Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Indonesia dengan Jelajah Pusaka

Kompas.com - 22/12/2014, 14:44 WIB
PUSAKA peninggalan sejarah berserak di sekitar kita. Jogja Heritage Society mengajak warga mengenali pusaka yang ikut membentuk wajah negeri ini. Lewat Jelajah Pusaka, mereka belajar memahami sebuah Indonesia

Nasi jagung itu tersaji di wadah dari anyaman bambu beralas daun pisang. Makanan rakyat itu disantap bersama urap, ayam panggung, dan ikan asin. Itulah hidangan makan siang bagi para peserta Temanggung Heritage Trail yang diadakan oleh Jogja Heritage Society pada pertengahan November lalu. Nasi jagung itu menjadi ”pusaka” tersendiri bagi peserta jelajah.

Jelajah Pusaka Temanggung bukan acara piknik, tapi aktivitas pengenalan pusaka (heritage). Jogja Heritage Society (JHS) telah belasan kali melakukan penjelajahan serupa ke berbagai situs zaman Mataram Hindu sampai jejak zaman kolonial. Jika ada sisi rekreatifnya maka itu adalah ”bonus” yang menyenangkan.

Heritage trail itu hanya salah satu cara menyadari pentingnya pusaka. Agar orang mengikuti dengan ringan, menyenangkan, tetapi sebenarnya mereka belajar,” kata Titi Handayani, salah seorang pengurus JHS.

Berangkat dari Yogyakarta pukul 07.00 dengan bus, sekitar 30-an peserta Temanggung Heritage langsung menuju Temanggung. Suasana kekeluargaan, penuh canda, menaungi sepanjang perjalanan. Peserta saling memperkenalkan diri, terutama bagi peserta yang baru bergabung dengan kegiatan JHS. Dalam suasana akrab dan gembira itulah peserta Jelajah Pusaka belajar kearifan sejarah.

Rombongan mengunjungi rumah bekas peninggalan Bupati Soemodilogo. Wafat pada 1825, Soemodilogo adalah Bupati Menoreh pertama. Kemudian peserta ”berziarah” ke jembatan sungai Progo di mana puluhan pejuang kemerdekaan dibantai oleh militer Belanda. Perjalanan berlanjut ke Situs Liyangan, peninggalan zaman Mataram Hindu abad 9 di Dusun Liyangan, Desa Purbasari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung. JHS juga mengunjungi Kelenteng Hok Tek Tong, atau Dharma Nugraha di Parakan. Serta Stasiun kereta api yang dibangun tahun 1907 dan tidak beroperasi lagi sejak 1973.

Pembelajaran publik

Jelajah Pusaka merupakan bagian dari aktivitas JHS yang didirikan tahun 1998 oleh sejumlah pemerhati pusaka antara lain Parmono Atmadji (alm), Laretna T Adisakti, dan sejumlah pemerhati pusaka di kota Yogya. Belakangan ikut juga bergiat antara lain Titi Handayani, Anggi Minarni, Adi Wibowo, dan lainnya.

KOMPAS/FRANS SARTONO Kelenteng Dharma Nugraha di Parakan, yang dibangun pada era 1890-an, ikut mewarnai wajah Temanggung.
Laretna atau Sita mengenang peristiwa pada tahun 1991 yang menjadi embrio gagasan pembentukan JHS. Ketika itu Gedung Senisono, Yogyakarta, yang dibangun tahun 1822 dengan nama Societeit de Vereneging, akan dihancurkan. Warga Yogya protes, termasuk seniman dan pemerhati bangunan pusaka.

Dari peristiwa itu, Sita dan kawan-kawan membentuk JHS yang dimaksud untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai pentingnya menjaga warisan budaya, alam, dan saujana. Di antara deretan kegiatannya, JHS antara lain melakukan studi, penelitian, dan pendokumentasian tentang pusaka, serta pendidikan.

Pada awalnya JHS adalah sebuah gerakan penyadaran akan pentingnya pelestarian pusaka. Untuk tujuan tersebut JHS membuat diskusi atau acara lain. ”Setelah gempa di Yogyakarta (2006) kita bikin action ke pelestarian,” kata Titi Handayani.

Jelajah Pusaka merupakan bagian dari sub kegiatan pendidikan JHS. ”Pendidikan publik menjadi sangat penting untuk membangun kesadaran akan pentingnya heritage, pusaka,” kata Anggi Minarni, pengurus JHS.

Dalam rangka memberi penyadaran publik itu JHS pernah ”blusukan” ke ndalem atau rumah-rumah pangeran atau abdi dalem di kawasan Njeron Benteng atau lingkungan dalam Keraton Yogyakarta. Mereka juga menjelajah tempat-tempat penting di sekitar Gunung Kidul, seperti Gunung Purba Ngalanggeran, Situs Sokoliman, sampai Goa Rencang. Di luar wilayah Yogyakarta, JHS pernah menelusuri jejak-jejak pusaka di Magelang, Purworejo, Surabaya-Madura, dan terakhir ke situs-situs bersejarah di sekitar Temanggung.

Banyak hal yang bisa dipelajari dari perjalanan bersama Jogja Heritage Society. Yulianti, seorang pegawai negeri sipil di lingkungan Pemda DIY, mulai mengikuti kegiatan JHS yang melakukan penjelajahan di sekitar kawasan Nol Kilometer Yogyakarta. Dengan berjalan kaki, peserta menelusuri Benteng Vredeburg, Bank Indonesia, sampai Museum Sonobudoyo. Sebagai warga Yogya, bangunan tersebut tak lebih dari gedung lama, bangunan tua. Setelah mengikuti JHS, ia melihat obyek yang sama dengan perspektif kesejarahan. ”Modern boleh, tapi
heritage harus dijaga,” kata Yuli.

Eddy Arinto secara formal menjadi anggota JHS sejak 3 tahun lalu. Sebagai arsitek dan pengajar, Eddy yang selalu mengikuti kegiatan JHS bersama sang istri itu, banyak belajar tentang kearifan arsitektur masa lalu. ”Dalam mendesain suatu kawasan kita tak hanya memikirkan aspek fisik, tapi juga aspek kemasyarakatan,” kata Eddy.

KOMPAS/FRANS SARTONO Anggota Jogja Heritage Society saat berkunjung ke rumah yang pernah ditinggali Soemodilogo, Bupati Menoreh pertama, pada tahun 1820-an.
Peserta yang datang dari beragam profesi dan disiplin ilmu, menjadikan JHS sebagai forum belajar yang menyenangkan. Dalam setiap penjelajahan, JHS juga berdiskusi santai membahas tentang tempat-tempat yang dikunjungi. Mereka kadang mengajak arkeolog untuk menjelaskan mengenai situs-situs yang jadi obyek penjelajahan. ”Kami mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Saya dari enggak tahu apa-apa, jadi banyak tahu,” kata Yuli.

Demi memberi pemahaman akan pentingnya pusaka dan sejarah, JHS tak henti-hentinya memberi penyadaran publik, termasuk kepada para pemangku kepentingan, para politisi anggota Dewan. Setiap kali ada wajah-wajah di baru panggung politik, kata Sita, JHS akan siap berbicara, ”Pusaka adalah ...”

Titik-titik itu bisa dilanjutkan dengan tulisan novelis John Steinbeck, dalam novel Grapes of Wrath. ”How will we know it’s us without our past?” Inti omongan Steinbeck itu hampir sama dengan pesan Bung Karno, ”Jangan sekali-kali melupakan sejarah....” (Frans Sartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Travel Update
Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Travel Tips
Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Travel Update
Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Travel Update
Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Jalan Jalan
Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Jalan Jalan
5 Hotel Dekat Ocean Park BSD, Bisa Jalan Kaki

5 Hotel Dekat Ocean Park BSD, Bisa Jalan Kaki

Hotel Story
5 Penginapan dekat Kebun Raya Cibodas

5 Penginapan dekat Kebun Raya Cibodas

Hotel Story
10 Tempat Wisata Keluarga Terbaik di Dunia 2024, Ada Resor di Bali

10 Tempat Wisata Keluarga Terbaik di Dunia 2024, Ada Resor di Bali

Jalan Jalan
7 Wisata Ramah Anak di Bandung, Cocok untuk Liburan Sekolah

7 Wisata Ramah Anak di Bandung, Cocok untuk Liburan Sekolah

Jalan Jalan
9 Wisata Malam di Solo, Kunjungi Saat Mampir

9 Wisata Malam di Solo, Kunjungi Saat Mampir

Jalan Jalan
6 Tips Penting untuk Merencanakan Liburan Keluarga

6 Tips Penting untuk Merencanakan Liburan Keluarga

Travel Tips
3 Mall Solo dekat Stasiun Purwosari, Bisa Jalan Kaki

3 Mall Solo dekat Stasiun Purwosari, Bisa Jalan Kaki

Jalan Jalan
Minimarket di Jepang dengan Latar Belakang Gunung Fuji Timbulkan Masalah

Minimarket di Jepang dengan Latar Belakang Gunung Fuji Timbulkan Masalah

Travel Update
Desa Wisata di Spanyol Binibeca Vell Terancam Ditutup Akibat Lonjakan Jumlah Wisatawan

Desa Wisata di Spanyol Binibeca Vell Terancam Ditutup Akibat Lonjakan Jumlah Wisatawan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com