Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (9): Darchen

Kompas.com - 14/08/2008, 07:27 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Cemas masih menggerayangi ketika mobil mulai oleng diterpa air sungai yang menderas. Kami tepat di tengah-tengah. Dua puluh meter ke belakang, dua puluh meter ke depan, untuk bisa keluar dari kubangan menyeramkan ini.

Sopir memilih mundur. Para penumpang sudah menjerit marah bercampur ketakutan. Beberapa lelaki Tibet turun, ikut mendorong mobil yang tertambat.

Tepat sepuluh menit berkubang, mobil kami akhirnya berhasil mencapai tepian. Para penumpang mendengus kesal. Barang bawaan mereka yang ditaruh bagasi belakang semua jadi hitam bercampur lumpur. Ibu polisi Tibet itu lebih sedih lagi, sekarung beras yang dibawanya juga jadi beras lumpur.

           “Itulah pengabdian,” katanya sambil menghela nafas panjang, ketika kami melanjutkan perjalanan.

Saya tersentuh oleh pengabdian polisi senior ini. Gajinya cuma 2500 Yuan. Di Tibet, di tempat yang terpencil dengan semua harga barang melambung tinggi, gaji itu sama sekali tidak ada apa-apanya. Naik bus seperti ini sepuluh kali saja sudah habis. Untuk makan tiga orang aja selama satu bulan juga tidak cukup. Belum lagi untuk tabungan, biaya hidup anak dan keluarganya. Tetapi bu polisi tetap tegas menjalankan tugas, menegakkan hukum di pelosok terjauh Republik Rakyat China, tak peduli dengan rengekan orang asing yang melakukan perjalanan-perjalanan ilegal.

           “Kalian mau ke Gunung Dewa kan?” bu polisi kembali mengakrabkan diri, “Gunung Dewa bagi kami orang Tibet besar sekali artinya. Kalau sudah sampai situ, kalian mesti melakukan kora – mengelilingi gunung satu putaran penuh.”

Bagi orang Tibet, kora adalah ibadah. Biksu Tibet bisa melakukan kora sampai ratusan kali dalam hidupnya. Bu polisi mengaku sudah mengitari Gunung Kailash tujuh kali.

           “Jumlahnya harus ganjil. Kami bisa mengitari satu kali. Tetapi kalau sudah mengitari dua kali, harus cepat-cepat lanjutkan putaran ketiga. Tidak baik kalau angka putarannya genap.” Sekali putaran kora adalah perjuangan panjang naik turun gunung sejauh 54 kilometer. Ini adalah ziarah panjang yang penuh perjuangan.

Seperti seorang guide, ibu polisi yang saya takuti ini terus bercerita,
          “Bagi orang Tibet, kora itu bukan sekadar ibadah. Itu juga melambangkan perjalanan manusia mencapai pencerahan. Perjalanan fisik adalah perlambang perjalanan batin mencari titik terang.”

Saya sudah tidak sabar untuk mencapai Kailash. Gunung suci itu sudah menampakkan dirinya di sisi kanan. Menjulang gagah. Bentuknya limas, ditudungi salju putih di puncaknya. Segurat garis vertikal membelah wajah depannya. Ada aura magis yang dipancarkan puncak ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com