Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menerawang Aceh dari Sawang

Kompas.com - 10/08/2009, 03:07 WIB

Muhammad dan Sidik Pramono

Tidak mudah memasuki Sawang, Aceh Utara. Kecamatan yang berada sekitar 30 kilometer sebelah tenggara Kota Lhokseumawe tersebut memiliki banyak pintu masuk. Dari tepi jalan raya yang menghubungkan Kota Lhokseumawe-Kabupaten Bireuen setidaknya dibutuhkan waktu lebih dari 30 menit. Mahdi

Jalan berdebu menjadi pemandangan yang mewarnai sepanjang perjalanan menuju ke pedalaman Sawang. Lapisan jalan yang hanya terdiri dari pasir dan batu membuat debu beterbangan ketika kendaraan melintas akibat rencana pengaspalan yang tak kunjung tuntas.

Musawwir (29), warga Lamdingin, Banda Aceh, tidak pernah membayangkan bisa memasuki wilayah Sawang. Menyebut Sawang berarti menunjuk wilayah paling hitam dalam sejarah konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia lebih dari 30 tahun.

Pada masa lalu, Sawang dikenal sebagai basis pejuang GAM. Sebagian orang mengenalnya sebagai ”Pentagon GAM”. Saat konflik memuncak, seiring dengan operasi pemantapan penyelenggaraan pemerintahan, Sawang lumpuh. Sebagai daerah berkategori hitam, Sawang mesti dipimpin oleh camat dari kalangan militer—sekalipun tetap saja pemerintahan tidak bisa berjalan efektif.

Stigma itu masih melekat hingga kini meski konflik bersenjata sudah berakhir hampir empat tahun lalu, sejalan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) Damai Helsinki, Agustus 2005. Pendatang baru yang memasuki Sawang butuh ”izin khusus” dari berbagai pihak yang kenal kondisi wilayah itu.

Sawang, dengan lebih dari 33.000 penduduk, merupakan salah satu daerah subur. Berbagai macam tanaman, padi, pinang, mangga, durian, hingga kakao, tumbuh di lahan-lahan milik masyarakat. Pada masa lalu, Sawang merupakan sarang bagi pejuang GAM. Sebaliknya, tentara Indonesia mesti siap menghadapi serangan saat melewati daerah ini.

Namun, kini yang terasa adalah kehidupan yang tidak beranjak membaik. Darwin (27), misalnya. Semasa konflik, Darwin menjadi aneuk pateng, penjaga radio yang mengabarkan setiap kedatangan tentara ke wilayah mereka. Ketika konflik memanas, Darwin merantau ke Malaysia, bekerja di perusahaan katering. Ia bisa mengirimkan Rp 1 juta per bulan kepada keluarganya dan membantu GAM.

Namun, saat kembali ke Aceh tahun 2006, Darwin justru sulit mendapat pekerjaan. Yang menyakitkan, para pejuang yang dulu amat dihormatinya justru seperti melupakan orang-orang seperti Darwin.

”Mana mau? Sekarang pun mereka hanya lewat untuk melihat kebunnya yang puluhan hektar, naik mobil mewah, kaca tertutup,” kata Teuku Sayed Azhar (29) sambil menyebut salah satu mantan petinggi GAM. Sayed, bapak satu anak itu, bekas anggota pasukan GAM di Deli. Masuk GAM sejak usia 17 tahun, Sayed berkualifikasi sebagai pasukan komando. Sayed adalah otak sejumlah peledakan di Medan. Tertangkap, Sayed masuk ke Penjara Tanjung Gusta, Medan, 2003. Vonis 12 tahun hanya dijalaninya sampai 2006, seiring dengan perjanjian MOU Helsinki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Travel Update
Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Travel Update
3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

Travel Update
Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Hotel Story
iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

Travel Update
9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

Jalan Jalan
Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Travel Update
6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Travel Update
China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

Travel Update
Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Travel Update
Daftar Planetarium dan Observatorium di Indonesia

Daftar Planetarium dan Observatorium di Indonesia

Jalan Jalan
Harga Tiket dan Jam Buka Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur

Harga Tiket dan Jam Buka Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur

Travel Update
Bali Maritim Tourism Hub, Gerbang Penghubung Pariwisata di Indonesia Timur

Bali Maritim Tourism Hub, Gerbang Penghubung Pariwisata di Indonesia Timur

Travel Update
Banyak Kasus Pungutan Parkir Liar di Tempat Wisata, Digitalisasi Tiket Parkir Jadi Solusi

Banyak Kasus Pungutan Parkir Liar di Tempat Wisata, Digitalisasi Tiket Parkir Jadi Solusi

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com