Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dendang Melayu

Kompas.com - 18/08/2009, 13:20 WIB

Tulisan ini masih meneruskan “laporan pandangan mata” keikutsertaan saya dalam acara Dendang Melayu Warna Warni yang diselenggarakan Yayasan Warna Warni Indonesia di bawah pimpinan Ibu Krisnina Akbar Tandjung.

Dari Pulau Penyengat Indra Sakti, rombongan singgah ke Museum Melayu di Tanjungpinang. Di museum yang cukup bagus ini, saya baru menyadari mengapa warga keturunan Tionghoa cukup mendominasi di kawasan puak Melayu ini. Ternyata, Kota Tanjung Pinang memang sebetulnya berkembang dari hunian kelompok perantau dari Tiongkok. Awalnya hanya ada 16 rumah di kawasan dekat pantai yang kemudian berkembang menjadi pelabuhan. Kawasan itu di masa lalu disebut Chap Lak Keng (= 16 pintu).

Di masa penjajahan Belanda, kawasan Pecinan ini berkembang menjadi distrik bisnis utama. Jalan besar di situ juga disebut Heerenstraat—nama yang jamak diberikan untuk jalan utama kota-kota Belanda. Setelah kemerdekaan, nama jalan itu pun berubah menjadi Jalan Merdeka.

Setelah kunjungan ke Museum Melayu, Bu Nina mengajak kami berbelanja ke pasar untuk berbelanja oleh-oleh. “Aduh, ngapain sih ke pasar segala?” begitu terdengar beberapa komentar dari ibu-ibu di dalam bus. Tetapi, ketika bus berhenti di dekat sebuah toko yang menjajakan berbagai jenis teri dan ikan asin dengan display yang menarik, berbondong-bondonglah ibu-ibu turun dari bus. “Jatah” untuk singgah setengah jam ternyata terlewati. Teri, ebi, ikan salai, dan ikan asin Tanjung Pinang memang boleh diacungi jempol. Banyak pula yang pintar, memborong telur ikan yang sudah diasinkan, karena jenis ini sulit didapati di Jakarta.

Oleh-oleh yang juga populer dibawa dari Tanjung Pinang adalah otak-otak. Saya pribadi kurang menyukai otak-otak Tanjung Pinang. Pertama, karena ukurannya terlalu kecil. Kedua, karena teksturnya tidak kenyal. Otak-otak Tanjung Pinang berwarna jingga, bukan putih. Saus kacang dan cabai sudah dicampur dengan adonan tepung dan ikan, sehingga otak-otak Tanjung Pinang memang tidak perlu lagi dicocol sambal. Dibungkus dengan daun kelapa, sehingga penampilannya beda. Otak-otak sejenis ini juga ramai dijumpai di Batam.

Dalam kunjungan saya ke Tanjung Pinang tahun yang lalu, saya sempat mencicipi masakan asam pedas yang mak nyuss dari RM Nelayan. Rumah makan bergaya kelong (dengan lantai menjorok ke laut) ini memang populer di kota pantai ini. Tetapi, kali ini, atas saran seorang tukang ojek, saya mencoba masakan asam pedas dari RM di Kampung Bulang. Letaknya di Batu 5, agak jauh dari pusat kota.

Pantainya memang tidak seberapa indah. Warungnya pun sederhana saja. Tetapi, ikan sembilang asam pedasnya sungguh cantik. Seperti kebanyakan rumah makan di Tanjung Pinang, masakan ikan selalu disajikan a la minute – artinya, langsung dimasak berdasar pesanan dari bahan mentah. Tidak saja ikannya terasa segar, tetapi bumbunya pun segar.

Pesanan saya datang dalam waktu sekitar 15 menit. Maklum, saat itu bukan jam makan dan saya merupakan satu-satunya tamu. Sajian mengepul itu mengeluarkan aroma yang sungguh menggoda. Entah kenapa, sekalipun sajian itu sudah sempurna, saya masih membayangkan seandainya ditambah daun kunyit (seperti banyak dipakai dalam masakan Manado), pastilah sajian ini akan lebih harum aromanya.

Ikan sembilang alias lele laut adalah ikan “rakyat” di Tanjung Pinang. Biasanya, di rumah-rumah makan untuk tamu berduit atau wisatawan, masakan asam pedasnya memakai ikan kerapu, kakap merah, atau patin. Sedangkan warga asli Tanjung Pinang lebih menyukai masakan asam pedas dari ikan sembilang.

Kuahnya agak kental, dengan warna merah cabai yang cukup pekat, dan bumbunya yang masih tampak kasar membuatnya terasa lebih garang. Kualitas home cooking sangat menonjol dalam sajian ini, baik dari segi penampilan maupun citarasa. Hmm, mak nyuss!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waktu Terbaik Berkunjung ke Vietnam Berdasarkan Musim

Waktu Terbaik Berkunjung ke Vietnam Berdasarkan Musim

Travel Tips
Swiss-Belhotel International Rebranding Swiss-Belcourt Serpong Tangsel

Swiss-Belhotel International Rebranding Swiss-Belcourt Serpong Tangsel

Hotel Story
 'Dubai, Anda Siap?': Kampanye Terbaru Dubai untuk Wisatawan Indonesia 

"Dubai, Anda Siap?": Kampanye Terbaru Dubai untuk Wisatawan Indonesia 

Travel Update
Rute Menuju ke Arjasari Rock Hill Bandung

Rute Menuju ke Arjasari Rock Hill Bandung

Jalan Jalan
Wisman Asal Singapura Dominasi Kunjungan di Kepulauan Riau Maret 2024

Wisman Asal Singapura Dominasi Kunjungan di Kepulauan Riau Maret 2024

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Jam Buka di Arjasari Rock Hill

Harga Tiket Masuk dan Jam Buka di Arjasari Rock Hill

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Candi Prambanan 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Candi Prambanan 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Update
Sederet Aktivitas Outdoor di Arjasari Rock Hill Bandung

Sederet Aktivitas Outdoor di Arjasari Rock Hill Bandung

Jalan Jalan
Suhu Panas Ekstrem di Thailand, Buat Rel Kereta Api Bengkok

Suhu Panas Ekstrem di Thailand, Buat Rel Kereta Api Bengkok

Travel Update
Serunya Camping Keluarga di Arjasari, Kabupaten Bandung

Serunya Camping Keluarga di Arjasari, Kabupaten Bandung

Jalan Jalan
Arjasari Rock Hill, Lihat Sunset dan City View Bandung dari Ketinggian

Arjasari Rock Hill, Lihat Sunset dan City View Bandung dari Ketinggian

Jalan Jalan
5 Hotel Indonesia Masuk Daftar Hotel Terbaik di Asia 2024 Versi TripAdvisor

5 Hotel Indonesia Masuk Daftar Hotel Terbaik di Asia 2024 Versi TripAdvisor

Travel Update
[POPULER Travel] 5 Kolam Renang Umum di Depok | Barang Paling Banyak Tertinggal di Bandara

[POPULER Travel] 5 Kolam Renang Umum di Depok | Barang Paling Banyak Tertinggal di Bandara

Travel Update
8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com