Acara budaya itu menjadi wadah pesta rakyat Gayo yang menyatukan masyarakat di dataran tinggi Tanoh Gayo, meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.
Masyarakat Gayo merupakan salah satu kelompok suku bangsa yang mendiami kawasan pegunungan tengah Provinsi Aceh, sering disebut Tanoh Gayo, meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.
Masyarakat Gayo memiliki bahasa, budaya, dan adat istiadat yang unik ataupun berbeda dengan masyarakat Aceh secara umum, terutama yang hidup di pesisir. Salah satu kegiatan budaya unik dari masyarakat Gayo adalah pacuan kuda tradisional Gayo.
Dahulu, masyarakat Gayo menyelenggarakan pacuan kuda untuk menyambut ataupun merayakan masa panen padi yang umumnya antara Agustus dan September.
Konon, kegiatan itu pertama kali dilakukan di pinggir Danau Laut Tawar di kawasan Pante Menye, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah. Mereka melakukan pacuan kuda tanpa memiliki fasilitas khusus, seperti perlengkapan joki, kuda, dan lintasan pacuan.
Ketika penjajah Belanda masuk ke Tanoh Gayo awal 1900-an, kegiatan itu dibuat lebih modern. Penjajah menyelenggarakan pacuan kuda untuk menyambut ataupun merayakan HUT Ratu Wilhelmina antara Agustus dan September. Kegiatan itu dipindah dari pinggir Danau Laut Tawar ke lintasan pacuan kuda di pusat Takengon.
Pacuan kuda tradisional Gayo mempertandingkan kuda endemik Gayo dan kuda peranakan Australia-Gayo (Astaga). Kegiatan itu tidak menerapkan standar baku perlombaan pacuan kuda skala nasional ataupun internasional.
Kegiatan itu tetap diselenggarakan secara tradisional, antara lain tidak mewajibkan perlengkapan khusus untuk joki dan kuda. Usia joki dan kuda yang bertanding pun bebas. Umumnya, usia joki yang bertanding 15-25 tahun dan kuda 1-5 tahun. Penonton pun bebas memasuki lintasan guna mendukung kuda andalannya.
Di sisi lain, pertandingan hanya berlangsung 1 putaran untuk kuda muda berusia di bawah 5 tahun dan 2 putaran untuk kuda tua berusia di atas 5 tahun.
”Kendati demikian, pacuan kuda tradisional Gayo bukan hanya untuk mengejar prestasi. Kegiatan ini merupakan pesta rakyat sesungguhnya bagi masyarakat Gayo. Kegiatan ini menjadi wadah hiburan dan berkumpul masyarakat Gayo yang berada di Tanoh Gayo ataupun di luar,” ucap Imam (50), warga Takengon. (Adrian Fajriansyah)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.