Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/09/2013, 17:43 WIB
MATAHARI sudah condong jauh ke barat, tetapi udara panas nan terik masih meruap di kawasan Pelabuhan Karangantu, Banten Lama, Provinsi Banten. Walau demikian, hal itu tak menghentikan kesibukan para nelayan menyiapkan jaring dan pancing. Sebagian lagi memanfaatkan waktu untuk beristirahat, menyandarkan badan di dinding perahu beratap terpal, menunggu datangnya malam.

Pelabuhan Karangantu ini ternyata punya sepenggal cerita sejarah yang membanggakan. Selain karena tak ada lagi jejak peninggalan yang bisa dilihat langsung, pelabuhan itu kini benar-benar berubah jadi perkampungan nelayan kumuh. Sampah berserakan di jalan-jalan dan lumpur sungai yang sudah lama dikeruk, menumpuk di tepi dermaga.

Karangantu kini menjadi bandar laut yang terlupakan. Padahal, dulunya adalah pelabuhan kelas dunia. Pelabuhan ini pernah tercatat menjadi bagian Jalur Sutra. Gubernur Belanda Jan Pieterzoon Coen—sebagaimana yang diungkap dalam Mengenal Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kota Banten Lama oleh Uka Tjandrasasmita, Hasan M Ambary, dan Hawany Michrob—membuat catatan soal enam perahu China yang membawa barang senilai 300.000 real di Karangantu.

Dari buku yang sama, Tom Pires, pakar obat-obatan dari Portugal yang berkelana di Asia Tenggara, bertandang ke Banten pada tahun 1513. Pires menyebut, Karangantu merupakan pelabuhan kedua di Kerajaan Sunda, setelah pelabuhan besar Sunda Kelapa di Jayakarta.

KOMPAS/AGUS SUSANTO Gerbang dan menara Masjid Agung Banten Lama di Kaseman, Serang, Banten, Minggu (25/12/2011). Peziarah yang datang usai sholat biasanya melanjutkan berdoa di makam Sultan Maulana Hasanudin yang berada satu kompleks di kawasan tersebut. Masjid Agung Banten didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin dan putranya, Sultan Maulana Yusuf, pada tahun 1566.
Bukti-bukti sejarah besar Karangantu tak hanya tercatat di buku. Beberapa komoditas yang pernah diperjualbelikan di era kejayaan Banten Lama bisa dilihat di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.

Di museum ini, tersimpan rapi beberapa benda seperti guci dan porselen dari China, Jepang, dan Belanda. Pengamat sejarah Banten, Lukman Hakim, mengatakan, Banten berkembang pesat jadi kota pelabuhan dan kota perdagangan pada era Sultan Maulana Hasanudin.

Pada era kepemimpinannya, pusat pemerintahan dipindahkan dari bagian hulu ke hilir Sungai Cibanten dengan maksud memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda. Rupanya Banten pada masa itu sudah pandai membaca situasi politik dan perdagangan di Asia Tenggara.

Saat itu, pedagang dari mancanegara risau karena Malaka jatuh ke tangan Portugis. Karena pedagang Muslim yang tengah bermusuhan dengan Portugis enggan berhubungan dagang dengan Malaka, maka para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat, mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda. Mereka singgah di Karangantu.

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Masjid di Kampung Lor di Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, Sabtu (20/10/2011). Kampung ini sempat selamat dari sapuan tsunami letusan Gunung Krakatau 1883.
Sejak itu, Karangantu jadi pusat perdagangan internasional yang disinggahi pedagang Asia, Afrika, dan Eropa. Titik balik kehancuran Banten Lama terjadi saat pecah perang saudara antara Sultan Haji dengan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa.

Sejak itu, pengaruh kesultanan Banten mulai pudar. Banten Lama semakin ditinggalkan setelah pusat pemerintahan dipindah ke Serang. Pelabuhan Karangantu tak lagi dilirik karena kondisi lingkungan akibat pengendapan lumpur tak memungkinkan kapal singgah. (Gatot Widakdo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Travel Update
Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Travel Update
Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Travel Update
6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

Hotel Story
4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

Hotel Story
5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

Jalan Jalan
Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Jalan Jalan
BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

Travel Update
Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Travel Update
5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

Jalan Jalan
Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com