Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Perempuan Menjadi Laki-laki

Kompas.com - 27/11/2014, 12:51 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com - Kirana mendapatkan kipas berukiran namanya dari Tuan Singgih, suaminya yang juga seorang petinggi kota Jakarta di era 1970-an. Kipas itu adalah hadiah ulang tahun. Namun di hari yang sama, Kirana menemukan rahasia yang selama ini disembunyikan suaminya.

Di buku harian Tuan Singgih termuat hubungannya dengan Nyonya Suryo, sosok wanita yang jadi perbincangan di kalangan para sosialita Jakarta. Wanita paruh baya yang hidup sendiri itu tenar melalui gosip yang beredar, bahwa ia kerap bersama pria beristri.

Kirana marah betul melihat catatan di buku harian suaminya, berupa uang yang dikeluarkan Tuan Singgih untuk Nyonya Suryo. Saat ditanyakan, Tuan Singgih malah menyuruh Kirana untuk mengundang Nyonya Suryo ke acara ulang tahunnya. Tentu saja Kirana tidak mau. Tetapi Tuan Singgih malah nekat mengundangnya.

Kemarahan Kirana semakin menjadi. Ia berjanji akan melempar kipas pemberian suaminya ke muka Nyonya Suryo bila Nyonya Suryo benar-benar berani menginjakkan kaki ke rumahnya.

Siapakah sesunguhnya Nyonya Suryo itu? Pertanyaan tersebut yang terus bergulir di sepanjang drama teater bertajuk "Kipas Tanda Mata" yang dipentaskan oleh komunitas Teater Dua di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada awal November lalu.

Pentas "Kipas Tanda Mata" tersebut saduran dari naskah drama empat babak "Lady Windermere's Fan" karya Oscar Wilde yang disadur oleh Boen Sri Oemardjati. Sebuah naskah yang menonjolkan intrik dan skandal kehidupan sosialita. Dan petuah bahwa sesungguh seseorang tak bisa dinilai dari tampilan luarnya.

Di babak kedua pementasan sudah mulai terbaca, mengapa Tuan Singgih seakan begitu membela Nyonya Suryo. Banyak pria yang memang menggilai Nyonya Suryo. Desas-desus mengenai skandal Nyonya Suryo pun tak ada yang bisa membuktikannya.

Di tengah keputusasaan Kirana karena mengira suaminya telah berselingkuh, ia nekat mencari Tuan Hermanto, pria yang pernah mencintainya. Untung, Nyonya Suryo menyelamatkan Kirana dari skandal itu. Kirana berhasil dibujuk untuk pulang ke rumah suaminya sebelum orang lain mengetahuinya.

Sebaliknya, pengorbanan Nyonya Suryo demi menyelamatkan Kirana dari aib membuahkan salah paham yang sengaja ia biarkan. Kondisi pun berbalik. Tuan Singgih jadi membenci Nyonya Suryo, sementara Kirana menanggapnya dewi penyelamat. Di akhir cerita, penonton bisa mengetahui bahwa Nyonya Suryo sebenarnya adalah ibu kandung dari Kirana.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Aksi para alumni Santa Ursula yang tergabung dalam Teater 2 saat mementaskan drama bertajuk 'Kipas Tanda Mata' di Galeri Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Minggu (2/11/2014). Drama ini mengisahkan tentang sebuah keluarga yang berjuang menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri di tengah kehidupan sosialita kelas atas. KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Dari keseluruhan pentas ini, seakan petuah dari kisah benar-benar berlaku adanya, bahwa seseorang memang tidak bisa dinilai dari tampilan luarnya. Peran Tuan Singgih dan Tuan Hermanto yang menonjol, begitu apik dengan gaya mereka yang begitu gagah nan maskulin. Tak heran, usai pentas, banyak penonton perempuan yang minta foto bersama pemeran Tuan Singgih, yang sebenarnya seorang perempuan.

Ya, semua pemain di pentas ini adalah perempuan. "Hah, yang laki-laki itu semua perempuan? Yang jadi Singgih, Hermanto, Dadang? Semuanya perempuan?" tanya Adrian penuh keheranan, kawan yang ikut menonton pentas tersebut saat jeda pementasan.

Ia sendiri datang tanpa mengetahui bahwa semua pemerannya adalah perempuan. Tak heran, komunitas Teater Dua sendiri merupakan para alumni Teater Putri Santa Ursula. Sebagai informasi, SMA Santa Ursula merupakan sekolah dengan seluruh siswanya merupakan murid perempuan.  Salah satu kegiatan sekolah ini adalah teater. Tentu saja karena semua muridnya adalah perempuan, peran laki-laki pun dimainkan oleh perempuan.

"Anggota (Teater Dua) dari usia 18-38. Mereka semua alumni SMA Santa Ursula Jakarta yang semua muridnya perempuan. Kami pentas perdana sebagai wujud reuni dan kecintaan kami pada teater," ungkap Maria Pade Rohana,

Maria menuturkan para pemain pentas "Kipas Tanda Mata" berlatar belakang beragam, mulai dari mahasiswa, perempuan kantoran, sampai ibu rumah tangga. Memang, tak banyak komunitas teater di Indonesia yang seperti Teater Dua, ketika semua tokoh diperankan oleh perempuan.

Tentu ada kendala tersendiri ketika perempuan harus memerankan tokoh laki-laki yang gagah. Maria menjelaskan kendala utama adalah bagaimana berbahasa tubuh seperti laki-laki. Mulai dari postur, cara berjalan, sampai cara tertawa yang maskulin.

"Bahasa tubuh adalah 85 persen dari bahasa manusia. Lebih jujur berkomunikasi dengan bahasa tubuh daripada kata-kata. Kalau peran laki-laki maskulin tapi berjalan seperti perempuan, tidak masuk peran namanya," jelas Maria.

Penasaran seperti apakah pentas teater yang dilakonkan oleh perempuan? Maria mengatakan mereka berencana untuk pentas lagi di tahun depan. Sebagai bocorannya, naskah yang dipentaskan adalah naskah komedi. Kita tunggu saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com