Sebagian dari orangtua anda mungkin masih mengoleksi beberapa piringan hitam hingga sekarang. Bagaimana jika weekend ini, anda mengajak orangtua anda untuk melengkapi koleksi piringan hitam sekaligus bernostalgia dengan tembang-tembang kenangan?
Sebuah toko musik di daerah Dipati Ukur ternyata masih menjual kaset-kaset bekas serta piringan hitam. Toko musik tersebut bernama DU 68, lokasinya tepat di seberang pom bensin Dipati Ukur, Bandung, Jawa Barat. “Koleksi piringan hitam di sini sudah mencapai ribuan keping,” kata pemilik DU68, Irham Vickry.
Toko musik ini masih menjual piringan hitam, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Menurut Irham, sebagian besar pembeli piringan hitam di tokonya berasal dari komunitas pecinta musik lama. Umumnya, mereka datang ke sana untuk membeli atau sekadar berkumpul dan saling memamerkan koleksi pringan hitam yang mereka punya.
Sistem perekamannya yang masih bersifat analog serta tanpa campur tangan komputer membuat hasil rekaman menjadi sangat nyata, seakan-akan musisi tersebut hadir di tengah-tengah pendengar. Rata-rata kolektor yang datang ke DU68 mencari piringan hitam artis-artis Indonesia era 70’an hingga 80’an.
“Piringan hitam dari Indonesia itu lebih langka dibandingkan piringan-piringan hitam dari barat,” tutur Irham.
Irham menjelaskan tentang sejarah industri musik di era 70-an. Kurangnya label rekaman di Indonesia kala itu, membuat jumlah piringan hitam yang dicetak hanya sedikit. Di era 60 sampai 80-an hanya beberapa label yang mencetak piringan hitam, seperti Remaco, Lokananta, dan Musika.