JAKARTA, KOMPAS.com - Aura Pramoedya Ananta Toer seperti hadir dalam pameran
"Namaku Pram: Catatan dan Arsip" di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta. Tak jarang rasa haru, sedih dan senyum simpul muncul begitu melihat koleksi pameran "Namaku Pram: Catatan dan Arsip".
Di sana, Pram hadir lewat koleksi arsip asli seperti karya Ensiklopedia Citrawi Indonesia yang belum selesai, kliping naskah, foto-foto, dan barang-barang keseharian miliknya.
Begitu masuk dalam ruang pameran, ada infografis perjalanan hidupnya yang tertera di dinding. Ada pula kutipan-kutipan dari Pram.
"Jangan berlagak tidak mengerti, kalian cukup mengerti apa yang harus kalian lakukan. Lakukanlah yang terbaik untuk Indonesia dan untuk kalian sendiri," begitu kutipan Pramoedya.
Koleksi kliping berita juga ikut ditampilkan. Dari pameran tersebut, terlihat Pram seorang dokumentalis yang handal dalam kliping artikel-artikel berita.
Ada pula tulisan tangan Pram di kertas semen. Di meja kaca lainnya, ada naskah arsip Ensiklopedia Geografi Indonesia dan Ensiklopedi Citrawi Indonesia milik Pram yang belum selesai.
Kehadiran Pram juga hadir lewat koleksi tas yang dipakai oleh Pram ketika pergi dari Pulau Buru. Ada juga pakaian sehari-hari milik Pram.
Berjalan dan melihat di pameran tersebut terasa masuk ke lorong waktu. Ya, serasa merasakan hidup Pram ketika jauh dari keluarga dan menjadi tahanan politik pada masa Orde Baru.
Namun, romantisme kehidupan Pram pun muncul dalam pameran ini. Arsip surat menyurat milik keluarga Pram dihadirkan.
Ada surat dari Ananda Rita Ananta Toer, Ariana Ananta Toer, Tatiana Ananta Toer, Yudistira Ananta Toer. Yang unik adalah satu-satunya surat Pram ketika berada di masa tahanan di Pulau Buru kepada anak laki-lakinya, Yudistira.
Di ruang pameran yang terpisah, ”Tembok Memorabilia” memperlihatkan antara lain lukisan ”Nyai Ontosoroh”oleh Galam, 2002. Lukisan ”Solilouy” oleh Enrico Soekarno, 2002, serta gambar Pram dari masa ke masa oleh Enrico Soekarno.
Bagian kelima, ”Ruang Kerja”. Sebuah ruang yang ditata untuk mencoba memberikan gambaran situasi kamar atau ruang kerja Pram di rumahnya. Di sana ada tiga mesin ketik, meja, kursi, rokok, asbak, geretan, sarung yang disukai Pram, celana dan kemeja favorit Pram.
Di bagian lainnya, ada koleksi buku-buku Pramoedya dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Yang juga menarik adalah Taman Kata-Kata, sebuah kutipan-kutipan Pramoedya Ananta Toer dari berbagai karyanya.
"Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik...". Demikian kutipan di Taman Kata-Kata itu.
Engel Tanzil, kurator pameran "Namaku Pram: Catatan dan Arsip" sekaligus pendiri Dia.Lo.Gue mengatakan pameran ini mencoba menghadirkan sosok Pramoedya Ananta Toer.
Pameran ini, lanjutnya, juga merupakan kelanjutan dari pementasan teater Bunga Penutup Abad produksi Titimangsa Foundation.
"Saya ingin buat pameran seperti bikin film ya. Kamu bisa mendalami karakter seorang pram, meriset, membaca tulisannya dia, mendengarkan interview dia, cara dia ngomong, bicara. Dalam pameran ini saya ingin seperti sutradara film. Pram itu bukan dimuseumkan, tapi dihidupkan dalam pameran ini," katanya.
"Saya hampir setiap minggu datang ke rumah Pram di Bojong Gede, Bogor naik KRL. Saya ingin rasakan kenapa ia sampai memilih rumah di Bojong Gede. Tukang ojek di sana sampai sudah hapal sama saya," ujarnya.
Untuk pemilihan koleksi pameran, Engel mengaku dibantu oleh keluarga Pramoedya yaitu cucu-cucunya. Koleksi pameran ia harapkan dapat memunculkan sosok Pram untuk pengunjung terlebih anak-anak muda.
Dalam pameran ini, Engel juga ingin menghadirkan Pramoedya sebagai manusia seutuhnya. Ia ingin masyarakat tahu tentang kegagalan, kesediahan, ketakutan, harapan, kegundahan Pramoedya semasa hidup.
"Lalu juga perjuangan dua wanita dalam hidupnya yaitu Astuti Ananta Toer dan Maemunah. Saya ingin masyarakat punya persepsi dua wanita itu. Astuti seperti ayah dan Maemunah seperti ibunya," ujarnya.
Pram meninggal di Jakarta, 30 April 2006. Selama tujuh dekade masa hidupnya dipakai untuk menulis lebih dari 50 buku.
Karya tulis Pram, terutama novel dan cerpen, telah diterjemahkan ke 45 bahasa termasuk di antaranya Bahasa Spanyol pedalaman dan Bahasa Urdu.
Pramoedya Ananta Toer merupakan satu-satunya penulis Indonesia yang berkali-kali menjadi kandidat peraih Nobel Sastra.
Karya-karya Pramoedya tak pernah berhenti menjadi inspirasi banyak orang demi memaknai sejarah perjuangan kemanusiaan di tengah berbagai penindasan.
Beberapa yang menjadi sorotan dunia yaitu lewat empat novelnya yang terpenting yang ditulisnya semasa menjalani tahanan di Pulau Buru. Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca, merupakan empat novel yang dikenal dengan tetralogi Pulau Buru.
Pengunjung yang hadir tak diperkenankan untuk memotret koleksi pameran secara detail. Peraturan tersebut berlaku untuk bagian Dinding Perjalanan Hidup, Ruang Catatan dan Arsip, Ruang Video.
Pengunjung hanya boleh memotret suasana pameran. Hal itu menurut Engel, untuk menghormati keluarga Pramoedya Ananta Toer.
Pengunjung bisa berfoto di area Dinding Memorabilia dan Ruang Kerja Pram. Yang tak kalah menarik yaitu di Taman Kata-Kata.
Pameran "Namaku Pram: Catatan dan Arsip" hadir di Dia.Lo.Gue mulai 17 April hingga 20 Mei. Pengunjung bisa datang pukul 09.30 - 18.00 WIB pada hari Senin hingga Kamis dan pukul 09.00 - 21.00 WIB pada hari Jumat hingga Minggu.
Engel mengatakan menyediakan jasa pemanduan pameran dengan janji terlebih dahulu. Pengunjung bisa mengajukan permohonan pemanduan pameran dengan cara menghubungi pihak Dia.Lo.Gue selambat-lambatnya lima hari sebelum kedatangan.
Pengunjung juga tak dipungut biaya untuk melihat pameran. Pastikan untuk mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh penyelenggara pameran.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Namaku Pram: Catatan dan Arsip", Mengenal Lebih Dalam Pramoedya Ananta Toer", https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/17/203809510/namaku-pram-catatan-dan-arsip-mengenal-lebih-dalam-pramoedya-ananta.
Penulis : Irfan Maullana
Editor : Irfan Maullana
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Namaku Pram: Catatan dan Arsip", Mengenal Lebih Dalam Pramoedya Ananta Toer", https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/17/203809510/namaku-pram-catatan-dan-arsip-mengenal-lebih-dalam-pramoedya-ananta.
Penulis : Irfan Maullana
Editor : Irfan Maullana
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Namaku Pram: Catatan dan Arsip", Mengenal Lebih Dalam Pramoedya Ananta Toer", https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/17/203809510/namaku-pram-catatan-dan-arsip-mengenal-lebih-dalam-pramoedya-ananta.
Penulis : Irfan Maullana
Editor : Irfan Maullana
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Namaku Pram: Catatan dan Arsip", Mengenal Lebih Dalam Pramoedya Ananta Toer", https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/17/203809510/namaku-pram-catatan-dan-arsip-mengenal-lebih-dalam-pramoedya-ananta.
Penulis : Irfan Maullana
Editor : Irfan Maullana