Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kleput, Alat Berburu yang Kini Dilombakan

Kompas.com - 19/01/2013, 14:30 WIB

KOMPAS.com - Di masa lalu, berburu menjadi keseharian Suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan, yang mendiami Desa Lung Anai, di kecamatan Loa Kulu, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.  Berbekal senjata tradisional, mereka mampu melumpuhkan hewan-hewan buruan seperti burung atau monyet.

Senjata tradisional yang mereka gunakan adalah sumpit yang dalam bahasa setempat disebut kleput. Pada bagian depan kleput terdapat mata tombak yang disebut nyatap, yang berfungsi untuk mengantisipasi serangan hewan buruan.

Sebelum menembak ke arah sasaran, anak panah atau anak kleput yang berbahan kayu talang, akan dilumuri racun saloq terlebih dahulu. Racun saloq adalah racun yang terbuat dari getah kayu saloq. Uniknya, racun yang mampu melumpuhkan sasaran ini tidak meracuni manusia yang menyantap hewan buruannya.

Kini, kleput tak melulu dipakai untuk berburu. Ketangkasan menembak papan sasaran dengan menggunakan kleput sering dilombakan. Selain untuk terus menciptakan penyumpit ulung, perlombaan ini bertujuan untuk melestarikan keberadaan senjata tradisional ini.

papan sasaran
Papan sasaran sumpit. (Foto: Dok. Kompas TV)

Bukan perkara mudah menggunakan kleput. Untuk menjadi penyumpit jitu, proses latihan fisik dan latihan menyumpit harus rutin dilakukan. Senam perut sangat dibutuhkan saat belajar menyumpit.

Fungsinya untuk mengolah pernapasan dan memperkuat otot perut agar mampu mendorong udara secara maksimal saat meniup kleput.  Semakin kuat tiupan, semakin cepat dan jauh pula anak kleput melesat.

Senjata tiup berbahan kayu ulin ini memiliki panjang 1,5 hingga 2 meter. Meski ramping, bobotnya cukup berat. Tidak heran jika para penyumpit juga harus melatih kekuatan tangan dengan latihan angkat batu. Sebagai tambahan, cara berjingkat ala pemburu juga diajarkan. Teknik berjalan ini sangat berguna ketika mengintai hewan buruan.

Dalam kompetisi menyumpit, jarak tembak di babak pertama ditentukan sejauh 10 meter. Semakin dekat anak kleput mendekati tengah papan sasaran, semakin besar pula skor yang didapat oleh peserta.

Di babak selanjutnya, jarak tembak yang semula 10 meter akan ditambah menjadi 15 meter. Jika skor akumulasi dari tiap babak berjumlah sama, maka peserta harus melalui babak tambahan.

Di tahap ini, peserta tidak lagi menyumpit sambil berdiri, melainkan berjongkok. Tentunya, perbedaan tinggi papan sasaran membuat tantangan semakin besar. Persaingan pun semakin seru.


sumpit jongkok
Sumpit jongkok. (Foto: Dok. Kompas TV)

Jika Anda berminat untuk mengenal lebih dalam mengenai sumpit, bisa datangi Desa Budaya Lung Anai di Kecamatan Loa Kulu, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Untuk menuju desa ini dapat ditempuh dari Bandara Balikpapan selama sekitar 8 jam perjalanan darat menggunakan mobil.

Sayangnya, tidak ada angkutan umum yang langsung menuju lokasi.  Sementara itu, untuk akomodasi bisa pilih penginapan terdekat di Kota Samarinda. Sebab, tidak ada penginapan di sekitar desa.

Anda bisa menyaksikan aneka permainan tradisional seru lainnya di program "Kampung Main" yang tayang di Kompas TV setiap hari Sabtu pada pukul 10.00 WIB. (KompasTV/Fauziyah)

Ikuti Twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Legaran Svarnadvipa di Tanah Datar Sumbar, Pertunjukkan Seni untuk Korban Bencana

Legaran Svarnadvipa di Tanah Datar Sumbar, Pertunjukkan Seni untuk Korban Bencana

Travel Update
Pengalaman ke Hutan Kota Babakan Siliwangi Bandung, Menyejukkan Mata

Pengalaman ke Hutan Kota Babakan Siliwangi Bandung, Menyejukkan Mata

Jalan Jalan
Taman Sejarah Bandung: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Taman Sejarah Bandung: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Antik Cikapundung di Bandung Naik DAMRI dan Angkot

Cara ke Pasar Antik Cikapundung di Bandung Naik DAMRI dan Angkot

Travel Tips
Larangan 'Study Tour' Disebut Tak Berdampak pada Pariwisata Dieng

Larangan "Study Tour" Disebut Tak Berdampak pada Pariwisata Dieng

Travel Update
Daftar Tanggal Merah dan Cuti Bersama Juni 2024, Bisa Libur 4 Hari

Daftar Tanggal Merah dan Cuti Bersama Juni 2024, Bisa Libur 4 Hari

Travel Update
Ada Anggapan Bali Dijajah Turis Asing, Menparekraf Tidak Setuju

Ada Anggapan Bali Dijajah Turis Asing, Menparekraf Tidak Setuju

Travel Update
Ada Kecelakaan Bus 'Study Tour' Lagi, Sandiaga: Akan Ada Sanksi Tegas

Ada Kecelakaan Bus "Study Tour" Lagi, Sandiaga: Akan Ada Sanksi Tegas

Travel Update
Jadwal Kereta Wisata Ambarawa Relasi Ambarawa-Tuntang Juni 2024

Jadwal Kereta Wisata Ambarawa Relasi Ambarawa-Tuntang Juni 2024

Travel Update
Itinerary 2 Hari 1 Malam di Badui Dalam, Bertemu Warga dan ke Mata Air

Itinerary 2 Hari 1 Malam di Badui Dalam, Bertemu Warga dan ke Mata Air

Itinerary
3 Aktivitas di Taman Sejarah Bandung, Nongkrong Sambil Belajar Sejarah

3 Aktivitas di Taman Sejarah Bandung, Nongkrong Sambil Belajar Sejarah

Jalan Jalan
Rute Naik Angkot ke Taman Sejarah Bandung dari Gedung Sate

Rute Naik Angkot ke Taman Sejarah Bandung dari Gedung Sate

Travel Tips
Hotel Accor Meriahkan Java Jazz 2024 dengan Kuliner dan Hiburan

Hotel Accor Meriahkan Java Jazz 2024 dengan Kuliner dan Hiburan

Travel Update
787.900 Turis China Kunjungi Indonesia pada 2023, Sebagian ke Labuan Bajo

787.900 Turis China Kunjungi Indonesia pada 2023, Sebagian ke Labuan Bajo

Travel Update
4 Aktivitas yang bisa Dilakukan di Hutan Kota Babakan Siliwangi

4 Aktivitas yang bisa Dilakukan di Hutan Kota Babakan Siliwangi

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com