Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersabar Menunggu Cenderawasih Muncul di Sawinggrai...

Kompas.com - 12/05/2016, 06:41 WIB
I Made Asdhiana

Penulis

SAWINGGRAI, KOMPAS.com - "Kalau ke Papua tidak melihat cenderawasih di alam aslinya, ya rugi," demikian pesan kawan blogger saat mengetahui KompasTravel hendak berangkat ke Raja Ampat di Papua Barat.

Ketika menginap di Raja Ampat Dive Lodge, Pulau Manswar, pesan teman itu kembali terngiang. Alhasil, keinginan melihat burung cenderawasih, ikon Papua, di habitat aslinya pun terwujud.

Kamis (5/5/2016), rombongan media asal Perancis peserta "Special Interest Diving Famtrip" undangan Kementerian Pariwisata mendapat kesempatan melakukan bird watching alias melihat cenderawasih di Desa Sawinggrai, Pulau Gam. Lokasinya tak jauh Pulau Manswar.

(BACA: Ini 7 Tips Melihat Cenderawasih di Sawinggrai)

"Pukul 05.00 harus sudah berangkat," kata Husna, Kasi Promosi Dinas Pariwisata Raja Ampat sehari sebelumnya.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rombongan media asal Perancis peserta 'Special Interest Diving Famtrip' undangan Kementerian Pariwisata bersiap-siap di dermaga Pulau Manswar, untuk melihat cenderawasih di Desa Sawinggrai, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Husna pun tak lupa memberikan tips mengenai apa yang boleh dan tak boleh dilakukan saat melihat cenderawasih dari dekat.

Dermaga Pulau Manswar, pukul 05.00 sudah diramaikan peserta yang ingin menyaksikan cenderawasih. Hari masih gelap.  Penerangan lampu dermaga membuat ikan-ikan berenang bebas di bawah dermaga.

(BACA: Media Perancis Diundang ke Raja Ampat)

Saat menatap ikan-ikan tersebut, duh... betapa masih aslinya bumi Papua. Ikan berenang bebas, air laut pun masih bersih.

Tak berapa lama peserta famtrip langsung menaiki speed boat "Saraung". Ais, nakhoda speed boat mulai menghidupkan mesin dan perlahan-lahan kapal meninggalkan dermaga Raja Ampat Dive Lodge.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Desa Sawinggrai di Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Perjalanan dalam suasana gelap, Ais cuma mengandalkan lampu senter mengarahkan kapal menuju Pulau Gam di depan sana. Laju kapal terasa pelan. Mata Ais tetap waspada menatap ke depan dan sesekali memberikan instruksi kepada temannya yang berdiri di anjungan kapal.

Seiring mulai munculnya sinar matahari di ufuk timur, boat pun melaju menuju Pulau Gam. Butuh waktu 20 menit menyeberang menuju Pulau Gam.

Tiba di dermaga Desa Sawinggrai, Pulau Gam, rombongan disambut Lambert, pemandu wisata kami yang telah siap mengantarkan melihat cenderawasih.

Tanpa alas kaki, Lambert dengan langkah mantap memandu kami memasuki hutan Desa Sawinggrai. "Hati-hati melangkah. Jalan licin, semalam hujan," kata Lambert sambil mengarahkan senter ke arah depan untuk memudahkan peserta melangkah.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Lambert, pemandu yang piawai menirukan suara burung cenderawasih bersama rombongan media asal Perancis peserta 'Special Interest Diving Famtrip' undangan Kementerian Pariwisata di Desa Sawinggrai, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Berjalan kaki di pagi hari ibarat olahraga. Kaki mengayun teratur memasuki kawasan hutan, menerobos ranting-ranting pepohonan.

Sambil berjalan kaki, suara berbagai jenis burung serasa berada di sekeliling peserta. Sebuah pengalaman yang membekas, berjalan sambil mendengarkan celotehan suara aneka burung di hutan Papua.

Kadang pohon-pohon yang masih basah menyentuh kulit. Namun langkah peserta famtrip tetap mengikuti arah Lambert berjalan. Peserta tinggal mengikuti saja.

Benar, pesan dari Husna, agar peserta memakai celana panjang dan sepatu kets sangat membantu berjalan menerobos semak-semak dan berjalan di kerikil atau ranting pohon di tanah. Kadang langkah harus lebar untuk menghindari pohon yang tumbang dan menghalangi jalan.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rombongan media asal Perancis peserta 'Special Interest Diving Famtrip' undangan Kementerian Pariwisata melihat cenderawasih di Desa Sawinggrai, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Hampir 30 menit rombongan berjalan sebelum akhirnya tiba di lokasi pengamatan burung cenderawasih di ketinggian sekitar 50 meter. Sesuai saran Husna, semua peserta berjalan dalam senyap dan mengurangi bercakap-cakap.

Setibanya di lokasi pengamatan cenderawasih, mata Lambert menatap ke atas pohon. Langkah laki-laki Papua itu seakan tak bersuara saat menginjak ranting-ranting pohon di tanah. Semua peserta famtrip terdiam menyaksikan gerak gerik Lambert melihat sekeliling dan ke atas pohon.

Bahkan, kami peserta famtrip malah asyik mengamati aksi Lambert yang mahir menirukan suara cenderawasih. Suara "cenderawasih" Lambert lantas disahut oleh suara cenderawasih asli. Suara asli dan palsu pun saling bersahut-sahutan. Sungguh sulit menerima kenyataan ini. Namun itulah yang terjadi. Suara "cenderawasih" Lambert dan yang asli tak beda jauh.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Imbauan bagi pemandu wisata di hutan Desa Sawinggrai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Tiba-tiba terdengar suara burung begitu jelas dan bertengger di atas pohon. Suasana masih sunyi senyap. Mata Lambert menatap, seperti menerobos rerimbunan pohon untuk menemukan cenderawasih yang lagi hinggap.

Dia lantas menunjuk ke atas pohon untuk memberitahukan bahwa ada cenderawasih di sana. Mata peserta famtrip pun otomatis menatap ke atas pohon mencari-cari apakah cenderawasih ada di sana.

Peralatan kamera pun dikeluarkan. Suasana masih hening. Hanya terdengar suara klik..! klik..! jepretan kamera. Ada juga peserta yang tak tahan menahan batuk. Seketika mata peserta lain langsung menatap seperti memperingati teman yang batuk tersebut bahwa itu mengganggu konsentrasi.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rombongan media asal Perancis peserta 'Special Interest Diving Famtrip' undangan Kementerian Pariwisata melihat cenderawasih di Desa Sawinggrai, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Ada pula peserta yang berjalan mencari tempat yang strategis untuk memotret. Namun kaki yang menginjak ranting pohon sehingga menimbulkan suara cukup mengganggu keberadaan cenderawasih yang sensitif dengan suara kaki.

Tiba-tiba Lambert melambaikan tangan kepada KompasTravel agar mendekatinya. Perlahan-lahan KompasTravel melangkah dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara ranting patah di tanah. Setelah dekat, dia menunjuk ke atas di mana cenderawasih berada.

Namun mengamati cenderawasih pagi itu sungguh terasa sulit untuk melihat secara utuh. Kadang kepalanya yang terlihat. Kadang cuma ekor panjangnya yang samar-samar karena tertutup daun. Betapa sulitnya memotret cenderawasih secara keseluruhan.

Belum lagi saat cenderawasih itu terbang ke dahan satunya. Lokasinya sama saja, sulit melihat karena tertutup daun-daun dan terhalang dahan pohon.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rombongan media asal Perancis peserta 'Special Interest Diving Famtrip' undangan Kementerian Pariwisata melihat cenderawasih di Desa Sawinggrai, Pulau Gam, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Ada sekitar satu jam peserta famtrip mengamati cenderawasih yang terhalang dahan pohon itu. Jarum jam menunjukkan pukul 07.00. Suara cenderawasih lantas semakin menghilang.

Lambert pun berbisik, "Cenderawasih sudah pergi".

Ya, sudah. Apa boleh buat. Sebagian besar peserta famtrip gagal memperoleh foto cenderawasih secara utuh, termasuk KompasTravel.

"Itu tadi cenderawasih merah," kata Lambert.  

Menurut Lambert, burung cenderawasih biasanya turun ke tanah. Di tempat pengamatan cenderawasih, ada sebuah lingkaran dan di tengahnya dipenuhi daun.

"Biasanya cenderawasih itu turun ke tanah dan membersihkan lingkaran yang penuh daun-daun tersebut. Setelah itu cenderawasih menari, mengangkat kepala dan bulunya keluar semua sambil mengeluarkan bunyi khasnya," kata Lambert.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Kuskus di Desa Sawinggrai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (5/5/2016).
Gagal melihat cenderawasih, peserta famtrip menuruni bukit kembali ke dermaga. Dalam perjalanan turun, Lambert tiba-tiba berbelok arah dan menunjukkan sesuatu di pohon. Ada apa? Ternyata kuskus. Berjalan di dahan pohon dengan perlahan, kuskus seakan tak peduli dengan kehadiran orang-orang yang hendak memotretnya.

Kuskus merupakan salah satu mamalia berkantung yang ada di Indonesia. Seperti kanguru, kuskus betina melahirkan anaknya kemudian merawat dan membawa anaknya dalam kantung yang terdapat di perutnya.

Gagal melihat utuh cenderawasih, peserta famtrip malah melihat kuskus...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com