Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tembang Kenangan di Balik Sekeping Piringan Hitam

Kompas.com - 08/09/2014, 19:56 WIB
Dhanang David Aritonang

Penulis

MUNGKIN anda pernah mendengar nama-nama besar seperti, The Beatles, Rolling Stones, atau Simon and Art Garfunkel? Atau nama-nama seperti Guruh Gipsy, Koes Plus, serta Dara Puspita? Musisi-musisi ini sempat terkenal di era piringan hitam.

Sebagian dari orangtua anda mungkin masih mengoleksi beberapa  piringan hitam hingga sekarang. Bagaimana jika weekend ini, anda mengajak orangtua anda untuk melengkapi koleksi piringan hitam sekaligus bernostalgia dengan tembang-tembang kenangan?

Sebuah toko musik di daerah Dipati Ukur ternyata masih menjual kaset-kaset bekas serta piringan hitam. Toko musik tersebut bernama DU 68, lokasinya tepat di seberang pom bensin Dipati Ukur, Bandung, Jawa Barat. “Koleksi piringan hitam di sini sudah mencapai ribuan keping,” kata pemilik DU68, Irham Vickry.

Toko musik ini masih menjual piringan hitam, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Menurut Irham, sebagian besar pembeli piringan hitam di tokonya berasal dari komunitas pecinta musik lama. Umumnya, mereka datang ke sana untuk membeli atau sekadar berkumpul dan saling memamerkan koleksi pringan hitam yang mereka punya.

KOMPAS.COM/DHANANG DAVID ARITONANG Piringan hitam dan alat pemutarnya yang dijual di DU68, Bandung, Jawa Barat.
“Kolektor lebih suka mendengar musik dari piringan hitam karena kualitas suara yang dihasilkan oleh piringan hitam ini lebih baik dibandingkan suara-suara musik digital,” tutur Irham.

Sistem perekamannya yang masih bersifat analog serta tanpa campur tangan komputer membuat hasil rekaman menjadi sangat nyata, seakan-akan musisi tersebut hadir di tengah-tengah pendengar. Rata-rata kolektor yang datang ke DU68 mencari piringan hitam artis-artis Indonesia era 70’an hingga 80’an.

“Piringan hitam dari Indonesia itu lebih langka dibandingkan piringan-piringan hitam dari barat,” tutur Irham.

Irham menjelaskan tentang sejarah industri musik di era 70-an. Kurangnya label rekaman di Indonesia kala itu, membuat jumlah piringan hitam yang dicetak hanya sedikit. Di era 60 sampai 80-an hanya beberapa label yang mencetak piringan hitam, seperti Remaco, Lokananta, dan Musika.

KOMPAS.COM/DHANANG DAVID ARITONANG Salah satu cover album piringan hitam dari grup band Koes Plus yang dijual di DU68, Bandung, Jawa Barat.
Selain menjual piringan hitam, toko musik DU68 juga menjual alat pemutarnya. Untuk sekeping piringan hitam, harganya bisa mencapai Rp 50.000 – Rp 200.000. Untuk alat pemutarnya, harganya bisa mencapai Rp 300.000 hingga Rp 500.000, tergantung kondisi alat tersebut. Mendengarkan lagu-lagu dari piringan hitam, sambil bersenandung tembang kenangan bisa menjadi kegiatan yang tepat untuk mengisi waktu luang orangtua anda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com