Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mata Rantai Kehidupan dari Masa Lalu

Kompas.com - 15/08/2011, 02:08 WIB

Di tepian Sungai Musi, pabrik es Assegaf bertahan melintasi zaman. Berdiri sejak 1929, pabrik es tua ini menjadi bagian tak terpisahkan dari mata rantai kehidupan Musi. Para nelayan tradisional yang tak mampu membeli kecanggihan zaman modern bergantung pada pabrik es itu.

Semua yang terlihat di pabrik itu memberikan kesan tua. Bangunan pabrik yang belum berubah sejak zaman Belanda. ”Jalan es” berupa talang-talang kayu menjulur puluhan meter dari mulut pabrik ke dermaga di sungai. Di ruangan dalam, lima mesin kompresor lama buatan Jepang dan dua buatan Amerika Serikat dari tahun 1920-an selalu siap. Belasan pekerja dengan gancu di tangan telah berjaga di sepanjang ”jalan es” sejak hari masih gelap.

Setiap hari, kapal-kapal kayu bermotor berbagai ukuran berdatangan ke dermaga pabrik es PT Alwi Assegaf ini sejak pukul 02.00. Minggu (31/7), belasan kapal motor kayu itu tampak mengapung tenang di air Sungai Musi yang tengah surut. Para awak kapal menanti giliran memperoleh es batu ditemani kepulan kopi di tangan.

Kapal Motor Achiat Jaya, misalnya, membeli 1,5 ton es batu untuk mengawetkan 3 ton udang dan ikan selama tiga hari berlayar hingga Selat Bangka. Beberapa kapal berukuran lebih besar membeli hingga 11 ton es untuk pelayaran yang lebih lama.

Halaman dan teras pabrik pun tak lepas dari kesibukan. Beberapa truk terlihat tengah memuat puluhan balok es di halaman, sedangkan di teras orang-orang tengah mengukir balok es. Ukiran di balok es yang dibuat pagi hari itu akan digunakan untuk pelengkap dekorasi acara di sebuah hotel di Palembang pada malam harinya.

Selama hampir 100 tahun, pabrik es PT Alwi Assegaf memasok es batu bagi para nelayan dari Sungai Musi hingga Selat Bangka. Setiap hari, sekitar 200 ton es dibuat. Dengan sistem pendinginan kimia, balok-balok es ini dapat bertahan hingga dua pekan tanpa harus dimasukkan ke mesin pendingin. Balok-balok es dibeli nelayan, pedagang ikan, atau kapal-kapal yang akan menjual kembali es batu kepada para nelayan kecil di sepanjang Sungai Musi dan Muara Sungsang di Selat Bangka.

Es batu masih menjadi kebutuhan pokok bagi para nelayan tradisional. Mereka bergantung pada es batu untuk mengawetkan hasil tangkapan selama berhari-hari berlayar. Balok-balok es ini disimpan dalam kotak kayu berlapis aluminium dan ditutup dengan sekam atau serutan kayu. ”Kalau kotaknya bagus, es bisa tahan satu sampai dua minggu. Ndak katek es batu, sulit kami melaut,” kata Amirsah (28), salah seorang awak kapal yang datang mengambil es.

Selama berpuluh tahun, para nelayan tradisional yang bermodal terbatas inilah yang menjadi pelanggan pabrik es PT Alwi Assegaf. Salah seorang pekerja, Abdul Kadir Jaelani (66), menuturkan, banyak pembeli es batu keturunan dari pelanggan-pelanggan pada masa lalu.

”Dulu saya kenal dengan bapaknya. Eh, sekarang anaknya juga beli es di sini,” kata Abdul yang juga mencari nafkah di pabrik itu selama empat generasi. Kini, anak lelakinya pun mengikuti jejaknya.

Pabrik es PT Alwi Assegaf berdiri di tengah-tengah perkampungan tua komunitas keturunan Arab Assegaf di kawasan Seberang Ulu II, Plaju, Palembang. Pendiri pabrik dan warga perkampungan itu berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan, Habib Alwi Assegaf.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com