JAKARTA, KOMPAS.com - Gunungan dari kue keranjang diarak sepanjang Jalan Sudiroprajan. Kemeriahan semakin terasa ketika ada atraksi barongsai, reog ponorogo, kesenian Jawa lain, serta hiasan lampion. Pemandangan langka ini dapat disaksikan di Solo, Jawa Tengah ketika Grebeg Sudiro.
Perayaan ini umumnya diselenggarakan tujuh hari sebelum Tahun Baru China. Segala kemeriahan Grebeg Sudiro adalah lambang akulturasi tradisi Tionghoa dan Jawa, yang melebur dalam suasana hangat toleransi. Namun Grebeg Sudiro bukan cuma lambang, ada fungsi lain dari perayaan lintas etnis ini.
"Tampilan apik yang bertempat di komplek Pasar Gedhe itu juga merupakan jembatan sejarah mengulik riwayat orang-orang China di Solo sudah ada jauh sebelum Keraton Kasunanan berdiri walau jumlahnya belum banyak," kata Dosen Prodi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Heri Priyatmoko saat dihubungi KompasTravel, Senin (29/1/2018).
(Baca juga : Menjelang Imlek, Perajin Barongsai di Bogor Kebanjiran Order)
Heri menjelaskan jika komunitas Tionghoa di Solo hadir untuk berdagang. Peradaban besar Bengawan Solo melibatkan jaringan anak sungai telah melahirkan ekosistem Pasar Gedhe yang mewadahi perdagangan lintas etnis.
"Dunia industri di Solo pengujung abad ke 21 mulai berkembang sebagai imbas dari kebijakan masuknya modal asing dan modernisasi yang dilakukan pemerintah kolonial.
(Baca juga : Lily Hambali, Perajin Barongsai yang Tersohor hingga Arab Saudi)
Situasi ini mendorong pertumbuhan komunitas Tionghoa di Solo yang tergerak mengadu nasib dan bermukim di kota. Dalam perkembangannya, mereka bertempat tinggal di wilayah Kasunanan, yaitu Ketandan depan Pasar Gedhe, Balong, Mijen, Kepanjen, Samaan, Sudiroprajan, dan Limolasan," kata Heri.
Akan tetapi ada yang membedakan antara komunitas Tionghoa yang tinggal di Balong dan daerah lain. Dekade pertama abad ke-20, komunitas Tionghoa yang tinggal di Balong merupakan golongan ekonomi menengah ke bawah.
Dijelaskan pada periode tersebut sebagian besar wilayah Balong masih berupa tanah lapang yang kumuh. Di lapangan itu telah dihuni para buruh, baik Tionghoa maupun orang Jawa yang mendirikan rumah bilik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.