PARIS, KOMPAS.com — Saat berkunjung ke Menara Eiffel, Paris, Perancis, Anda akan disambut beberapa penjual suvenir khas Perancis. Bukan hanya yang memiliki lapak, melainkan juga para pedagang asongan.
Para pedagang asongan yang sebagian besar berkulit hitam itu mencangklong sebuah tas besar.
Tangan mereka penuh dengan suvenir, seperti gantungan kunci atau magnet untuk ditempel di lemari es, atau scarf bermotif Eiffel.
Namun, bukan itu yang menarik. Begitu mereka tahu asal pengunjung, mereka akan langsung menawarkan dagangan dengan bahasa si pengunjung, termasuk bahasa Indonesia.
"Ibu... Ibu... lima euro dapat 10 biji," kata seorang pengasong kepada saya dalam bahasa Indonesia yang jelas, Sabtu (27/11/2016) sore.
Ia mengulurkan gantungan kunci berbentuk Menara Eiffel. Sambil menunggu reaksi saya, ia lalu menunjukkan magnet lemari es.
"Ini lima (buah) sepuluh euro," katanya.
"Lima euro dapat lima?" saya coba menawar.
"Sepuluh euro lima," jawabnya.
Namun, ada seorang teman dari Thailand memberi isyarat kepada saya untuk tidak meladeninya.
Melihat saya hendak beranjak, pengasong itu memberi tawaran lebih menarik. "Sepuluh euro enam," ujarnya.
Saya menjawab tidak, sambil berjalan ke arah bus yang sudah menunggu rombongan kami.
Sementara itu, pengasong lainnya menawarkan suvenir kepada rekan-rekan saya yang berasal dari Thailand. Tentu saja dengan bahasa Thailand.
Ketika saya sudah duduk di dalam bus, saya masih mendengar pengasong-pengasong itu menawarkan dagangannya kepada teman yang masih di luar.
"Sepuluh euro tujuh," kata dia.