SUARA deburan ombak menyapa telinga. Seketika, Safutra Rantona (26) terdiam. Ia terpana mencoba melihat sekeliling. Namun karena malam, ia tak mampu melihat indahnya gulungan ombak.
Ia pun akhirnya mendekat ke salah satu sisi tebing. Ia meninggalkan kerumunan rombongan untuk mendapatkan suara ombak yang lebih jelas.
Ia pejamkan mata dan menghirup udara Pantai Menganti yang berlokasi di Desa Karang Duwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, ini dengan sangat dalam, berulang kali.
“Aku gak akan bisa tidur nih malam ini,” ujar Safutra kepada seorang temannya sambil tersenyum.
Tak berapa lama, hujan turun. Ia bergegas meninggalkan tebing menuju cottage, menggunakan mobil jemputan. Sesampainya di cottage, ia kembali terpana. Cottage tersebut berada di atas tebing.
Di balik tebing, terdapat hamparan laut Menganti yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Keindahan ini bisa langsung dirasakan dari balkon cottage. Namun Futra lebih memilih tinggal di dalam tenda yang berada di atas empat buah cottage.
Pagi pun datang dan wow... Futra dan anggota rombongan lainnya hanya bisa melongo. Hamparan pasir putih yang dikepung gugusan bukit karst ini sangat menawan.
Ditambah deburan ombak, birunya laut, semilirnya angin, hangatnya udara pagi, dan hijaunya pemandangan tebing membuat Futra enggan beranjak.
“Indah sekali. Gak rugi jauh-jauh dari Bandung, pantainya keren abis,” tuturnya.
Kisah Menganti
Pantai Menganti menyimpan banyak legenda. Dahulu kala, terdapat seorang panglima perang Kerajaan Majapahit melarikan diri ke pesisir selatan Jawadwipa. Ia melarikan diri karena hubungannya dengan pujaan hati yang tidak direstui sang raja.
“Itulah mengapa disebut Menganti, dari asal kata 'menanti',” ujar Kepala Desa Karang Duwur, Basir kepada KompasTravel, belum lama ini.
Basir mengatakan, ada dua legenda yang mengiringi Pantai Menganti ini. Kisah lainnya menceritakan persahabatan Wali Syekh Maulana Malik Ibrahim (salah satu Wali Songo) dengan Syekh Subakir.
Dikisahkan, kedua sahabat tersebut melakukan perjalanan menyebarkan agama Islam dengan terpisah. Mereka berjanji bertemu di pantai yang terkenal indahnya. Syekh Maulana sampai lebih dulu di pantai tersebut dan dengan setia ia menanti sahabatnya.
Akhirnya mereka pun bertemu dan melanjutkan perjalanannya masing-masing. Syekh Maulana dikisahkan kembali ke negeri Jazirah Arab, dan Syekh Subakir ke Gunung Tidar Magelang.
“Inilah Pantai Menganti. Kalau dulu setia menanti sahabat, sekarang setia menanti kunjungan para wisatawan,” terang Basir.
Basir mengatakan, selain pantai yang eksotis, Menganti memiliki terumbu karang, air terjun, dan goa di bibir yang tak kalah indahnya. Goa ini rutin dikunjungi peziarah di hari-hari tertentu karena konon petilasan dari Maulana Malik Ibrahim.
Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, pihaknya tak hanya menawarkan keindahan alam. Namun ia menawarkan pertunjukan seni dan budaya setempat. Seperti kuda lumping, sholawatan Jawa, wayang calung, ketoprak, dan lainnya.
Saat ini, pengunjung sudah berdatangan mulai dari Jakarta, Bandung, hingga di luar Pulau Jawa. Bagi keluarga yang ingin merasakan cottage, ia menyediakannya.
Namun bagi yang ingin hidup dengan alam, Basir menyediakan areal luas untuk camping. “Kapasitasnya luas, bisa buat ratusan,” ungkapnya.
Bagi yang ingin mengeksplor Pantai Menganti disarankan memiliki fisik yang kuat. Karena infrastruktur jalannya cukup menantang sehingga dibutuhkan fisik yang prima. Misalnya untuk menuju air terjun di Desa Karang Duwur, pengunjung harus berjalan kaki cukup jauh.
Namun lelahnya perjalanan dijamin akan sirna setelah sampai di air terjun tersebut. “Di air terjun ini wajib mandi, agar pulangnya terasa ringan karena badannya dingin. Dan bagi yang beruntung, saat mandi tersebut, akan menemukan pelangi di dalam air terjun,” ungkapnya.
Pengembangan Desa Wisata
Basir mengungkapkan, pihaknya terus mengembangkan desa wisata miliknya. Salah satunya bekerja sama dengan PSDI (Pusat Studi Desa Indonesia). Ketua PSDI Edi Sabara mengaku sangat konsen mengembangkan desa-desa wisata di Indonesia.
“Kita bersama-sama membantu masyarakat untuk bisa mengelola desa wisata secara baik, agar masyarakat tidak lagi hanya menjadi penonton. Tapi menjadi pemilik dan pelaku usaha pariwisata di daerahnya sendiri,” kata Edi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.