Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenuh dengan Rutinitas Sehari-hari? Cobalah Rehat di Australia Barat

Kompas.com - 02/06/2017, 09:53 WIB

ANDA penat dengan rutinitas sehari-hari dan mengidamkan jeda sejenak di tempat yang menyegarkan? Bolehlah menjajal petualangan di Australia Barat. Di sana, kita dimanjakan oleh pemandangan bebatuan purba, laut jernih, langit biru, juga beberapa atraksi asyik.

Jeda itu langsung terasa saat kami memasuki Nambung National Park. Kami tiba di sini, Selasa (18/4/2017) siang, setelah menempuh perjalanan darat selama sekitar 2,5 jam dari Perth, ibu kota Western Australia, Negara Bagian Australia.

Taman itu menyuguhkan The Pinnacles Desert, hamparan gurun berpasir kuning yang dihiasi ribuan pilar batu kapur. Ukurannya bermacam-macam, mulai dari setinggi beberapa sentimeter hingga menjulang 3 meter lebih.

Berdiri di situ, kami serasa berada di planet antah-berantah bak di film-film fiksi.

”Bebatuan itu dibentuk oleh alam. Perubahan cuaca, terutama angin, memahat permukaan batu menjadi berbeda-beda,” kata Suzanne Fisher, Marketing and PR Manager for Australia’s Coral Coast, yang menemani kami, rombongan beberapa wartawan dalam media trip undangan Tourism Western Australia.

(BACA: Konon Ini Rumah Tertua di Sydney, Australia)

Suzanne mengajak kami menengok batu mirip kepala anjing, juga batu tertinggi di taman itu. Perdu kadang tumbuh di antara bebatuan. Di atas semuanya, terbentang langit biru jernih dengan kilasan-kilasan awan putih.

Ingatan tentang kehidupan kota yang bising dan sesak langsung sirna, digantikan rasa lengang. Tiba-tiba meruap perasaan: betapa kerdil manusia di tengah semesta.

Kami lantas bergeser ke Kalbarri National Park, yang berjarak sekitar 590 kilometer utara Perth. Rabu pagi, kami menjajal Kalbarri Abseil, atraksi menuruni tebing setinggi sekitar 25 meter dengan tali dan dilengkapi beberapa alat pengaman.

”Selamat pagi!” sapa Colin Anderson, instruktur yang ramah dan lucu, begitu mengetahui saya berasal dari Indonesia.

(BACA: Berwisata ke Perth dan Brisbane, Jangan Lewatkan Destinasi Ini)

Colin pintar mengambil hati pengunjung, termasuk mereka yang awalnya enggan turun. Saat bergelantungan di bebatuan, kami diminta melompat-lompat dengan dua kaki. ”Jump like a kangaroo!” pintanya.

Kepincut sensasi ini, sejumlah pengunjung menjajal atraksi itu sampai dua kali. Asyik memang. Apalagi sejauh mata memandang, terpampang tebing bebatuan berlapis-lapis hasil proses alam.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Pemandangan The Nature’s Window di Kalbarri National Park, Rabu (19/4/2017). Kawasan ini merupakan jalur Murchison River yang dipenuhi tatanan bebatuan indah.
Pesona serupa juga kami nikmati saat menyambangi Nature’s Window, masih di kawasan Kalbarri, dengan puncak batu mirip jendela yang bertengger di atas Murchison River.

Tak hanya susunannya yang memikat, warna-warni bebatuan itu cerah: oranye, coklat, kuning, merah, atau putih gading. Para pengunjung tak bosan berswafoto.

Batu purba dan sungai kuno itu meresapkan kesadaran bahwa dunia ini sudah tua. Sepanjang-panjangnya usia manusia, masih tak seberapa dibandingkan umur semesta.

”Masa lalu dan masa sekarang menyatu di sini,” kata Victoria McLoughlin, perempuan lincah yang menjadi sopir sekaligus pemandu wisata.

Pantai biru

Australia Barat juga memikat dengan laut indahnya. Salah satunya, pantai dengan gugusan tebing batu yang unik, Red Bluff dan Pot Alley, di Kalbarri.

Wisatawan bisa memelototi bebatuan tua yang tersusun unik di pinggir laut seraya mendengarkan cerita petualang dari Eropa yang menjelajahi tempat itu beberapa abad lalu. Namun, angin bertiup kencang, pengunjung mesti hati-hati.

Bergerak ke arah Hamelin Road, ada Shell Beach. Air lautnya biru jernih, dingin, dan asin. Kami sempat nyebur sebentar, tetapi segera kedinginan. Pantai ini populer berkat miliaran cangkang kerang kecil putih yang terhampar bagai pasir.

”Pasir” itu demikian luas sehingga dari kejauhan, pengunjung tampak sebagai titik-titik mungil di tengah lapangan yang elok.

Di kawasan Shark Bay, ada beberapa pantai yang tak kalah indah, antara lain Cape Peron dan Skipjack Point. Pasirnya merah. Tentu saja lautnya juga biru-hijau jernih.

Saat duduk di Skipjack Point, turis memperoleh sudut pandang luas untuk menelusuri lekuk-lekuk garis pantai dengan tebing merah berlekuk- lekuk.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Pemandangan The Pinnacle Desert, pilar-pilar batu purba di Nambung National Park, Australia Barat, Selasa (18/4/2017).
”Dulu, saat pertama datang ke sini, orang-orang Eropa tak punya bahasa untuk berkomunikasi dengan kaum Aborigin. Mereka baru bisa berinteraksi setelah menari bersama. Jadi, bahasa awalnya adalah tarian,” kata Ralf Jaehrling, lelaki asli Jerman yang sudah lama tinggal di Australia dan fasih menguraikan sejarah Shark Bay.

Ngomong-ngomong, dia pernah mengunjungi Bali dan mengaku kapan-kapan ingin kembali melancong ke ”Pulau Dewata” itu lagi.

Tak jauh dari situ, di Shark Bay Road, ada pantai Monkey Mia yang dilengkapi resort dan restoran yang menghadap ke laut. Kami sempat menginap semalam di sini. Suasananya santai.

Pagi hari, kami sarapan di restoran sambil menatap laut lepas, kapal bersauh, burung pelikan yang mondar-mandir di pasir, dan dolfin.

Memberi makan dolfin

Dolfin menjadi atraksi memikat di Monkey Mia. Tak hanya kemunculannya yang bersahabat, ikan-ikan liar itu juga rutin diberi makan oleh sejumlah relawan.

Pagi itu, sekitar pukul 08.00, ada delapan ekor yang mampir, beberapa masih kecil. Itu hanya sebagian dari belasan ekor pengunjung rutin pantai ini.

Setelah mengatur puluhan pengunjung agar berjajar rapi dan tidak terlalu dekat dengan dolfin, beberapa relawan turun ke air. Masing-masing membawa ember berisi ikan. Relawan menyodorkan ikan dengan tangan. Dolfin mendekat dan serta-merta menyambar makanan itu. Semua berlangsung cepat.

”Tradisi ini berjalan sejak tahun 1990-an. Kami sengaja tidak memberi banyak ikan biar dolfin-dolfin itu tetap liar dan mencari makan secara alami,” kata seorang relawan, Kayla Wordsworth.

Atraksi serupa juga rutin digelar di Kalbarri, tepatnya di tepi Murchison River di kota itu. Hanya saja, yang diberi makan adalah burung pelikan. Jumlah burung yang datang tidak menentu, kadang tujuh, lima, bahkan satu ekor.

Seperti pagi itu, saat kami hadir, hanya satu ekor yang muncul. ”Tetapi, kalau nanti pulang ke negara Anda, boleh saja ditulis 10 pelikan yang datang,” canda Felicity, relawan, kepada kami wartawan.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI Beberapa relawan memberi makan dolfin di pantai Monkey Mia, Australia Barat, Jumat (21/4/2017).
Perempuan paruh baya itu pintar menertibkan anak-anak yang bergabung. Beberapa anak diberi ikan, diminta mengacungkannya kepada pelikan. Kadang ikan dilempar dan burung itu menangkapnya dengan cekatan.

Walhasil, mencicipi petualangan di tengah bebatuan purba, laut berwarna tosca, dan ambil bagian dalam atraksi memberi makan hewan liar di Australia Barat sungguh menyegarkan mata, hati, dan pikiran.

Beberapa hari menikmati semua itu, kami serasa di dunia berbeda, dan waktu seakan melambat. Penat akibat rutinitas sehari-hari pun menguap begitu saja. (ILHAM KHOIRI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2017, di halaman 29 dengan judul "Rehat di Australia Barat".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Travel Tips
Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat 'Long Weekend'

Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat "Long Weekend"

Travel Update
Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Hotel Story
3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com