Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (79)

Kompas.com - 24/06/2008, 08:46 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]



Halo pecinta serial Petualang, cerita perjalanan Agus belum selesai. Setelah malang melintang di kawasan Asia selama 1 tahun 7 bulan sejak Juli 2005, memang akhirnya Agus pulang ke Indonesia, menemui keluarganya. Ayahnya sakit. Tapi, syukurlah ayah Agus di Lumajang baik-baik saja. Tidak sampai satu bulan di Indonesia Agus kembali menggendong ranselnya dan melanjutkan petualangannya hingga sekarang. Keluarganya memang mengharapkan ia tinggal di Indonesia dan hidup ”normal”. Namun jiwa pengembaraannya tidak pernah bisa diam. Toh, akhirnya ayahnya bangga juga dengan jalan hidup yang ditempuh putra sulungnya. Mulai seri ke 79 ini Anak Lumajang itu akhirnya kembali ke jalan, masuk ke negara terakhir stan-stan pecahan Uni Soviet, Turkmenistan, yang selalu ada dalam imajinasinya.  

Di negara manakah Agus saat ini? Bagaimana dia menghidupi perjalanannya? Bagaimana dia mengirim ceritanya ke Kompas.com? Apakah pacarnya tidak gelisah dengan jalan hidupnya? Yuk, kita obrolin di Forum Kompas.  Anda bisa bertanya A-Z soal Agus. Dan, semoga kalau Agus ada waktu pergi ke warnet di negeri jauh sana dia akan ikut bercengkerama bersama Anda. (red)
--------------------------------

Menuju Antah Berantah

Tak sampai sebulan berselang, saya sudah berada di Bandara Internasional Mehrabad, Republik Islam Iran. Dingin langsung menyambut saya, yang menginjakkan kaki kembali ke tengah negeri-negeri yang tak pernah pupus dari mimpi.

Dingin yang sama digemakan oleh pilar-pilar, koridor, eskalator. Bandara Mehrabad sudah tua umurnya. Kosong, lengang, tak beraturan. Tak bernyawa. Saya hanya merasa berada di sebuah bandara. Tak kurang tak lebih.

Pesawat kami terbang dari Kuala Lumpur, tempat belanja favorit orang Iran di Asia Tenggara. Setiap penumpang membawa berkoper-koper barang, sepertinya tak ada yang mau menyia-nyiakan kesempatan berbelanja di sebuah surga shopping dunia.

Roda bagasi berputar perlahan-lahan. Satu per satu barang bawaan muncul entah dari mana. Di antara barang-barang itu, ada banyak kotak besar berisi makanan bubuk dan popok bayi. Aneh-aneh saja belanjaan favorit orang Iran ini.

Dua ratusan penumpang Iran berbaris dengan sabar di depan bea cukai, yang sangat teliti memeriksa semua barang. Saya malah melengang begitu saja, mungkin karena mereka tidak tertarik dengan ransel kumal saya.

Tak banyak yang saya lakukan di kota Tehran, selain mengurus visa Uzbekistan dan Turkmenistan. Yang pertama sangat gampang. Dengan berbekal surat undangan dari Tashkent, paspor saya langsung ditempeli stiker visa hanya dalam waktu lima menit.

Yang bikin pusing adalah visa Turkmenistan, negeri aneh yang mengunci dirinya rapat-rapat dari dunia luar. Negeri ini tak pernah bermurah hati mengundang orang asing menginjakkan kaki di wilayahnya. Terisolasi. Misterius. Negeri antah berantah yang hanya hidup dalam imajinasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com