Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelami Sejarah di Dasar Laut, Anda Patut ke Sini!

Kompas.com - 24/06/2016, 17:30 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi Anda pecinta olahraga selam dan penikmat keindahan bawah laut, siapkan waktu dan bujet untuk mengunjungi destinasi lokal yang luar biasa, Morotai. Kabupaten di timur Indonesia ini menawarkan pengalaman diving yang berbeda dari biasanya.

Dikenal sebagai medan markas tentara sekutu pada era Perang Dunia II, Morotai memang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Tak hanya di darat, bahkan di laut, Morotai menyimpan sejarah yang dapat Anda telusuri kembali.

(BACA: Bangun Pariwisata Morotai, Jababeka Gandeng Mitra dari Taiwan)

"Bagi saya diving di wreck (bangkai kapal dan pesawat) seperti terlempar kembali ke masa lalu. Saat saya menemukan dan melihat bangkai kapal dan pesawat di dasar lautan saya bisa membayangkan bagaimana situasi saat itu, ketika para crew kapal atau pilot pesawat mengalami situasi kritis, kapal atau pesawat mereka akan tenggelam atau jatuh ke laut. Keasyikan lain adalah ketika saya berusaha mencari tahu jenis atau tipe apakah bangkai kapal atau pesawat tersebut," ungkap Edy Prasetyo, penyelam khusus dokumentasi bawah laut kepada KompasTravel temui di sela-sela Ekspedisi Saireri bersama WWF Indonesia awal Juni 2016.

Edy menjelaskan jika Morotai adalah salah satu lokasi favorit untuk menyelam wreck, sebab pulau bekas pangkalan militer sekutu yang memiliki tujuh landasan pesawat ini, menjadi tempat konsolidasi pasukan sekutu sebelum menyerang Jepang. 

"Ada lebih dari 3.000 pesawat tempur, bomber, angkut, dan intai. Saking banyaknya pesawat yang tidak terpakai teronggok di sekitar landasan dan sebagian lagi dibuang ke laut," cerita Edy yang juga sekaligus produser dari program televisi dokumenter "Seribu Meter".

Saat sekutu akhirnya berhasil merebut Filipina dan menjadikannya markas baru, Morotai ditinggalkan. Terjadilah aksi penjarahan. Alhasil menurut Edy sebagaian besar sisa alat perang dipreteli dan diangkut ke pabrik peleburan besi.

"Penduduk mengais sisa pesawat untuk dijadikan kerajinan emas putih, perkakas dapur, dan senjata tajam. Hingga akhirnya sisa pesawat dan peralatan perang habis dari daratan Morotai, hanya ada beberapa tank pendarat yang tersisa dan itupun jauh di pelosok dalam hutan," ujar Edy.

KOMPAS/PRASETYO EKO PRIHANANTO Muhlis Eso dan benda-benda peninggalan Perang Dunia II di Pulau Morotai, Maluku Utara, pada tahun 1940-an.
Sudah habis didarat, penjarahan beralih ke laut. Bangkai pesawat dan peralatan perang di dasar laut lama kelamaan semakin langka dan hanya tersisa beberapa saja.

"Beberapa tahun lalu saat saya menyelam untuk mengidentifikasi bangkai pesawat mulai sari kedalaman 10 meter saya menemukan peluru-peluru aktif, bayonet, mobil wilis, truk-truk, dan ceceran peralatan perang lainnya. Hingga kedalaman mencapai 45 meter, saya menemukan pesawat yang saling menumpul dan di kedalaman 60-70 meter juga terdapat beberapa pesawat yang seolah terparkir," ungkap Edy.

Letak bangkai pesawat yang dalam, menurut Edy membuat bangkai kapal dan pesawat relatif aman dari aksi penjarahan dan menjadi daya tarik penyelam.

Namun satu hal yang harus Anda perhatikan jika ingin menyelam wreck, Edy mengingatkan diperlukan lisensi dan keahlian khusus demi faktor keamanan.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com