Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Tuhan di Tengah Kerbau Aduan

Kompas.com - 01/06/2016, 00:24 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Toraja Hari Keempat

Seorang perempuan setengah baya, di sudut panggung untuk penonton, berdoa dengan keras dan khusuk. Tuhan pun disebut dalam doanya. "Tuhan... Kuatkanlah Gonzales. Menangkanlah dia dalam pertandingan hari ini."

Sementara perempuan itu berdoa, di tengah tanah lapang beradu dengan seru dua kerbau yang pada badannya tertulis nama si kerbau. Kerbau yang satu bernama gonzales, sementara satunya lagi bernama Latasir.

Pertempuran dua kerbau itu berlangsung lama, sekira setengah jam. Perihal kuatnya fisik kedua kerbau yang bertanding cukup lama itu, menurut kasak-kusuk yang terdengar, karena kerbau-kerbau aduan itu mengkonsumsi suplemen. Mulai dari jamu-jamu tradisional berupa telur ayam kampung, jamu kuat, hingga obat-obatan terlarang. Itulah sebabnya, ada julukan bagi hewan-hewan aduan itu dengan sebutan kerbau narkoba yang menunjuk pada kerbau yang dijejali obat-obatan semacam extacy yang diimpor dari Thailand.

Ma' pasilaga tedong atau Adu Kerbau adalah sebuah tradisi di Toraja yang sudah ada sejak dari nenek moyang dan tetap dilestarikan sebagai salah satu bagian dari rangkaian acara rambu solo' (prosesi upacara pemakaman) hingga kini.

Tedong silaga menjadi salah satu daya tarik Toraja karena merupakan acara yang paling meriah dan menarik untuk disaksikan secara langsung.

Kerbau di Toraja merupakan hewan yang paling mahal harganya, bakan lebih mahal dari sebuah mobil. Oleh karena itu kerbau aduan atau kerbau petarung di Toraja merupakan hewan yang diperlakukan secara khusus, tidak seperti kerbau kerbau di tempat lain pada umumnya.

Sedemikian istimewanya kedudukan kerbau di Toraja, terutama kerbau petarung. Keistimewaan kerbau di Toraja bisa kita saksikan juga pada atap rumah masyarakat Toraja yang menyerupai tanduk kerbau. Apresiasi yang tinggi terhadap kerbau juga nampak jelas pada kerbau aduan. Saking istimewanya, ada sindiran kepada para pemilik kerbau aduan. "Mereka lebih menyayangi kerbau daripada memerhatikan anak dan isteri mereka," ujar seorang sopir kendaraan yang saya tumpangi saat hendak menyaksikan adu kerbau.

Pada acara ma' pasilaga tedong kerbau akan saling adu kekuatan, teknik dan ketahanan. Kerbau yang saling bertarung akan disesuaikan dengan ukuran besar kerbau, panjang dan kekarnya tanduk. Karena inilah yang akan menentukan siapa yang akan menjadi pemenangnya.

Ma' Pasilaga tedong biasanya dilaksanakan menjelang Upacara Pemakaman. Adu kerbau ini dimaksud untuk menghibur keluarga yang sedang berduka. Tapi begitulah, hiburan yang digelar membutuhkan biaya yang besar karena harus menyewa lapangan yang menampung banyak orang dan juga untuk arena pertarungan kerbau, serta keamanan yang akan memberikan ketenangan kepada penonton pada peristiwa "panas" ini. Maklumlah, acara yang digelar di tengah lapang saat siang membentang, membuat penonton dan bobotoh gampang naik pitam.

Tak cuma matahari yang terik dan naiknya tensi demi melihat pergulatan dua kerbau di tengah lapang, suasana panas juga sangat terasa di tengah penonton yang sebagian di antaranya bertaruh memegang kerbau jagoannya masing-masing. Konon, untuk sekali pertandingan para petaruh bisa merogoh kocek sampai ratusan juta. Alhasil, dalam sehari, untuk puluhan pertandingan uang yang beredar bisa mencapai angka miliaran rupiah.

Perjudian di arena adu kerbau adalah satu hal, sementara moral dan aturan adalah hal lain yang tak pernah bisa akur. Bahkan imbauan yang diumumkan oleh penyelenggara sebelum tanding kerbau agar penonton tidak berjudi sama sekali tak dugubris. "Sepakat ya... Judi no!" kata pembawa acara melalui pengeras suara. Tapi apa jawab mayoritas penonton? Mereka serempak menjawab, "judi yes!"

Ngeyelnya para bobotoh itu juga yang konon membuat pihak gereja salah tingkah saat mereka mengancam tidak akan melayani kebaktian apabila masyarakat masih berjudi saat adu kerbau berlangsung.

"Ya sudah kalau tidak mau melayani," begitu jawab para bobotoh itu.

***

Kompas.com/Jodhi Yudono Kampung tenun Sa'dan

Ini hari terakhir kami di bumi Toraja. Banyak hal yang bisa kami bawa pulang mengenai Toraja. Kenangan tentang Sa'dan sebagai kampung tenun sungguh mengesankan.

Sa’dan merupakan daerah pusat tenun di Toraja. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam menggunakan mobil dari kota Rante Pao, ibukota Kabupaten Toraja Utara. Menurut pengakuan para penenun di Sa'dan, proses pewarnaan pada kain tenun di Sa'dan menggunakan bahan bahan alami.

Ada yang unik dibanding tenun dari daerah lain. Tenun di Sa'dan, semakin besar ukuran kainnya akan semakin murah. Sementara semakin kecil kain harganya justru akan semakin mahal, karena rumitnya proses yang dilakukan. Maklumlah, karena mereka menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin ( ATBM). Sehingga jika kita ingin memesan tenun di sini akan membutuhkan waktu sekitar dua bulan pengerjaan untuk sebuah kain.

Selama di Toraja, saya pun menjadi mafhum, bahwa hubungan keluarga di Toraja bertalian erat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda).

Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka.

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.

Sementara, Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").

Kompas.com/Jodhi Yudono Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning.

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Toko Oleh-oleh di Purworejo Jawa Tengah, Banyak Pilihannya

5 Toko Oleh-oleh di Purworejo Jawa Tengah, Banyak Pilihannya

Itinerary
5 Tempat Wisata di Bali Disiapkan untuk Delegasi World Water Forum

5 Tempat Wisata di Bali Disiapkan untuk Delegasi World Water Forum

Travel Update
8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

Jalan Jalan
Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Travel Update
6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

Travel Tips
Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com