Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Aristides Katoppo, Soe Hok-Gie, dan Evakuasi di Gunung Semeru...

Kompas.com - 29/09/2019, 17:49 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – “Fretje, kamu ke atas. Lihat Soe, Herman, dan Idhan. Cepat cari tahu, kecelakaannya kenapa,” kata Aristides Kattopo kepada Freddy Lasut sekitar bulan Desember 50 tahun yang lalu di Gunung Semeru, Jawa Timur.

Tides sapaan akrab Aristides, saat itu menjadi anggota tim pendakian Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Gunung Semeru yang paling senior di antara Herman Lantang, Soe Hok-Gie, Anton Wijana (Wiwiek), Abdurachman (Maman),Rudy Badil, Freddy Lasut,dan Idhan Lubis.

Tim Mapala UI (dulu bernama Mapala Sastra Prajnaparamitha) pergi mendaki Gunung Semeru. Dalam perjalanan itu, musibah Semeru terjadi.

Saat itu, ia juga meminta Rudy Badil untuk meminjamkan baju hangat miliknya ke Freddy. Tides meminta Freddy untuk kembali naik ke sekitar area Recopodo untuk mengecek kondisi Soe Hok-Gie dan Idhan Lubis yang terkena musibah serta Herman Lantang.

“Ini baca senter, cepat turun ya, jangan sampai kegelapan,” ujar Tides dalam buku Soe Hok-Gie…Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya.

Tokoh pers Indonesia, Aristides Katoppo saat diwawancarai di Malang, Sabtu (21/9/2019).KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Tokoh pers Indonesia, Aristides Katoppo saat diwawancarai di Malang, Sabtu (21/9/2019).

Rasa was-was, khawatir, bingung, dan bengong sedalam-dalamnya langsung muncul di benak Tides dan anggota pendakian lainnya. Meski dikenal tenang, Tides saat itu bingung dan tak bisa menjawab pertanyaan dari Badil dan Wiwiek.

Di Puncak Mahameru,Tides sempat mengatakan, “Turun, cepat turun, cuaca tidak bagus. Kami tunggu di cemara bawah ya."

Mahameru saat itu memang hujan dan gerimis bercampur kabut. Ditambah suara ledakan, semburan gas yang menyemprotkan debu, dan material vulkanik ke langit.

Beberapa saat kemudian, Freddy dan Herman kembali ke tenda darurat di kaki Semeru. Herman lalu melapor ke Tides.

“Hok-Gie dan Idhan so meninggal. Mereka tiba-tiba kejang dan kemudian tidak bergerak,” kata Herman.

Aliran air Kali Amprong di Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kali Amprong merupakan titik awal pendakian tim Mapala UI ke Gunung Semeru via jalur Watu Pecah pada Desember tahun 1969.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Aliran air Kali Amprong di Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kali Amprong merupakan titik awal pendakian tim Mapala UI ke Gunung Semeru via jalur Watu Pecah pada Desember tahun 1969.

Semua kaget, bingung, dan tak tahu harus berbuat apa kecuali berharap laporan Herman itu ngaco. Dengan pancaran sinar lentera yang redup, Tides mengajak kami berdoa yang khusyuk.
Tides menjadi pimpinan sembahyang malam di Semeru malam itu.

Di bawah bentangan tenda darurat penangkal hujan, Tides meminta pertolongan Tuhan agar anggota tim dijauhkan dari segala bahaya dan percobaan.

“Tides memanjatkan doa harapannya agar Soe dan Idhan diberi kesempatan hidup selamat lagi. Amin. Saya ingat, saat itu saya benar-benar menangis,” tulis Badil, yang akhirnya jadi anggota Mapala.

Tides dan Evakuasi Gie

Puncak Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (18/9/2019).KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Puncak Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (18/9/2019).

“Saya akan ajak turun Wiwiek ke Gubug Klakah hari ini juga, karena Wiwiek bisa berkomunikasi pakai bahasa Jawa. Kami akan segera berangkat supaya tidak kemalaman di Jalan. Setibanya di bawah saya akan kontak Jakarta dan pejabat di Malang…,” ujar Tides yang saat itu sudah beranak istri.

Sebelum turun ke Gubuk Klakah, Tides meminta Freddy dan Herman mengecek keadaan Soe Hok-Gie dan Idhan di leher Semeru. Kepada Badil, Tides meminta untuk menjaga Maman yang berperilaku agak "aneh" saat itu dan juga menyiapkan bekal logistik turun.

Berbekal beberapa potong biskuit, kue kacang hijau, beberapa kerat cokelat, sebotoh air bersih, dan pil vitamin C, Tides dan Wiwiek turun ke Gubuk Klakah. Tides dan Wiwiek menjadi tim pendahulu untuk melaporkan musibah Gunung Semeru pada 16 Desember 1969 lalu.

Dikisahkan Badil, Tides dan Wiwik bersusah payah melewati hutan yang masih lebat dan merambah hutan cemara yang porak-poranda akibat kebakaran besar.

Wedhus gembel terlihat keluar dari kawah Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (18/9/2019).KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Wedhus gembel terlihat keluar dari kawah Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (18/9/2019).

Mereka juga kesulitan saat merambah tegalan remputan luas di Oro-Oro Ombo serta menyusuri punggung Pegunungan Pusung Malang menuju Gubuk Klakah.

Tides dan Wiwiek kemudian menemukan jalur perjalanan tim. Tides, saat itu, mengaku kondisinya sudah drop dan kaki makin gempor sebelum tiba di Kali Amprong, titik awal pendakian menuju hutan Gunung Semeru.

Di tengah kegelapan, Tides berdua dengan Wiwiek terus menapak gontai memasuki jalan becek dan licin Desa Gubuk Klakah. I

a kemudian berhasil kembali ke rumah Pak Binandjar, Kepala Dukuh Gubug Klakah seraya kaget begitu orang-orang melihat dan mengelilinginya saat sempat tertidur sejenak.

Bertemu Arek-arek Malang dan Meminjam Helikopter

Anggota Mapala UI dipotret saat melakukan kegiatan pemasangan plakat In Memoriam Soe Hok-Gie di Gunung Semeru, Jawa Timur pada tahun 1971. Soe Hok-Gie, anggota Mapala UI dengan nomor M-007-UI meninggal di Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia.Dokumentasi Mapala UI Anggota Mapala UI dipotret saat melakukan kegiatan pemasangan plakat In Memoriam Soe Hok-Gie di Gunung Semeru, Jawa Timur pada tahun 1971. Soe Hok-Gie, anggota Mapala UI dengan nomor M-007-UI meninggal di Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia.

Tides bersama Yon Artiono Arba’I, petugas Kejaksaaan Agung RI saat itu pergi ke Landasan Udara Abdurrachman Saleh untuk membicarakan soal operasional helikopter TNI AL untuk misi SAR Tim Semeru UI.

Tides sempat meminta helikopter mendarat dan parkir di Alun-Alun Besar Kota Malang.

“Aku ketemu dengan komandan pangkalan udara TNI-AU, lalu berembuk agar ada semacam kerja sama operasional antara TNI-AU, TNI-AD, dan TNI-AL,” kata Tides, yang saat itu sudah menjadi Redaktur Pelaksana Harian Sinar Harapan.

Lalu, Tides dan Yon pergi naik helikopter TNI-AL dari Malang ke arah Tumpang dan Gubuk Klakah lalu menyusuri Kali Kamprong dan Gunung Ayek-Ayek.

Tides, Yon, pilot dan ko-pilot helikopter terbang di area Gunung Semerus sebelum akhirnya kembali ke pangkalan udara lantaran gagal mendarat di titik rescue.

Di Malang, arek-arek dari Klab TMS-7, IPKA Indrakilla, Young Pioneer juga terlibat sebagai tenaga volunteer untuk evakuasi jenazah Soe Hok-Gie dan Idhan Lubis.

Panorama Gunung Semeru dilihat dari Gunung Ayek-Ayek.KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Panorama Gunung Semeru dilihat dari Gunung Ayek-Ayek.

Di tengah proses evakuasi Soe Hok-Gie dan Idhan Lubis di Gubuk Klakah, Tides sempat berunding dengan Pak Suwandi, Komandan Kodim Malang, Arief Budiman (kakak Gie), Idhat Lubis (kakak Idhan Lubis), dan Kang Musa (kakak Maman) untuk perjalanan SAR.

Tides, sebagai anggota yang paling senior di tim pendakian banyak mengambil peran. Salah satunya, saat ia meminta tim untuk menjaga dan memeriksa kondisi kesehatan ke Rumah Sakit Celaket Malang.

Hari ini, Minggu (29/9/2019) pukul 12.05 WIB,Tides meninggal dunia di Jakarta. Minggu lalu, Tides sempat pergi ke Ranupani bersama Herman Lantang, Don Hasman, rekan-rekan Young Pioner, serta rekan-rekan pencinta alam.

Perjalanan Tides ke lereng Gunung Semeru seakan menuntaskan kerinduan terhadap sahabatnya, Gie.

Selamat jalan, Tides...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com