BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan MLDSPOT Content Hunt 2

Malam-malam Berkunjung ke Museum, Rasakan Sensasinya

Kompas.com - 23/05/2018, 03:45 WIB
Sri Noviyanti,
Dimas Wahyu

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Larry kebingungan. Sebagai penjaga malam yang bertugas untuk kali pertama di sebuah museum peninggalan sejarah di Amerika Serikat (AS), ia dibuat kalang kabut oleh fosil dinosaurus yang bergerak seperti anjing liar. Fosil itu terus mendekat mengejarnya.

Tak habis pikir, di lain sisi museum, ia juga mendapati patung totem yang berbicara. Ada lagi, monyet langka yang spesiesnya harusnya sudah punah dan jasadnya telah diawetkan, kini hidup dan mengajaknya bercanda.

Sialnya, ini bukan mimpi melainkan kenyataan.

Cerita itu ada dalam film berjudul Night at the Museum yang diambil dari kisah buku berjudul sama karangan Milan Trenc.

Meskipun kisahnya fiktif, film tersebut sukses membuat banyak orang penasaran soal bagaimana keadaan museum pada malam hari.

Maklum, jam operasional museum, jamaknya hanya sampai sore. Walau demikian, pada akhirnya, film tersebut menginspirasi American Museum of Natural History, museum yang dibuka pada malam hari.

Serupa tapi tak sama, sensasi berkunjung ke museum pada malam hari sudah dapat dirasakan di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta.

Di sana ada komunitas dengan nama Yogyakarta Night at the Museum yang menggerakkan anggotanya untuk mengenal museum dan ikut melestarikannya. Uniknya, waktu yang dipilih adalah malam hari.

“(Komunitas dan kegiatannya) ini untuk anak muda, utamanya mahasiswa yang tak punya banyak waktu luang di siang hari,” ujar pendiri komunitas, Erwin Junaedi.

Lewat kegiatan komunitas, masyarakat di Yogyakarta sudah bisa merasakan sensasi berkunjung ke museum pada malam hari.

Lewat kegiatan komunitas Yogyakarta Night at the Museum, masyarakat di Yogyakarta sudah bisa merasakan sensasi berkunjung ke museum di malam hari.MLDSpot Content Hunt Lewat kegiatan komunitas Yogyakarta Night at the Museum, masyarakat di Yogyakarta sudah bisa merasakan sensasi berkunjung ke museum di malam hari.

Kemasan kegiatan pun dibuat semenarik mungkin. Anggota komunitas tak hanya memperkenalkan pengunjung dengan kisah latar museum dan isinya. Mereka mengajak pengunjung untuk ikut bermain-main.

Misalnya, ada program Amazing Race, yakni jelajah isi museum.

Jangan bayangkan program ini hanya sebatas menyusuri isi museum dan membaca keterangan dari satu benda ke benda lain.

Melalui Amazing Race, pengunjung akan dikelompokkan. Nah, kelompok-kelompok ini kemudian akan diberikan clue atau petunjuk untuk berkompetisi mencari tahu sambil menyisir isi museum dalam waktu tertentu.

Selain program itu, ada juga dua program lainnya, yakni Kids yang merupakan program khusus anak-anak, dan Heritage, program pengenalan cagar budaya di Yogyakarta lebih dalam lagi, mulai dari bangunan, arsitektural, sampai perubahannya hingga saat ini.

Program kemahasiswaan dari Dikti 

Di balik kegiatan seru-seruan ala mahasiswa, sebenarnya program yang dijalankan komunitas adalah bentuk kepedulian terhadap angka kunjungan pada museum.

Museum di Indonesia kadung memiliki citra sebagai tempat belajar anak sekolah saja. Kalau sesekali sempat, coba saja buktikan. Pengunjung museum pada hari biasa lebih banyak diisi oleh anak-anak berseragam sekolah dibandingkan masyarakat umum.

Hal itu linear dengan jam buka operasional yang mengikuti jam kerja.

“(Sekarang) kami ubah pandangan orang pada museum. Dari yang dulunya object oriented (memamerkan benda bersejarah), sekarang sudah berubah haluan menjadi public oriented (ruang untuk masyarakat),” tambah Erwin.

Pandangan orang dulu ke museum hanya object oriented (memamerkan benda bersejarah), sekarang sudah berubah haluan menjadi public oriented (media space untuk masyarakat).MLDSpot Content Hunt Pandangan orang dulu ke museum hanya object oriented (memamerkan benda bersejarah), sekarang sudah berubah haluan menjadi public oriented (media space untuk masyarakat).

Salah satu unsur penunjang dari public oriented, kata Erwin lagi, adalah hadirnya komunitas.

Pada akhirnya, Yogyakarta Night at he Museum sukses memperlebar profil pengunjung. Tak disangka, gerakan yang dimulai pada 2012 tepatnya tiap malam minggu itu mengundang antusiasme khalayak.

Karenanya juga, rangkaian penyelenggaraan acara dalam komunitas itu kemudian dijadikan program kemahasiswaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

Kini, lebih kurang ada lima museum di Yogyakarta yang bisa dikunjungi pada malam hari, yakni Benteng Vredeburg, Monumen Jogja Kembali, Museum Sonobudoyo, Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Soedirman, dan Museum Perjuangan Indonesia.

Komunitas ini sebenarnya adalah hal kecil, sementara Indonesia memiliki banyak sejarah dan macam-macam cerita yang juga membutuhkan banyak tangan agar terus lestari.

Yogyakarta Night at the Museum sudah menunjukkan kontribusinya. Anda juga bisa melakukan hal sama dan membagikan ceritanya lewat MLDSpot Content Hunt Season 2. Cek juga cerita menarik dan inspiratif lainnya di laman ini.

Siapa tahu dari cerita yang dibagikan, ada banyak hal-hal kecil yang berdampak besar untuk Indonesia. 


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com