JAKARTA, KOMPAS.com – Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Museum ini beralamat di Jalan Pasar Ikan Nomor 1 Sunda Kelapa, Penjaringan, Jakarta Utara.
Museum yang sudah berusia 300 tahun ini menyimpan begitu banyak sejarah kemaritiman Indonesia.
Mulai dari zaman VOC bangunan museum sempat dijadikan gudang rempah, hingga kini memuat berbagai koleksi kemaritiman dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: Sejarah Museum Bahari, dari Gudang Rempah hingga Penyimpanan Senjata
Namun, tahukah kamu terdapat 4 koleksi unik yang menjadi primadona Museum Bahari ini? Konon, tiga koleksi ini memiliki cerita yang menarik wisatawan untuk melihatnya.
Menurut pemandu wisata Museum Bahari, Sukma Wijaya, 4 koleksi ini di antaranya, Meriam VOC, Kapal Jukung Barito, rangka perahu Phinisi, dan koleksi rempah dari berbagai daerah di Indonesia. Simak lengkapnya, berikut ini.
Tak banyak orang yang tahu bahwa di Museum Bahari juga terdapat Meriam VOC. Museum Bahari memang dikenal sebagai museum yang menyimpan koleksi maritim dari berbagai daerah di Indonesia.
Meriam atau kanon adalah sejenis artileri, yang umumnya berukuran besar dan berbentuk tabung, dan menggunakan bubuk mesiu atau bahan pendorong lainnya untuk menambahkan proyektil.
Meriam memiliki bermacam-macam ukuran kaliber, jangkauan, sudut temak, dan daya tembak. Lebih dari satu jenis Meriam umumnya diguanakan dalam medan pertempuran.
Sekadar informasi, Meriam peninggalan VOC termasuk koleksi terlama di Museum Bahari. Meriam pada zaman VOC biasanya dilengkapi ukiran lambang VOC dan ukiran huruf yang merupakan inisial dari koleksi asal Meriam.
Museum Bahari memiliki 6 koleksi Meriam VOC yang semuanya terawat di Gedung A museum.
Koleksi unik kedua ini dikenal dengan nama Jukung Barito atau nama lainnya Jukung Hawai. Jukung Barito merupakan koleksi yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Keunikan Jukung Barito ini terletak pada proses pembuatannya. Tahukah kamu bahwa Jukung Barito terbuat dari satu batang pohon yang kemudian bagian tengah pohon tersebut dilubangi, dan dipanaskan selama 7 hari 7 malam tanpa mengenai api.
Proses pertama tersebut dikenal dengan nama Bakal Jukung. Nantinya, kayu akan nampak mekar dan setelah maksimal disambungkan papan dan masuk ke proses tahapan kedua.
Tahapan kedua bernama Bangon Jukung. Pada tahap ini merupakan hasil dari proses lanjutan dalam pembuatan Jukung Barito setelah Bakal Jukung.
Setelah proses pembuatan selesai, Jukung Barito digunakan untuk perdagangan di Pasar Apung, Kalimantan Selatan.