulau atau mendatangi pulau-pulau kecil serta karang-karang di sekitar Pulau Berhala. Biaya sewa bergantung pada waktu pemakaian dan kepandaian menawar.
Selain menyewa perahu, tentu pelancong juga membeli makan dan menyewa tempat menginap dari penduduk setempat. Ada juga penduduk yang menyediakan jasa MCK. Tarif penggunaan kamar mandi rata-rata Rp 5.000 per orang.
”Kalau musim libur panjang, sampai bolak-balik mengisi bak mandi,” ujar Baharum, warga Pulau Berhala.
Untuk penginapan, rata-rata setiap rumah disewa Rp 300.000 untuk dua malam. Selama masih muat, berapa pun pelancong boleh menginap di sana. Biaya sewa tidak termasuk makan dan MCK.
Ada pula warga yang menjadi pemandu bagi pelancong yang ingin berkeliling Pulau Berhala atau ke pulau-pulau lain di sekitarnya. Sebagian lagi menjadi awak perahu bagi pelancong yang ingin memancing.
Meski pulau itu kecil, ada beberapa lokasi yang rawan didatangi orang baru. Ada jurang yang terbentuk dari granit-granit besar dan perairan dalam di salah satu sisi pulau. Bagi mereka yang akan memancing, ada waktu-waktu tertentu yang bahaya untuk orang yang tidak biasa melaut.
Karena itu, jasa pemandu diperlukan dan warga setempat siap menyediakan jasanya. ”Kekayaan Berhala lautnya ini. Kalau laut di sekitar Berhala, kami tidak punya pencarian lain. Makanya kami berusaha menjaga laut di sini,” ujar Baharum.
Penataan
Untuk menunjang pariwisata, Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemerintah Kabupaten Lingga tengah menata pulau itu. Permukiman penduduk di dekat pantai tengah dipindahkan. Mereka dibuatkan rumah-rumah baru.
Sejak tahun 2013, pemerintah menyediakan pusat listrik tenaga surya terpadu berdaya 15 kW untuk menerangi Pulau Berhala. Semua rumah di pulau tersebut sudah teraliri listrik walau ada sebagian warga yang tetap menggunakan genset sendiri.
Promosi melalui media massa ataupun ke agen-agen perjalanan juga dilakukan. Beberapa waktu lalu, serombongan pewarta, penulis, dan penjelajah bertandang ke Pulau Berhala. Tulisan-tulisan mereka menjadi salah satu promosi Pulau Berhala sehingga lebih banyak pelancong datang. (Kris Razianto Mada)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.